Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Menagih RUU PKS yang Tidak Kunjung Rampung kepada DPR

Menagih RUU PKS yang Tidak Kunjung Rampung kepada DPR Aksi di Hari Perempuan. ©2021 Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Beragam masalah terhadap kekerasan yang menyasar perempuan sampai saat ini tidak kunjung menunjukkan titik terang. Hal itu terjadi karena salah satu penyebabnya belum selesai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di DPR.

Sehingga dalam proses pendampingan hukum kepada korban membuat tidak jarang para pengacara kesulitan dalam mencari pasal pembelaan yang tepat digunakan pada kasus pelecehan seksual," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur.

"Ini kaitanya dengan undang-undang. Lawyer LBH sering alami ada masalah kesulitan mencari pasal," kata Isnur dalam diskusi virtual, Minggu (2/8).

Orang lain juga bertanya?

Bahkan, Isnur mengungkap dalam beberapa kasus pendampingan hukum kepada korban kekerasan seksual tak jarang menjadi bumerang, ketika malahan terjerat Pasal 28 Undang-undang ITE tentang penyebaran konten pornografi.

"Potensial ditersangkakan Undang-undang ITE, karena kita tahu Undang-undang ITE 28 korban yang membuka berpotensi dijerat undang-undang," terangnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua YLBHI, Asfinawati mengakui tidak adanya landasan hukum yang kuat ditambah masa pandemi Covid-19 semakin membuat para pengacara kesulitan membela korban, terkhusus pelecehan seksual.

"Kemudian terkait penangan ternyata kondisi (pandemi) kesulitan korban mengakses lawyer karena zona merah. Kedua-keduanya mengalami kesulitan yang paling banyak karena sidang terus menerus akhirnya terpapar Covid-19 cukup banyak," ujarnya.

Terlebih, lanjut Asfi, adanya ketimpangan penggunaan Undang-undang ITE yang kerap tebang pilih diberlakukan oleh aparat penegak hukum, antara kasus pelecehan seksual dengan kasus lainnya.

"Pandemi dijadikan alasan untuk tidak menahan dan menangkap pelaku kejahatan. Karena alasan nanti, menjadi bertambah orang yang kena virus. Tetapi kalau kita lihat kasus-kasus hoaks yang dianggap pemerintah, polisi melalui Undang-undang ITE tapi ditahan," ucapnya.

"Nah ini jadi antifalensi dalam membuat alasan. Dan juga proses jadi lambat ada penundaan sana sini," tambahnya.

Menanggapi masukan yang ada, Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat Hinca Panjaitan menjelaskan alasan tidak rampungnya RUU PKS karena sempat terhambat pembahasan untuk Pemilu 2019.

"Tetapi kemarin yang berada di sana hanya ada dua partai berada di luar koalisi. Itu kesulitan untuk menahan alasan teman-teman di sana untuk tidak memasukan menjadi prioritas. Karena alasan menghadapi Pemilu pada waktu itu 2018 jelang 2019 itu," kata Hinca pada diskusi yang sama.

Padahal, RUU PKS sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan semenjak tahun 2012 dan naskah akademiknya oleh DPR pada tahun 2016, karena banyaknya kasus kekerasan seksual. Namun pada seiring berjalannya waktu acap kali menemui hambatan-hambatan.

Di mana walau sempat masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) pada tahun 2020 RUU tersebut tak kunjung selesai, hingga kembali masuk ke dalam prolegnas pada akhir Maret 2021 kemarin.

"Namun demikian saya ingin menyampaikan permintaan maaf itu karena kami belum bisa lakukan maksimal seperti yang dimintakan teman-teman," ucapnya.

Politikus Demokrat tersebut pun optimistis jika temuan dari YLBHI dari 17 LBH di seluruh Indonesia yang mencatat sebanyak terdapat 145 kasus dengan 239 korban kekerasan yang dialami perempuan sepanjang tahun 2020, bisa menjadi bahan masukan untuk fraksi-fraksi di DPR atas urgensi disahkannya RUU PKS ini.

