Menengok Tarif PCR di Negara Lain, Benarkah Indonesia Termurah?
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo meminta tarif tes Polymerase Chain Reaction (PCR) diturunkan menjadi Rp300.000. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tarif tersebut paling murah jika dibandingkan dengan harga tes PCR di dunia.
"Harga PCR yang ditentukan Presiden kemarin itu sudah 10 persen paling bawah, paling murah dibandingkan tes PCR di seluruh dunia, di airport-airport," katanya dalam konferensi pers, Selasa (26/10).
Mayoritas tarif tes PCR di dunia di atas Rp300.000. Namun, India mencatat tarif tes PCR terendah di dunia yakni hanya Rp160.000.
-
Kenapa negara termiskin kesulitan beli vaksin? Ini terlepas fakta bahwa negara termiskin juga berjuang untuk membeli dan meluncurkan vaksin COVID-19 untuk melawan pandemi.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Kenapa jumlah dokter di Indonesia masih rendah? Mengutip pernyataan Wakil Menteri Kesehatan, dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, KEMD saat memberikan materi di acara yang sama, saat ini rasio jumlah dokter Indonesia masih tergolong sangat kecil, yaitu 0,47 dokter per 1.000 penduduk. 'Angka ini jauh di bawah standar WHO yang minimalnya 1 dokter per 1.000 penduduk,' ujar Dante.
-
Apa tujuan produksi vaksin dalam negeri? Kemandirian dalam produksi vaksin merupakan salah satu kebijakan utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meningkatkan ketahanan kesehatan nasional.
-
Kenapa metode AI ini hemat biaya? Teknologi revolusioner dan mutakhir yang masih dikembangkan ini memungkinkan deteksi dini terhadap berbagai penyakit.
Rendahnya tarif tes PCR di India karena negara tersebut bisa memproduksi alat kesehatan sendiri. Berbeda dengan Indonesia yang masih bergantung pada alat kesehatan import.
Saat ini, tarif tes PCR masih di angka Rp495.000 untuk Pulau Jawa dan Bali, sedangkan luar Jawa dan Bali Rp525.000 dengan masa berlaku 2 x 24 jam.
Lalu benarkah harga tes PCR di Indonesia termurah jika dibandingkan dengan tes PCR di seluruh dunia? Merdeka.com mencoba merangkum biaya tes PCR di beberapa negara sebagai berikut:
AustraliaTes PCR di Australia mematok harga Rp0 atau gratis. Menurut situs healthdirect.gov.au, masyarakat hanya membayar jasa dokter umum. Jika, mereka tidak menawarkan tagihan massal, tapi tesnya sendiri tidak dipungut biaya atau gratis.
IndiaDikutip dari India Today, harga tes Covid-19 di India jauh lebih murah dari Indonesia. Pemerintah India menetapkan harga PCR sebesar 500 rupee atau sekitar Rp95.000. Harga tersebut turun dari sebelumnya harga test PCR mematok harga sebesar 800 rupee atau setara Rp150.000. Adapun untuk tes swab antigen, tarifnya sebesar 300 rupee atau setara dengan Rp56.000.
"Memang India negara yang paling murah untuk semua selain China karena memang mereka punya produksi dalam negeri," ujar Budi.
MalaysiaDikutip dari The Star, tes PCR di wilayah Semenanjung Malaysia dibanderol 150 ringgit Malaysia atau setara dengan Rp512.000, dan antigen 60 ringgit Malaysia sekitar Rp200.000. Sedangkan di Sabah dan Serawak, harga tertinggi untuk PCR 200 ringgit Malaysia atau sekitar 683 ribuan . Sementara antigen 80 ringgit Malaysia atau sekitar Rp273.000.
ThailandDikutip dari Kompas, biaya tes PCR di Bangkok berkisar angka 3.000 Bath atau sekitar Rp1.279.900 (kurs Rp426). Namun, beberapa rumah sakit di Thailand bahkan menerapkan biaya tes PCR lebih mahal. Seperti misalnya Bangkok Hospital, menerapkan harga tes PCR sebesar 4.000 Bath atau sekitar Rp1.706.600.
SingapuraDikutip dari Kompas, Biaya tes PCR resmi ditetapkan sebesar 160 dollar Singapura atau setara Rp1.685.200 (kurs Rp10.530) dan sudah termasuk pajak. Lokasi tes untuk mereka yang baru masuk ke Singapura dilakukan melalui Bandara Canghi, Woodlands and Tuas Checkpoints, dan Tanah Merah Ferry Terminal.
Sementara untuk warga Singapura yang masuk dalam kategori menerapkan Stay-Home Notice (SHN), ditetapkan biaya tes PCR ditetapkan sebesar 125 dollar Singapura atau sekitar Rp1.316.600.
