Menagih RUU PKS yang Tidak Kunjung Rampung kepada DPR
Merdeka.com - Beragam masalah terhadap kekerasan yang menyasar perempuan sampai saat ini tidak kunjung menunjukkan titik terang. Hal itu terjadi karena salah satu penyebabnya belum selesai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di DPR.
Sehingga dalam proses pendampingan hukum kepada korban membuat tidak jarang para pengacara kesulitan dalam mencari pasal pembelaan yang tepat digunakan pada kasus pelecehan seksual," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur.
"Ini kaitanya dengan undang-undang. Lawyer LBH sering alami ada masalah kesulitan mencari pasal," kata Isnur dalam diskusi virtual, Minggu (2/8).
-
Kenapa DPR nilai efek jera belum optimal? 'Saya rasa masih ada yang kurang optimal di pencegahan dan juga penindakan. Maka saya minta pada pihak-pihak yang berwenang, tolong kasus seperti ini diberi hukuman yang berat, biar jera semuanya. Jangan sampai karena masih remaja atau di bawah umur, perlakuannya jadi lembek. Kalau begitu terus, akan sulit kita putus mata rantai budaya tawuran ini,' jelasnya.
-
Bagaimana KDRT merusak perempuan? Perempuan yang mengalami kekerasan sering kali menghadapi dampak yang merusak tidak hanya pada kesehatan fisik mereka tetapi juga pada harga diri dan kemandirian mereka.
-
Kenapa perempuan itu sulit mendapatkan diagnosis? Mungkin sulit untuk mendapatkan diagnosis sindrom pembuatan bir otomatis, karena sangat jarang terjadi. Kurang dari 100 kasus telah dilaporkan sejak ditemukan pada akhir tahun 1940-an.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Siapa yang terlibat dalam kekerasan jangka panjang? Cedera akibat mata panah juga sangat terkait dengan kerangka laki-laki, menunjukkan kaum pria lebih sering terlibat dalam kekerasan jangka panjang dibandingkan perempuan.
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
Bahkan, Isnur mengungkap dalam beberapa kasus pendampingan hukum kepada korban kekerasan seksual tak jarang menjadi bumerang, ketika malahan terjerat Pasal 28 Undang-undang ITE tentang penyebaran konten pornografi.
"Potensial ditersangkakan Undang-undang ITE, karena kita tahu Undang-undang ITE 28 korban yang membuka berpotensi dijerat undang-undang," terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua YLBHI, Asfinawati mengakui tidak adanya landasan hukum yang kuat ditambah masa pandemi Covid-19 semakin membuat para pengacara kesulitan membela korban, terkhusus pelecehan seksual.
"Kemudian terkait penangan ternyata kondisi (pandemi) kesulitan korban mengakses lawyer karena zona merah. Kedua-keduanya mengalami kesulitan yang paling banyak karena sidang terus menerus akhirnya terpapar Covid-19 cukup banyak," ujarnya.
Terlebih, lanjut Asfi, adanya ketimpangan penggunaan Undang-undang ITE yang kerap tebang pilih diberlakukan oleh aparat penegak hukum, antara kasus pelecehan seksual dengan kasus lainnya.
"Pandemi dijadikan alasan untuk tidak menahan dan menangkap pelaku kejahatan. Karena alasan nanti, menjadi bertambah orang yang kena virus. Tetapi kalau kita lihat kasus-kasus hoaks yang dianggap pemerintah, polisi melalui Undang-undang ITE tapi ditahan," ucapnya.
"Nah ini jadi antifalensi dalam membuat alasan. Dan juga proses jadi lambat ada penundaan sana sini," tambahnya.
Menanggapi masukan yang ada, Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat Hinca Panjaitan menjelaskan alasan tidak rampungnya RUU PKS karena sempat terhambat pembahasan untuk Pemilu 2019.
"Tetapi kemarin yang berada di sana hanya ada dua partai berada di luar koalisi. Itu kesulitan untuk menahan alasan teman-teman di sana untuk tidak memasukan menjadi prioritas. Karena alasan menghadapi Pemilu pada waktu itu 2018 jelang 2019 itu," kata Hinca pada diskusi yang sama.
Padahal, RUU PKS sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan semenjak tahun 2012 dan naskah akademiknya oleh DPR pada tahun 2016, karena banyaknya kasus kekerasan seksual. Namun pada seiring berjalannya waktu acap kali menemui hambatan-hambatan.
Di mana walau sempat masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) pada tahun 2020 RUU tersebut tak kunjung selesai, hingga kembali masuk ke dalam prolegnas pada akhir Maret 2021 kemarin.
"Namun demikian saya ingin menyampaikan permintaan maaf itu karena kami belum bisa lakukan maksimal seperti yang dimintakan teman-teman," ucapnya.
Politikus Demokrat tersebut pun optimistis jika temuan dari YLBHI dari 17 LBH di seluruh Indonesia yang mencatat sebanyak terdapat 145 kasus dengan 239 korban kekerasan yang dialami perempuan sepanjang tahun 2020, bisa menjadi bahan masukan untuk fraksi-fraksi di DPR atas urgensi disahkannya RUU PKS ini.
"Bahwa Undang-undang ini tidak bisa lagi ditunda dan saya berharap teman-teman saya partai-partai yang lain bisa bersama-sama mendiskusikan ini. Oleh karena itu kepada teman-teman YLBHI, kami meminta agar materi ini segera disampaikan ke fraksi lain. Saya akan membantu untuk menjembatani itu," ujarnya.
Perlu diketahui menurut data sebelumnya oleh Komnas Perempuan, terjadi 432.471 kasus kekerasan seksual selama 2019. Komnas Perempuan juga menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual naik 792 persen selama 12 tahun terakhir dan sebanyak 3 perempuan Indonesia alami kekerasan seksual dalam setiap 2 jam.
Banyak di antara korban kekerasan seksual yang merupakan anak. Pada 2019, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan seksual mencapai 2.341 orang.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang masih diabaikan pihak kampus
Baca SelengkapnyaPuan ingin DPR fokus dengan hal-hal yang harus diselesaikan lebih dahulu sebelum tanggal 1 Oktober mendatang.
Baca SelengkapnyaKomnas Perempuan menyebut, dengan disahkan RUU PPRT dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi para pekerja rumah tangga di tanah air.
Baca SelengkapnyaMemasuki akhir periode DPR mempercepat penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Baca SelengkapnyaAktivis menyoroti pola-pola kekerasan terhadap perempuan yang tak kunjung disikapi secara serius oleh negara.
Baca SelengkapnyaSebelumnya disebutkan ada 40 korban yang melapor ke PPKS UI. Mereka terdiri dari mahasiswa, tenaga pendidik dan warga UI.
Baca SelengkapnyaRencana pembahasan RUU PPRT itu sudah mulai masuk di DPR RI pada awal periode 2019-2024.
Baca SelengkapnyaSaat ini RUU Perampasan Aset hanya masuk dalam dalam daftar prolegnas tahun 2025-2029.
Baca SelengkapnyaKasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca SelengkapnyaIni mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.
Baca SelengkapnyaPeringati Hari Perempuan Internasional, Pemerintah dan PBB Soroti Peran Penting Perempuan dalam Solusi Konflik
Baca SelengkapnyaPuan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.
Baca Selengkapnya