"Bahwa Undang-undang ini tidak bisa lagi ditunda dan saya berharap teman-teman saya partai-partai yang lain bisa bersama-sama mendiskusikan ini. Oleh karena itu kepada teman-teman YLBHI, kami meminta agar materi ini segera disampaikan ke fraksi lain. Saya akan membantu untuk menjembatani itu," ujarnya.

Perlu diketahui menurut data sebelumnya oleh Komnas Perempuan, terjadi 432.471 kasus kekerasan seksual selama 2019. Komnas Perempuan juga menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual naik 792 persen selama 12 tahun terakhir dan sebanyak 3 perempuan Indonesia alami kekerasan seksual dalam setiap 2 jam.

Banyak di antara korban kekerasan seksual yang merupakan anak. Pada 2019, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan seksual mencapai 2.341 orang.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Catatan Ketua DPR pada Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Harus Jadi Peringatan
Catatan Ketua DPR pada Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Harus Jadi Peringatan

Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang masih diabaikan pihak kampus

Baca Selengkapnya
Polemik Penyelesaian RUU Perampasan Aset, Puan: Tunggu Ganti Periode
Polemik Penyelesaian RUU Perampasan Aset, Puan: Tunggu Ganti Periode

Puan ingin DPR fokus dengan hal-hal yang harus diselesaikan lebih dahulu sebelum tanggal 1 Oktober mendatang.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan Desak DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT: 2 Periode Masuk Prolegnas Prioritas, Belum Disahkan
Komnas Perempuan Desak DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT: 2 Periode Masuk Prolegnas Prioritas, Belum Disahkan

Komnas Perempuan menyebut, dengan disahkan RUU PPRT dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi para pekerja rumah tangga di tanah air.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tajam Desy Ratnasari Berani Beri Catatan Merah saat Rapat Baleg DPR, Ini Penyebabnya
VIDEO: Tajam Desy Ratnasari Berani Beri Catatan Merah saat Rapat Baleg DPR, Ini Penyebabnya

Memasuki akhir periode DPR mempercepat penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

Baca Selengkapnya
FOTO: Aksi Kamisan ke-808, Aktivis Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan
FOTO: Aksi Kamisan ke-808, Aktivis Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan

Aktivis menyoroti pola-pola kekerasan terhadap perempuan yang tak kunjung disikapi secara serius oleh negara.

Baca Selengkapnya
UI Buka Suara soal Dugaan Kekerasan Seksual di Dalam Kampus
UI Buka Suara soal Dugaan Kekerasan Seksual di Dalam Kampus

Sebelumnya disebutkan ada 40 korban yang melapor ke PPKS UI. Mereka terdiri dari mahasiswa, tenaga pendidik dan warga UI.

Baca Selengkapnya
Baleg DPR Blak-blakan Alasan RUU PPRT Mandek
Baleg DPR Blak-blakan Alasan RUU PPRT Mandek

Rencana pembahasan RUU PPRT itu sudah mulai masuk di DPR RI pada awal periode 2019-2024.

Baca Selengkapnya
Baleg Bicara Nasib RUU Perampasan Aset, Diharapkan Masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2026
Baleg Bicara Nasib RUU Perampasan Aset, Diharapkan Masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2026

Saat ini RUU Perampasan Aset hanya masuk dalam dalam daftar prolegnas tahun 2025-2029.

Baca Selengkapnya
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up

Kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.

Baca Selengkapnya
Peringati Hari Perempuan Internasional, Pemerintah dan PBB Soroti Peran Penting Perempuan dalam Solusi Konflik
Peringati Hari Perempuan Internasional, Pemerintah dan PBB Soroti Peran Penting Perempuan dalam Solusi Konflik

Peringati Hari Perempuan Internasional, Pemerintah dan PBB Soroti Peran Penting Perempuan dalam Solusi Konflik

Baca Selengkapnya
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan

Puan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.

Baca Selengkapnya