Mendagri imbau DPR hormati putusan MK soal UU MD3
Merdeka.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo ikut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa kewenangan DPR dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2028 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3.
Ada pun pasal yang dibatalkan mengenai kewenangan DPR untuk memanggil paksa seseorang, penghinaan terhadap parlemen dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemeriksaan anggota dewan yang terlibat pidana.
"Sudah diputuskan hukum, iya kita sebagai negara hukum, ikut dan taat apa yang telah diputuskan MK yang final dan mengikat," kata Tjahjo di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (29/6).
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa yang diputuskan terkait kehadiran anggota DPR? “Karena memang setelah pemerintah mengumumkan masa pandemi berakhir, jadi di sekitar kantor DPR ini sekarang semua ya kehadiran itu adalah kehadiran fisik,“ ujar dia.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Bagaimana DPR meminta polisi usut kasus? Sahroni meminta polisi menjawab pertanyaan publik dengan hasil penyelidikan yang objektif.
-
Siapa yang diadukan ke DKPP? Dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2024, Nus Wakerkwa mengadukan Ketua KPU Hasyim Asy’ari berserta anggota KPU Mochammad Afifuddin dan Parsadaan Harahap.
-
Kapan Komisi III DPR tolak calon hakim agung? Namun, Komisi III DPR RI, Rabu (28/8), sepakat tidak menyetujui 12 nama yang direkomendasikan KY.
Tak hanya itu, politisi PDI Perjuangan ini menyebut anggota dewan dapat memahami apa yang telah diputuskan oleh lembaga pimpinan Anwar Usman tersebut.
"Saya kira teman-teman juga paham itu," tutup Tjahjo.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Nomor 2 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD, DPRD atau UU MD3.
"Sebagaimana diuraikan, Mahkamah berkesimpulan mengabulkan permohonan para pemohon, untuk sebagian," kata Ketua Hakim Majelis Anwar Usman di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).
Terkait pasal 73, MK berpendapat hal tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Pasal 73 ayat 3 ayat 4 ayat 5 dan ayat 6, UU No 2 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas UU No 17 tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD, lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2018 No. 29, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187, dianggap bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Anwar Usman.
Mengenai Pasal 122, disebutkan MKD dapat bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan (menghina) kehormatan DPR dan anggota DPR. Lewat gugatan pemohon yang mencemaskan degradasi kebebasan bersuara, maka dengan itu, MK memutus untuk menolak karena juga dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
"Pasal 122 huruf l UU no 2 tahun 2018 tentang kedua atas UU no 17 th 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD, lembaran negara RI tahun 2018 no 29, tambahan lembaran negara RI no 6187 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," baca Hakim Anwar.
Terakhir, mengenai pasal 245 terkait pertimbangan MKD dalam pemeriksaan anggota DPR yang terlibat pidana. MK tidak memutus untuk menolak hal tersebut seluruhnya.
Melainkan, hanya membenahi frasa 'Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden'.
MK melihat hal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai dalam konteks semata-mata pemanggilan dan permintaan keterangan (saksi) kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diduga melakukan tindak pidana.
Reporter: Ika Defianti
Sumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.
Baca SelengkapnyaAgar tindakan segelintir oknum tidak merusak citra Mabes TNI.
Baca SelengkapnyaBaleg DPR berdalih putusan MK justru akan diakomodir di RUU Pilkada tersebut.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh elemen masyarakat yang telah memberikan aspirasi hingga menggelar aksi.
Baca SelengkapnyaDjarot khawatir RUU tersebut bisa menyingkirkan hakim-hakim MK.
Baca SelengkapnyaRapat ini diyakini dilakukan karena DPR hendak membatalkan putusan MK soal aturan pencalonan Pilkada.
Baca SelengkapnyaPDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.
Baca SelengkapnyaBadan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU
Baca SelengkapnyaRapat yang digelar pada Rabu (21/8) ini hanya beda sehari pasca-putusan MK terkait Pilkada.
Baca SelengkapnyaAirlangga mengaku pihaknya akan tetap mengikuti aturan MD3 dan memang tidak tertarik dengan kursi Ketua DPR.
Baca SelengkapnyaSaid menilai tidak memahami pernyataan seseorang atau tokoh secara utuh dapat menyesatkan publik yang kemudian menjurus kepada kegaduhan.
Baca SelengkapnyaUU MD3 Masuk Prolegnas 2024, Revisi untuk Beri Jalan Golkar Ambil Jatah Ketua DPR?
Baca Selengkapnya