Mencari Jalan Keluar untuk Korban Doni Salmanan
Merdeka.com - Majelis Hakim menjatuhkan vonis Doni Salmanan penjara 4 tahun dan denda Rp1 miliar usai terbukti bersalah karena sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan hingga mengakibatkan kerugian konsumen investasi binary option.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Achmad Satibi di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (15/12).
Tuntutan tersebut bahkan terbilang ringan untuk Doni Muhammadi Taufik yang semula Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp10 miliar subsider 1 tahun penjara.
-
Siapa pelaku penipuan? Kelima tersangka tersebut telah dilakukan penahanan sejak tanggal 26 April 2024 dan terhadap satu WN Nigeria sudah diserahkan kepada pihak imigrasi untuk diproses lebih lanjut,' tuturnya.
-
Siapa yang mengungkapkan modus penipuan digital? Salah satu agen Brilink di Kecamatan Sanden bernama Supri Suharsana membongkar modus yang kerap dialami para korban.
-
Kenapa penipuan online di era digital mudah terjadi? Tapi di balik segala kenyamanannya, nggak bisa dipungkiri kalau era digital juga membuka peluang kejahatan berupa penipuan online yang marak terjadi.
-
Siapa korban penipuan uang? “Ya Tuhan duit Rp 2.000 dibuat jadi Rp 20.000 ditambahnya nol, Astagfirullah.. Astagfirullah,“ ujar pedagang wanita yang diduga jadi korban penipuan.
-
Siapa korban penipuan ini? Namun data universitas itu masih dalam penyidikan sehingga belum bisa disampaikan ke publik.
-
Bagaimana cara penipuan online dilakukan? Penipuan online juga nggak kalah canggih. Saya pernah dapet email dari pangeran Nigeria. Katanya mau bagi warisan 10 juta dolar. Saya mikir, 'Wah, lumayan nih, bisa buat modal nikah.' Tapi habis itu saya sadar, 'Emang kenapa juga pangeran Nigeria kenal saya?'
Bahkan dalam tuntutan JPU turut menyertakan nota pengembalian barang bukti yang sudah direnggut dari Doni kepada para korban yang sudah tergabung dalam 'Paguyuban Korban Doni Salmanan' sebanyak lebih dari 170 orang dengan total 17 miliar.
Namun majelis hakim hanya mengenakan 'Crazy Rich' asal Bandung itu dengan dakwaan Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat 1 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara itu, dakwaan kedua terkait Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dinilai tak terpenuhi. Sehingga Hakim memutuskan tidak ada kewajiban bagi seorang Doni membayar ganti rugi kepada para korbannya.
Kendati demikian, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan berpendapat masih terbilang sulit untuk cara mengembalikan kerugian korban dalam hukum pidana.
"Karena kalau di pengadilan pidana pasalnya harus dibuktikan agar hasil kejahatannya berapa besar yang dihimpun. Kedua apakah dibuktikan satu persatu kerugiannya berapa," katanya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (21/12).
Belum lagi dari sekian banyak korban kasus trading Quotex ada juga yang justru tidak melaporkan. "Ini kan kejahatan yang korbannya bukan pelapor saja , tapi ada juga korban-korban yang tidak menjadi pelapor," imbuhnya.
Kendati demikian, Agustinus mengatakan, korban masih dapat melakukan gugatan kembali dengan unsur perdata. Walaupun semestinya dalam perkara sebelumnya dapat digabungkan.
"Kan di KUHAP dicantumkan untuk menggabungkan (pidana dan perdata) lewat JPU," tegas dia.
"Kalau itu tidak dilakukan maka harus dilakukan gugatan dalam perkara perdata jadi putusannya inkrah. Kalau keputusan belum inkrah tidak bisa," tambah Agustinus.
Lebih lanjut, dia menyebut masih ada kemungkinan agar harta korban dapat dikembalikan 100 persen. Namun hal tersebut dikembalikan lagi dalam pembuktiannya.
"Kalau dia bisa membuktikan kalau rugi sekian tentu bisa dikabulkan," tutupnya
Namun dibutuhkan suatu organisasi yang dapat menghimpun para korban agar hasil dari gugatannya dapat disalurkan sesuai dengan kerugian masing-masing korbannya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni menyebut, dibutuhkannya pendekatan berbeda dalam menyelesaikan perkara korupsi.
Baca SelengkapnyaPolisi sempat kesulitan untuk mengetahui identitas dari jenazah Akseyna.
Baca SelengkapnyaSelama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
Baca SelengkapnyaAhmad Sofian yang dihadirkan oleh Jaksa menjelaskan pidana restitusi merupakan ganti rugi dibebankan kepada pelaku untuk berikan kepada korbannya.
Baca SelengkapnyaSembilan tahun kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori belum juga terungkap.
Baca SelengkapnyaReza juga mengingatkan, korban salah tangkap mendapat ganti rugi. Demikian praktik di banyak negara.
Baca SelengkapnyaICW menyebutkan jumlah uang pengganti yang dituntut jaksa Kejagung lebih besar dibanding KPK.
Baca SelengkapnyaAparat Polrestabes Semarang masih terus melakukan penyelidikan temuan mayat yang ditemukan dalam kondisi terbakar di Jalan Marina Raya, Tawangsari.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan mengajukan kasasi atas vonis bebas PN Surabaya terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Baca SelengkapnyaHal tersebut mengingat kematian Dini yang tidak wajar tidak menjadi pertimbangan.
Baca Selengkapnya"Tiga hakim yang memutuskan vonis bebas, mereka sakit semua," tegas Sahroni.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini, pelaku pembunuhan mahasiswa Ubaya belum disidang.
Baca Selengkapnya