Mencari Obat Penawar Virus Corona
Merdeka.com - Dunia kini punya musuh bersama. Virus Corona atau Covid-19. Ribuan orang di seluruh dunia terinfeksi. Tak sedikit yang meninggal akibat virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Dalam hitungan bulan, virus ini dengan cepat menyebar ke berbagai belahan dunia. Termasuk di Indonesia. Harapan menjinakkan virus ini datang seiring semakin banyak pasien yang dinyatakan sembuh. Meskipun hingga saat ini belum ditemukan obat penawarnya. Para ahli, ilmuwan dan dokter di penjuru dunia berjalan dalam gerak langkah sama. Mencari penawar virus dengan gejala umum berupa demam dan batuk.
Pemerintah Israel misalnya. Menteri Sains dan Teknologi Israel, Ofir Akunis optimistis para ilmuwan negara mereka akan menemukan vaksin corona dalam waktu dekat jika semua proses penelitian berjalan lancar.
-
Apa saja gejala yang dialami pasien pertama Covid-19? Setelah kembali ke Depok, NT mulai merasakan gejala seperti batuk, sesak, dan demam selama 10 hari. Ia berobat ke RS Mitra Depok dan didiagnosis mengidap bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia yang menyebabkan peradangan pada paru-paru.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama ditemukan? Menurut pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo, kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, yang merupakan seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
"Yang perlu kita lakukan hanyalah menyesuaikan sistem ini ke virus corona jenis baru ini. Kita sedang mengerjakan ini dan semoga dalam beberapa pekan kita sudah punya vaksinnya. Betul, dalam beberapa pekan, jika semuanya lancar, kita akan punya vaksin untuk mencegah virus corona," kata Akunis.
Upaya menekan sebaran virus corona juga dilakukan Pemerintahan Thailand. Sejumlah dokter di sana berhasil menyembuhkan seorang pasien terinfeksi virus corona dengan memberi kombinasi obat antivirus. Dr Kriangsak Atipornwanich yang menangani pasien di Rumah Sakit Rajavithi Bangkok mengaku telah memberikan ramuan penawar virus. Berupa kombinasi obat anti-HIV dan flu. Obat ini diberikan pada pasien virus corona berusia 71 tahun.
"Saya menangani pasien dengan kondisi yang parah, dan hasilnya sangat memuaskan. Kondisi pasien kini membaik dengan cepat dalam 48 jam. Dan hasil pemeriksaan juga menunjukkan perubahan dari yang tadinya dia positif corona menjadi negatif dalam 48 jam juga," kata Atipornwanich, seperti dilansir laman CNN, Senin (3/2).
China sebagai negara tempat virus corona mewabah pertama kalinya juga tidak mau ketinggalan. Tenaga medis di China mulai menguji coba obat Remdesivir buatan Gilead Sciences Inc untuk diberikan pada pasien suspect corona. Obat ini sebelumnya dipakai untuk menekan wabah penyakit menular seperti Ebola dan SARS.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia melaporkan dua kasus suspect corona pada Senin 2 Maret lalu. Penderita adalah seorang ibu dan putrinya. Pemerintah mengklaim kondisi keduanya mulai membaik walaupun sampai saat ini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Suroso.
Pemerintah mengaku siap menghadapi corona. Tetapi tetap saja ada keresahan di masyarakat karena hingga saat ini ditemukan obat atau vaksin penjinak corona
Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Chaerul Anwar Nidom, mengaku menemukan penangkal corona. Menggunakan bahan-bahan alami kombinasi dari sari-sari rempah (curcuma), Nidom meyakini cukup baik sebagai penangkal corona.
"Di beberapa tempat saya tawarkan apa yang bisa digunakan untuk menangkal virus corona. Kita bisa mengatasinya dengan mengonsumsi makanan maupun minuman yang mengandung curcuma seperti jahe, kunyit dan temulawak," ujar Nidom, Selasa (18/2).
