Mengaku intel KPK, Dedi dan Rusmanto coba peras RSUD Wonosari
Merdeka.com - Dua oknum yang mengaku intelijen Komisi Pemberantasan Korupsi ketahuan mencoba memeras Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sejumlah pusat kesehatan masyarakat serta desa di wilayah ini. Mereka menakut-nakuti akan melaporkan pihak yang diperas jika tidak memberikan uang diminta.
Menurut pengakuan Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) RSUD Wonosari, Aris Suryanto, pada Kamis (20/3) tempatnya bekerja didatangi dua orang yang mengaku bernama Dedi Irawan dan Rusmanto. Mereka mengaku hendak mengusut dugaan korupsi proyek di institusi itu.
"Keduanya akan melakukan penyelidikan proyek pada 2003 hingga 2012. Mereka mengaku memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebuah kasus ke pengadilan layaknya lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan," kata Aris, seperti dikutip dari Antara, Minggu (23/3).
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Apa yang sedang diselidiki KPK? Didalami pula, dugaan adanya penggunaan kendali perusahaan tertentu oleh saksi untuk mengikuti proyek pengadaan di Kementan RI melalui akses dari Tersangka SYL,' ungkap Ali.
-
Kenapa Karutan KPK tidak melaporkan pungli ke atasannya? 'Justru yang dilakukan terperiksa sebagai Kepala Rutan dengan memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan ke atasannya tentang pungutan liar di Rutan KPK,' sambung dia.
-
Apa kasus yang sedang dihadapi KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
Kecurigaan Aris mulai bangkit saat Dedi dan Rusmanto menyodorkan surat tugas. Sebab saat dicocokkan dengan kartu nama keduanya terdapat perbedaan. Pada surat tugas dengan Nomor 4.002/ST.INV/LPPNRI-DPN/III/14 tertanggal 8 Maret 2014, tertulis nama Dedi dan Sudibyo.
Sementara itu, pada kartu nama keduanya tertera nama Dedi Irawan dan Sudibyo. Mereka masing-masing mencantumkan jabatan pada kartu namanya yakni Sekretaris Jenderal dan intelijen dari Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI). Institusi itu adalah binaan langsung Komisi Pemberantasan Korupsi yang berada di Polres Gunung Kidul.
"Keduanya juga tidak mengisi tanggal di buku tamu RSUD," ujar Aris.
Setelah keduanya pergi, Aris yang merasa curiga langsung mengontak kantor KPK di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Anehnya, setelah ditanya ternyata KPK tidak pernah mengutus dua orang itu untuk melakukan investigasi apapun.
Merasa janggal, Aris lantas mencari informasi perihal keberadaan kedua oknum itu. Dari penelusuran diketahui ternyata Dedi Irawan dan Rusmanto sudah beraksi di beberapa tempat. Antara lain di Puskesmas Nglipar I, Patuk I, Purwosari, Unit Pelayanan Teknis Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar setempat serta desa Sidorejo.
"Ada beberapa puskesmas yang menghubungi kami. Mereka juga didatangi oleh oknum tersebut dan meminta sejumlah uang. Atas dasar itulah, besok saya akan melaporkannya ke kepolisian. Saya memiliki bukti kartu nama dan buku tamu," sambung Aris.
Selain itu, lanjut Aris, rekanan yang pernah melakukan kerja sama dengan RSUD Wonosari sempat memberikan uang kepada Dedi Irawan dan Rusmanto, dengan nilai berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Saat dikonfirmasi ihwal modus dugaan pemerasan itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Gunung Kidul, AKP Suhadi, mengaku pihaknya belum mendengar tentang dua orang yang mengaku sebagai intelijen KPK tersebut.
"Kami belum mendapatkan laporan. Tetapi jika RSUD akan melaporkan, akan kami proses," kata Suhadi.
Suhadi juga meminta masyarakat untuk mewaspadai modus yang dilakukan orang tidak bertanggung jawab untuk menipu.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pintu utama steril setelah polisi dilengkapi senjata api laras Panjang ikut menjaga pintu utama dari dalam gedung Kesekjenan DPR.
Baca SelengkapnyaSaat itu, TNI tak terima KPK menetapkan Henri Alfiandi sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaDia memastikan bahwa PDIP tidak akan melakukan intervensi pada aparat penegak hukum.
Baca SelengkapnyaHasto seharusnya dipanggil KPK pada Jumat, 19 Juli kemarin.
Baca SelengkapnyaDia pun meminta maaf atas ketidakhadirannya ke KPK, lantaran dirinya harus memimpin rapat terkait Pilkada.
Baca SelengkapnyaAnggota Dewas KPK, Albertina Ho menyatakan kewenangan menetapkan supervisi adalah pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaStaf Hasto Kristiyanto Cari Perlindungan ke LPSK lantaran berpotensi dikriminalisasi oleh penyidik KPK.
Baca SelengkapnyaHasto melanjutkan, dalam pemeriksaan dirinya membantah kenal baik dengan tersangka kasus tersebut.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto buka suara soal pemanggilannya sebagai saksi di dugaan kasus korupsi DJKA
Baca SelengkapnyaSoal baiknya bagaimana sikap KPK, Jokowi tidak ingin berkomentar.
Baca SelengkapnyaHal itu diakui Kusnadi saat dicecar awak media usai melaporkan tindakan penyitaan dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri.
Baca SelengkapnyaIndra pada pemeriksaan hari ini batal karena ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan.
Baca Selengkapnya