USADikutip dari the New York Times, Amerika mematok biaya tes PCRs ekitar sebesar USD100 atau setara dengan Rp1,4 juta. Selain itu, situs resmi pemerintah Chicago, negara bagian Illinois, menyebut jika tes PCR yang dilakukan di wilayah tersebut berkisar harga USD179 atau setara dengan Rp2,5 juta untuk sekali tes.
InggrisDikutip dari The Guardian memberikan informasi bahwa harga test PCR yang dipatok di Inggris berkisar antara 20 - 250 euro, atau setara Rp300.000 sampai Rp4,2 juta. Adanya variasi harga tersebut bergantung pada jenis paket tes yang ditawarkan dari masing-masing penyelenggara tes. Jenis paket yang ditawarkan umumnya ada dua. Yakni, paket tes di rumah dan paket tes langsung di klinik.
Keresahan Masyarakat
Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 IDI Prof Zubairi Djoerban merasakan keresahan. Ia membayangkan berapa banyak duit yang harus dikeluarkan untuk memenuhi syarat perjalanan jauh menggunakan hasil tes PCR.
"Bayangkan kalau sekeluarga 4-5 orang," kata Zubairi dalam akun twitternya @ProfesorZubairi seperti dikutip merdeka.com, Selasa (26/10).
Ia berharap pemerintah mencairkan subsidi.
"Harga tes PCR jadi Rp300 ribu sepertinya masih berat bagi sebagian besar kalangan. Apalagi jika diterapkan di seluruh moda transportasi. Bayangkan kalau sekeluarga 4-5 orang. Kekuatan pasar harus mendorong harga PCR terus turun--didukung pemerintah yang juga menerapkan subsidi," demikian cuitan Zubairi.
40.000 Teken Petisi Tolak PCR Syarat Wajib Penerbangan
Muncul petisi di situs Change.org untuk menghapuskan aturan kewajiban test PCR bagi calon penumpang pesawat terbang. Hingga Selasa (25/10), sedikitnya 40.000 orang teken petisi tolak wajib tes PCR untuk penerbangan.
Petisi ini pertama dibuat oleh Dewangga Pradityo Putra, seorang engineer pesawat. Dalam posisinya, ia menganggap bahwa kebijakan yang mengharuskan seseorang melakukan tes PCR walaupun sudah divaksin dua kali, dapat menyebabkan penerbangan berkurang sehingga industri penunjangnya pun akan semakin kesulitan.
"Saya merasakan sekali dampak pandemi ini di pekerjaan. Penerbangan berkurang, teman saya juga ada yang dirumahkan jadinya. Padahal, sirkulasi udara di pesawat sebenarnya lebih aman karena terfiltrasi HEPA, sehingga udaranya bersirkulasi dengan baik, mencegah adanya penyebaran virus," tulisnya di petisi, Selasa (26/10).
Permintaan yang sama juga dibuat oleh Herlia Adisasmita, seorang warga yang tinggal di Bali. Bagi Herlia, Bali yang bergantung pada pariwisata sangat mengharapkan kedatangan dari turis domestik, sehingga adanya peraturan wajib PCR dianggap akan memberatkan dan malah akan membuat industrinya semakin menghadapi keadaan yang sulit, terutama mengingat harga PCR yang terlampau mahal.
"Kami harus bagaimana lagi? Bangkrut sudah, nganggur sudah, kelaparan sudah, bahkan banyak di antara kami yang depresi, rumah tangga berantakan karena faktor ekonomi, atau bahkan bunuh diri," tuturnya.
Reporter Magang: Leony Darmawan
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan keberadaan produk alat kesehatan buatan dalam negeri nantinya bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaProduk dalam negeri memiliki kualitas yang bagus dibandingkan produk impor dari China.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi juga telah memberikan instruksi untuk mencari solusi guna menekan harga obat di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, alat kesehatan di Indonesia masih didominasi impor.
Baca SelengkapnyaSingapura menyandang status sebagai negara maju namun tidak bisa memproduksi bahan pangan sendiri.
Baca SelengkapnyaKisah beberapa WNI yang memutuskan lebih memilih berobat di rumah sakit luar negeri.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, Indonesia sendiri dalam hal ini adalah swasta pada dasarnya telah memiliki industri ponsel sendiri.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi meminta jajaran anggota kabinet menekan harga obat dalam negeri agar setara dengan negara lain.
Baca SelengkapnyaDampak buruk pelemahan rupiah karena tingkat importasi obat-obat-obatan di Indonesia masih relatif tinggi.
Baca SelengkapnyaBudi mengakui, harga obat dalam negeri sangat mahal. Bahkan, tiga hingga lima kali lebih mahal daripada Malaysia.
Baca SelengkapnyaPemerintah China memiliki dukungan yang penuh kepada para pelaku usahanya.
Baca SelengkapnyaEks Mendag bongkar biaya produksi satu unit iPhone yang ternyata sangat murah.
Baca Selengkapnya