Terbaru, Universitas Airlangga Surabaya bekerja sama dengan Kobe University, Jepang mengklaim telah menemukan alat pendeteksi virus corona. Rektor Unair Prof Mohammad Nasih mengatakan, alat ini dapat mengidentifikasi pasien yang sudah di-suspect terjangkit corona.
Seluruh dunia bekerja keras memerangi virus corona lewat penelitian yang mereka lakukan. Meski sebagian negara menyatakan berhasil atas temuannya, World Health Organization (WHO) sebagai organisasi kesehatan dunia belum memberikan keputusan rujukan medis dari negara mana yang akan dipakai secara global untuk mengatasi corona.
Obat Penangkal Corona
Juru Bicara terkait Penanganan Corona, Achmad Yuniarto, menegaskan bukan hanya Indonesia, dunia juga memiliki vaksin resmi memerangi corona.
"Soal obat, bukan hanya Indonesia yang belum mempunyai obat. Dunia internasional belum punya obat," kata Yuniarto saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (5/3).
Meskipun sejumlah negara mengaku berhasil mengatasi corona, kata Yuniarto, bukan karena pengaruh obat peredam corona. Dia memastikan, dunia justru dengan mencari obat terbaik memerangi corona yang menjangkit sejumlah negara.
"Berhasil itu kan bukan berarti ada pengobatannya kan. Semua pakar di dunia memikirkan ini. Corona ini kan masalahnya dunia loh. Potensi menjadi pandemi. Bukan cuma Indonesia perlu langkah cepat untuk menangani ini, semua di dunia. Kita sudah bergabung di WHO sana, enggak bekerja sendiri kita. WHO mengumpulkan seluruh kapasitas-kapasitas di dunia untuk menghadapi seluruh masalah kesehatan," kata Yuniarto menjelaskan.
Dia menjelaskan, untuk mencari penawar corona, yang harus dilakukan tentunya mengenali lebih dahulu varian genetik dari virus yang baru dikenali dua bulan terakhir. Kemudian, katanya, spesimen virus juga tidak bisa hanya mengambil dari satu negara misalnya China sebagai lokasi terjadinya wabah. Melainkan seluruh dunia.
"Karena ini bukan obat yang berlaku lokal. Jadi enggak semudah itu. Tetapi kemudian kita bukan enggak melakukan apa-apa, buktinya sekarang 54 persen sembuhkan," katanya.
Yuniarto mengakui, sebaran corona terkini justru ditemukan di luar negara China seperti Jepang, Korea Selatan, Iran dan Italia. Selain itu, beberapa negara seperti Indonesia juga baru melaporkan temuan corona.
Menurutnya, kondisi meluasnya temuan virus corona karena mobilitas penderita dengan Covid-19 di dalam tubuhnya tidak terdeteksi di pintu masuk sejumlah negara mana. Kondisi itu dikarenakan terjadinya pergeseran, bahwa gejalanya dirasakan penderita menjadi semakin lebih ringan.
"Sehingga orang dengan virus yang positif tapi gejala yang muncul ringan. Tidak terlalu berat, panasnya tidak tinggi, batuk tidak terlalu kelihatan sekali. Bahkan di beberapa laporan yang kita dapatkan ada yang asimtomatik atau tidak menunjukkan gejala. Ini bisa dimaknai bahwa virus yang masuk ke dalam dirinya tidak sempat mereplikasi, tidak sempat beranak pinak. Ada di dalamnya tetapi tidak beranak pinak. Kondisi ini kita tengarai kemungkinan yang paling besar adalah daya tahan tubuhnya bagus, yang ke 2 memang virusnya sudah menjadi semakin melemah," jelas dia.
Yuniarto menerangkan, karakteristik virus corona pada dasarnya mirip dengan influenza. Sehingga ketika imunitas seseorang dalam kondisi cukup baik, maka proses pemulihan bisa lebih cepat.
