Menanti kegarangan Revisi UU ITE atasi provokasi di medsos
Merdeka.com - Jelang aksi bela Islam jilid III pada 2 Desember mendatang, media sosial diramaikan dengan status-status bernada provokatif dan beredarnya informasi bohong. Baik yang ditujukan pada para pendemo, maupun sebaliknya.
Kondisi itu membuat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo gerah. Apalagi, kalimat-kalimat yang disampaikan sembari mengutip ayat-ayat suci Alquran.
Gatot menyebut mereka sebagai orang yang tidak berilmu. Dia juga yakin, tujuannya tak lain untuk memperkeruh situasi jelang demonstrasi besar-besaran umat Islam.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Apa isi hoaks yang beredar? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Apa isi hoaks tentang Kominfo? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang menyebarkan video hoaks? Video diunggah oleh akun @margiyo giyo
"Tidak punya ilmu, tidak kuliah, asal punya paket data saja bisa," kata Gatot di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Kota Tanggerang, Banten, Selasa (29/11).
Sebab, Gatot menilai kicauan para ustaz media sosial menjurus ke arah provokasi. Hal itu berbanding terbalik dengan ustaz sungguhan yang kerap menebar kebaikan dan kesejukan dengan ilmu yang lengkap.
"Sangat berbahaya ustaz sosmed ini enggak punya ilmu," tegas Gatot.
Senada dengan koleganya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian juga pernah mencium hal serupa. Dia juga mengancam akan menjebloskan para pelaku penyebar berita hoax dan provokatif ke penjara.
Kini, revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah berlaku sejak Senin (28/11) kemarin. Revisi tersebut mengubah beberapa pasal, mulai dari pasal soal penghinaan, penegasan delik hingga pengurangan masa hukuman.
Meski lebih bersahabat, namun undang-undang ini tetap keras terhadap penyebaran berita bohong di media sosial. Jeratan hukuman tetap mengancam siapa saja yang menyampaikan informasi tidak benar, atau tanpa disertai bukti-bukti konkret.
Mabes Polri meminta kepada masyarakat untuk tidak langsung menyebarkan informasi negatif, atau fitnah. Pengguna media sosial sebisa mungkin menyaring terlebih dahulu sebelum menyampaikannya kembali.
"Dalam revisi ini, kami mengimbau masyarakat luas untuk memahami kegiatan yang ada. Ketika mendapat satu posting, berpikir dulu sebelum meneruskan. Think before click," ujar Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/11).
Jika tetap menyebarkan informasi yang salah, atau memuat konten negatif lainnya. Berikut sanksi pidana yang bakal dijatuhkan bagi pelakunya, antara lain:
1. Pelanggaran terhadap kesusilaan, ancaman maksimal 6 tahun penjara;
2. Perjudian, ancaman maksimal 6 tahun penjara;
3. Memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sebelumnya maksimal hukuman 6 tahun penjara, kini menjadi 4 tahun penjara;
4. Pemerasan, ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, ancaman maksimal 4 tahun penjara;
5. Konten yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen, ancaman maksimal 6 tahun penjara; dan,
6. Isu SARA atau menyebabkan permusuhan, ancaman maksimal 6 tahun penjara.
Masih berani sebar informasi bohong?
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaMenkominfo akan menertibkan akun buzzer yang menyebarkan informasi hoaks dan radikalisme.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaJangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca SelengkapnyaAturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaPolisi mengungkap kasus provokasi yang memicu sejumlah tawuran di Jakarta. Empat orang tersangka pelakunya ditangkap.
Baca SelengkapnyaGalih Loss ditangkap polisi karena konten bermuatan penistaan agama
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaSeluruh fraksi menyetujui hasil rancangan revisi UU ITE yang dibahas oleh Komisi I DPR dengan pemerintah.
Baca SelengkapnyaSAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
Baca Selengkapnya