Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Menghapus Kekerasan Seksual Harus Menjadi Kepedulian Bersama

Menghapus Kekerasan Seksual Harus Menjadi Kepedulian Bersama Ilustrasi kekerasan dalam hubungan. ©Shutterstock

Merdeka.com - Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk terlibat dan peduli dalam upaya menghapus kekerasan seksual. Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati mengungkapkan, pada tahun 2019, kasus kekerasan seksual yang terjadi sebanyak 431.471 dan angka itu sangat besar.

"Bentuk-bentuk kekerasan seksual apa saja? Kalau kita melihat di mana ranahnya, ada ranah pribadi, ada ranah publik, dan ada ranah negara. Kalau di ranah pribadi ini yang paling banyak 75% dan itu terjadi dalam (bentuk) kekerasan fisik kemudian 25% itu terjadi dari kekerasan seksual," jelasnya dalam Dialog Interaktif bersama Pemangku Kebijakan untuk Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual yang digelar secara virtual oleh Youthizen, Jumat (4/9).

Hadir juga pembicara dari Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Valentina Gintings.

Orang lain juga bertanya?

Dalam penjelasannya, Retty menambahkan, jika dilihat dari ranah publik, kekerasan seksual ini bisa bermacam-macam. Dia menyebut 9 jenis kekerasan seksual yakni pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Kesembilan jenis kekerasan seksual itu dibuat berdasarkan laporan yang masuk ke Komnas perempuan di Indonesia. Akan tetapi, beberapa jenis kekerasan seksual masih belum dipayungi oleh hukum.

"Kekerasan seksualnya paling banyak ini ada 57%, kemudian kekerasan fisik ada 21%. Artinya bahwa, ini angka yang sangat sangat sangat besar diambil pada tahun 2019," jelas Retty.

Yang sangat memprihatinkan adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa kekerasan seksual di ranah privat atau personal banyak yang merupakan incest atau hubungan sedarah. Hal ini menandakan bahwa kekerasan seksual juga dapat terjadi di rumah, yang memiliki kesan aman. Namun, ada kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di rumah dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki relasi keluarga dengan korban seperti ayah tiri, ayah kandung, paman, dan bibi.

Komnas Perempuan juga menyoroti undang-undang yang masih belum memadai dalam mempersoalkan masalah kekerasan seksual.

"Mengapa ini menjadi sulit diadvokasi? Karena kasus yang banyak tadi itu, layanan yang sudah ada sekian ratus, hambatannya hanya satu sebetulnya. Payung hukumnya itu tidak memadai. Jenis kekerasan seksual yang ada tidak dikenali oleh payung hukum yang tersedia. Juga perlindungan bagi korban juga terbatas. Memang sudah ada rumah perlindungan, peraturannya juga sudah ada. Kemudian juga disebabkan karena dukungan pemulihan bagi korban yang minim. (dan) Juga budaya menyangkal dan juga menyalahkan korban. Ini adalah hambatan yang sangat besar. Itu yang menyebabkan kita jadi agak sulit dalam advokasi ini," papar Retty.

Walau sudah ada UU KDRT dan aturan lain di bagian anak, menurut Retty itu saja tidak bisa mengakomodir semua korban kekerasan seksual di Indonesia. Belum lagi jika terjadi kecacatan fisik akibat dari kekerasan seksual, pelakunya hanya mendapat hukuman berupa 10 tahun penjara atau denda beberapa puluh juta.

"Memang sudah ada di UU KDRT kemudian yang di bagian anak. Cuma saja menurut saya itu tidak bisa mengakomodir semuanya. Jika terjadi kecacatan pada anak korban kekerasan seks, pelaku hanya dihukum 10 tahun dan denda berapa puluh juta. Sehingga efek pemberatan tidak ada. Jika hal tersebut dilakukan oleh relasi, seperti guru dan orang tuanya, seharusnya ada efek pemberatannya. Payung hukum tidak cukup kuat," ujarnya.

Retty juga menyampaikan bahwa ketidakmampuan hukum untuk menjangkau korban kekerasan seksual dengan berbagai jenis dapat membuat korbannya enggan melakukan pelaporan.

Selain itu , Retty juga menyarankan agar sebaiknya dilakukan perubahan atau pembetulan cara pandang dari para pelaku. Oleh karena itu, pelaku membutuhkan waktu yang lebih lama agar dapat dibenahi pola pikirnya. Retty juga menyayangkan akan minimnya pemulihan bagi para korban dari kasus-kasus kekerasan seksual.

"Korban biasanya hanya dipanggil untuk menceritakan sesuatu. Kadang korban tidak mau. Ya wajar dia tidak mau, dia mau ketemu banyak orang kemudian menceritakan sesuatu yang itu tidak pantas untuk diceritakan. Dan dia tetap dipaksa untuk datang. Harusnya korban dipulihkan dulu, kemudian baru dibawa ke pengadilan," jelasnya.