"Wong corona enggak diapa-apain juga sembuh. Ini kan penyakit influenza biasa. Cairan tubuh yang bagus itu akan bisa menyebabkan tubuh seseorang itu cepat pulih. Dan jangan kemudian dibungkus Indonesia belum punya obat corona, kayaknya Indonesia itu miskin buanget," tegas sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan itu.
Virus Lemah Melawan Imun Kuat
Virus corona seolah setan paling menakutkan bagi semua negara saat ini. Semua orang dibuat cemas karena belum ada obat ditemukan untuk mengobati mereka yang terpapar.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Faqih, mengatakan sebenarnya dalam kondisi seperti ini, WHO biasanya akan menunjuk negara mana yang khusus mengkaji vaksin dan khusus mengkaji obat.
"Sebenarnya kami menunggu dari WHO," kata Faqih saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (5/3).
Sembari menunggu instruksi dari WHO, IDI, katanya, akan fokus membantu pemerintah agar virus ini tidak mewabah di Indonesia.
Faqih menambahkan, sejumlah negara memang mengonfirmasi berhasil menangani pasien suspect virus corona. Dia yakin, keberhasilan itu tidak lepas dari bagaimana imun si pasien melawan dengan penuh daya untuk mengalahkan virus corona.
"Virus itu safe limiting disease, virus itu hilang dengan sendirinya tinggal imunitas kita ini. Pengobatannya itu tinggal imunitas yang dijaga biar imunitas melawan virus itu. Kalau imunitas kita yang kalah berarti kita yang mati, tapi kalau imunitas kita yang menang, virusnya yang mati," jelasnya.
Menyikapi tingginya angka kematian utama di China, kata Faqih, umumnya itu terjadi karena setelah terpapar virus corona, pasien juga mengidap sejumlah sakit penyerta seperti diabetes atau gagal ginjal.
"Nah terinfeksi virus tambah drop dia, tambah sakit," katanya.
Ditambahkan Pakar Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra, konsumsi suplemen atau makanan sehat sangatlah tepat untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga imun seseorang menjadi kuat. Imun yang kuat, katanya, menjadi obat paling mujarab melawan kejahatan virus termasuk corona.
"Jadi pendekatannya yang terbaik itu adalah meningkatkan vitalitas badan kita karena virus itu sebenarnya tergantung badan kita. Kalau kitanya lebih kuat dari virus ya virus kalah dengan sendirinya," jelas Hermawan.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peneliti mengidentifikasi total 125 spesies virus saat meneliti ratusan ekor hewan yang mati di peternakan bulu.
Baca SelengkapnyaLonjakan kasus penyakit mirip influenza ini membuat sebuah RS di China penuh. Banyak pasien anak-anak yang terpaksa dirawat di koridor dan tangga rumah sakit.
Baca SelengkapnyaPasien mengembuskan napas terakhir di RS Embung Fatimah pada 18 Desember 2023.
Baca Selengkapnya"Tiap tahun di dunia sekitar 1,3 juta orang meninggal atau dua setengah orang per menit meninggal di dunia," kata Budi
Baca SelengkapnyaVirus rabies kembali merebak dan menelan korban jiwa.
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaKasus pneumonia tengah melonjak di China sejak pertama kali dilaporkan pada 13 November 2023.
Baca SelengkapnyaBelum tersedia vaksin untuk manusia yang terjangkit virus ini.
Baca SelengkapnyaPenyakit Pernapasan Melonjak di China, WHO Minta Penjelasan
Baca SelengkapnyaKasus pneumonia misterius baru-baru ini menghebohkan China.
Baca SelengkapnyaKemenkes RI sudah mengirimkan vaksin Inavac ke Dinkes Sumsel.
Baca SelengkapnyaPenyiapan tempat karantina ini untuk mencegah penularan TBC di Indonesia.
Baca Selengkapnya