Mengenal alat musik tradisional Rinding Gumbeng asal Gunungkidul
Merdeka.com - Tak banyak yang tahu bahwa di Gunungkidul, DIY ada sebuah alat musik tradisional bernama Rinding Gumbeng. Rinding Gumbeng merupakan alat musik musik tiup yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar bambu.
Rinding Gubeng diperkirakan sudah dimainkan sejak ratusan tahun yang lalu. Tak ada literatur pasti yang menyebutkan kapan alat musik Rinding Gumbeng mulai dikenal oleh masyarakat Gunungkidul. Masyarakat Gunungkidul hanya mengenal Rinding Gumbeng secara turun menurun dari sejarah lisan yang diceritakan oleh para sesepuh.
Salah satu yang masih melestarikan dan memainkan Rinding Gumbeng adalah Sri Hartini (48), warga Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Gunungkidul. Setiap Jumat malam, Sri Hartini bersama dengan warga Dusun Duren lainnya, aktif berlatih dan memainkan Rinding Gumbeng.
-
Kapan gurindam populer di Indonesia? Puisi lama ini mulai masuk dan terkenal di Indonesia, tepatnya pada masa kerajaan Hindu.
-
Kapan Angklung Caruk mulai dimainkan? Pada tahun 1938 mulai dimainkan adu gending antara daerah satu dengan daerah lain. Adu gending ini dinamakan Angklung Caruk.
-
Kapan lagu Rungkad mulai populer? Lagu Rungkad pertama kali dikenal publik pada 27 Agustus 2022.
-
Kapan alat musik tulang manusia ditemukan? Sebuah makam berisi tulang paha manusia berusia 4.500 tahun ditemukan di Wiltshire, dekat Stonehenge, Inggris.
-
Siapa yang pertama kali nyanyi lagu Rungkad? Lagu ini dipopulerkan oleh penyanyi dangdut anyar, Happy Asmara.
-
Kenapa Bregada Bugis diiringi Gending Sandung Liwung? Saat berjalan Bregada Prajurit Bugis diiringi dengan Gending Sandung Liwung
Sri Hartini menceritakan bahwa awal mula alat musik Rinding Gumbeng dikenal karena dimainkan saat panen hasil bumi. Saat panen, masyarakat Gunungkidul biasanya mengarak hasil bumi dan Dewi Sri keliling kampung sembari memainkan Rinding Gumbeng. Dalam mitologi Jawa, Dewi Sri dikenal sebagai dewi kesuburan. Dengan mengarak hasil bumi, diharapkan hasil panen berikutnya akan lebih baik dan melimpah hasilnya.
"Masyarakat percaya ketika memainkan Rinding Gumbeng, Dewi Sri akan turun ke bumi. Merasa terhibur oleh permainan Rinding Gumbeng, Dewi Sri akan memberikan kesuburan kepada tanaman dan akan membuat hasil panen bertambah," jelas Sri Hartini, Kamis (20/4) yang lalu.
Selain dimainkan saat panen hasil bumi, Rinding Gumbeng, lanjut Sri Hartini, juga dimainkan saat upacara Sadranan atau Ruwahan. Acara ini biasanya diadakan pada bulan Ruwah, sebuah bulan dalam kalendar penanggalan Jawa.
"Biasanya dimainkan saat Ruwahan hutan rakyat Wonosadi, Ngawen, Gunungkidul. Ruwahan ini digelar setahun sekali," papar Sri Hartini yang merupakan Ketua Kelompok Ngudi Lestari yang merupakan pengelola dan pengawas Hutan Rakyat Wonosadi.
Sri Hartini menjelaskan bahwa untuk membuat Rinding Gumbeng tak bisa menggunakan bambu sembarangan. Bambu khusus yang digunakan adalah bambu Begung. Selain itu juga dibutuhkan pelepah aren.
"Dibuat dengan bambu. Panjangnya sekitar 25 cm dan tebal 2 mm. Di tengah belahan bambu diberi lubang, dan dibuat seperti jarum dengan panjang 20 an cm. Ujungnya diberikan tali untuk menarik. Sedang sisi lainnya sebagai pegangan," terang Sri Hartini.
Sri Hartini menguraikan bahwa untuk memainkan Rinding caranya cukup unik. Rinding diletakkan di bibir kemudian mulut sedikit membuka. Lalu pemain mengeluarkan suara dari dalam leher. Nanti jarum yang ada di tengah rinding akan bergetar dan muncul suara. Sedangkan Gumbeng adalah alat untuk mengiringi Rinding. Gumbeng terbuat dari bambu yang dibeberapa bagiannya diberi lubang.
"Rinding tidak punya nada-nada seperti piano atau seruling. Bunyi yang dikeluarkan tergantung dari perasaan pemainnya. Pemainnya sendiri bisa berjumlah empat atau lima orang. Masing-masing memegang rinding, kemudian dua gumbeng. Kadang ada satu orang penyanyi melantunkan lagu," tutur Sri Hartini.
Meskipun masih kerap dimainkan di Dusun Duren tetapi Sri Hartini mengeluhkan bahwa saat ini tak banyak generasi muda yang mau aktif dan terlibat kesenian Rinding Gumbeng. Padahal saat ini, setiap beberapa bulan sekali grup Rinding Gumbeng asal Dusun Duren ini rutin tampil dalam festival musik di Yogyakarta. Untuk menarik peminatnya, saat memainkan Rinding Gumbeng juga dikolaborasikan dengan alat musik tradisional lainnya.
"Kami terus berupaya agar generasi muda mau memainkan alat musik Rinding Gumbeng ini. Kami terus mengajak kepada anak muda untuk melestarikan alat musik asli Gunungkidul ini," pungkas Sri Hartini.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Alat musik dari Timur Tengah ini mirip dengan gitar pada umumnya, dimainkan dengan cara dipetik dan terdiri dari 3 sampai 12 senar.
Baca SelengkapnyaPerkembangan musik gejog lesung telah mengalami modifikasi dan sentuhan-sentuhan kreatif dari para musisi perdesaan agar tetap punya daya tarik.
Baca SelengkapnyaKromong sendiri adalah sejenis alat musik kelintang berbahan dasar perunggu yang berfungsi sebagai media komunikasi.
Baca SelengkapnyaWarga Pacitan punya cara unik membangunkan sahur yakni pakai kesenian rontek. Kini, rontek bisa dinikmati sebagai musik atraktif yang menghibur.
Baca SelengkapnyaKemunculan dongkrek awalnya sebagai upaya menolak bala atas pagebluk atau wabah penyakit.
Baca SelengkapnyaAlat musik yang dimainkan dengan cara dipetik mirip gitar ini sudah menjadi identitas kebudayaan Melayu yang berkembang di daerah Riau.
Baca SelengkapnyaSalah satu seni pertunjukan paling meriah di Banyuwangi.
Baca SelengkapnyaAlat musik sejenis gendang ini begitu populer di tanah Melayu khususnya Riau.
Baca SelengkapnyaTak ada satupun warga yang tahu kapan makam itu berdiri
Baca SelengkapnyaMelagukan pantun jadi ciri unik kesenian asli Betawi ini
Baca SelengkapnyaGonrang Sipitu-pitu salah satu alat musik Tradisional dari Simalungun yang terdiri 7 buah gendang.
Baca SelengkapnyaPermainan alat musik tradisional itu dilakukan untuk mengisi waktu kebersamaan mereka di rumah panjang.
Baca Selengkapnya