Retty juga mengatakan bahwa untuk melakukan pencegahan dan intervensi, tidak cukup jika hanya dilakukan oleh Komnas perempuan saja. Oleh karena itu, penghapusan kekerasan seksual harus dilakukan bersama-sama, dimulai dari individu sampai dengan perilaku kultur bersama.

Sementara itu, menanggapi Retty terkait aturan seputar kekerasan seksual, Valentina mengatakan bahwa pihak Kementerian sudah menggalakkan perihal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual kepada DPR.

"Kami kemarin rapat kerja dengan DPR untuk memastikan bahwa RUU PKS harus tetap menjadi pokok pembahasan. Artinya, kami memahami bahwa RUU PKS ini menjadi sangat krusial untuk diselesaikan, karena oke kita sudah punya UU perlindungan anak, kita udah punya UU 17 tahun 2016 tentang pemberatan hukuman pada pelaku kekerasan seksual, khususnya untuk orang terdekat, tenaga pendidik, itu sudah ada, sudah sangat jelas disebutkan," ujar Valentina.

Reporter Magang: Maria Brigitta Jennifer (mdk/bal)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up

Kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan

Baca Selengkapnya
Puan Maharani Imbau Masyarakat ‘Berani Bersuara’ Tentang KDRT
Puan Maharani Imbau Masyarakat ‘Berani Bersuara’ Tentang KDRT

Kesadaran rakyat perlu dibangun bahwa perilaku KDRT tidak bisa dinormalisasikan dan harus segera dilaporkan.

Baca Selengkapnya
Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Bekasi Tertinggi di Jabar, Paling Banyak Soal KDRT
Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Bekasi Tertinggi di Jabar, Paling Banyak Soal KDRT

Paling tinggi yang dilaporkan adalah KDRT. Kemudian di posisi kedua kasus pelecehan seksual.

Baca Selengkapnya
Dewan Pers Ingatkan Media Hati-Hati Beritakan Kasus Kekerasan Seksual
Dewan Pers Ingatkan Media Hati-Hati Beritakan Kasus Kekerasan Seksual

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan, angka kekerasan seksual di masyarakat cukup tinggi berdasarkan hasil penelitian.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan Apresiasi Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Terbukti Lakukan Asusila
Komnas Perempuan Apresiasi Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Terbukti Lakukan Asusila

Sanksi tegas yang dijatuhkan tidak hanya akan menguatkan proses pemulihan korban

Baca Selengkapnya
Data Komnas Perempuan: Setiap Jam, 3 Wanita Indonesia jadi Korban KDRT di Rumahnya Sendiri
Data Komnas Perempuan: Setiap Jam, 3 Wanita Indonesia jadi Korban KDRT di Rumahnya Sendiri

Setidaknya tiga perempuan di Indonesia yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di setiap jamnya.

Baca Selengkapnya
Ketua DPR Minta Perguruan Tinggi Serius Tangani Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungannya
Ketua DPR Minta Perguruan Tinggi Serius Tangani Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungannya

Puan pun menyoroti pentingnya komitmen perguruan tinggi untuk serius menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Baca Selengkapnya
Stafsus Presiden Gelar Dialog Bahas Kekerasan Berbasis Gender Online, Kasus Tinggi Karena Korban Tak Lapor
Stafsus Presiden Gelar Dialog Bahas Kekerasan Berbasis Gender Online, Kasus Tinggi Karena Korban Tak Lapor

Sebab, termasuk enggan terjerat sebagai pelaku di UU ITE dan UU Pornografi.

Baca Selengkapnya
Marak Kasus KDRT, Rieke 'Oneng' Gemas Sudah Dibantu 'Eh Malah Balikan Lagi Sama Lakinya'
Marak Kasus KDRT, Rieke 'Oneng' Gemas Sudah Dibantu 'Eh Malah Balikan Lagi Sama Lakinya'

Politisi Rieke DIah Pitaloka bahas soal korban KDRT yang memutuskan kembali ke pasangannya.

Baca Selengkapnya
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan

Puan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.

Baca Selengkapnya
FOTO: Aksi Kamisan ke-808, Aktivis Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan
FOTO: Aksi Kamisan ke-808, Aktivis Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan

Aktivis menyoroti pola-pola kekerasan terhadap perempuan yang tak kunjung disikapi secara serius oleh negara.

Baca Selengkapnya
Memprihatinkan, KemenPPPA Catat Pidana Asusila dan Kekerasan Seksual Anak di Jawa Sangat Tinggi
Memprihatinkan, KemenPPPA Catat Pidana Asusila dan Kekerasan Seksual Anak di Jawa Sangat Tinggi

Tindak kejahatan seksual dengan anak sebagai korban adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Baca Selengkapnya