Menguji Klaim Dokter Lois, Benarkah Kematian Pasien Covid-19 Akibat Interaksi Obat?
Merdeka.com - Media sosial dihebohkan dengan pernyataan dokter Lois Owien yang menyebutkan bahwa sesungguhnya virus corona tidaklah nyata. Lois juga mengklaim bahwa banyaknya pasien yang meninggal adalah akibat dari interaksi obat.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan dan keresahan masyarakat. Lantas apa yang sebetulnya dimaksud dengan interaksi obat?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Guru besar farmasi UGM Prof Zullies Ikawati, PhD, Apt memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan interaksi obat.
-
Mengapa isu hoaks kesehatan banyak ditemukan? Berdasarkan kategori, sejak Agustus 2018 hingga Desember 2023, isu hoaks paling banyak berkaitan dengan sektor kesehatan. Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan sebanyak 2.357 isu hoaks dalam kategori kesehatan. Isu yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19 masih mendominasi dalam kategori ini. Selain itu ada banyak informasi yang menyesatkan berkaitan dengan obat-obatan dan produk kesehatan.
-
Siapa yang membenarkan kondisi Dokter Lo? Sahabat Dokter Lo sekaligus tokoh masyarakat dan Wakil Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) Sumartono Hadinoto menyampaikan kondisi sebenarnya.
-
Kenapa informasi ini hoax? Penelusuran Setelah dilakukan penelusuran, klaim Gibran Rakabuming Raka ditangkap polisi karena narkoba adalah tidak benar alias hoaks. Pada tanggal 28 Agustus 2024, Gibran terlihat mendampingi pasangan bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maemoen mendaftar ke KPU Jawa Tengah, Rabu (28/8). Kemudian tidak juga ditemukan berita dari media nasional yang memberitakan soal penangkapan Gibran karena pakai narkoba.
-
Kenapa Dokter Terawan jadi sasaran hoaks? Nama mantan Menteri Kesehatan Dokter Terawan Agus Putranto kerap kali menjadi sasaran berita bohong atau hoaks.
-
Siapa yang viral? Belum lama ini, aksi seorang wanita yang memberi kejutan pergi umrah untuk semua karyawannya viral di TikTok.
-
Siapa yang menyebarkan klaim ini? Video tersebut diunggah oleh akun Youtube bernama @AKTUAL pada Selasa (25/6) lau, dan telah ditonton hingga lebih dari 1000 kali.
"Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien. Secara umum, interaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain (bersifat sinergis atau additif), atau mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan," ujar Zullies melalui keterangan tertulis, di Jakarta (13/7) seperti dilansir Antara.
Berdasarkan penjelasan tersebut, interaksi obat tidak semuanya berkonotasi berbahaya, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual.
Banyak kondisi penyakit yang membutuhkan lebih dari satu macam obat untuk terapinya, apalagi jika pasien memiliki penyakit lebih dari satu (komorbid). Hal serupa juga terjadi pada kasus pasien-pasien Covid-19 yang memiliki komorbid.
Zullies kemudian menyebutkan hipertensi sebagai contoh penyakit yang tidak bisa terkontrol hanya dengan obat tunggal. Kadang jenis penyakit ini membutuhkan obat antihipertensi lain yang dikombinasikan dengan dua atau tiga obat antihipertensi lainnya. Dalam kasus ini Zullies menjelaskan bahwa pemilihan obat yang akan dikombinasikan harus tepat, yaitu yang memiliki mekanisme yang berbeda.
"Sehingga ibarat menangkap pencuri, dia bisa dihadang dari berbagai penjuru. Dalam hal ini, obat tersebut dapat dikatakan berinteraksi, tetapi interaksi ini adalah interaksi yang menguntungkan, karena bersifat sinergis dalam menurunkan tekanan darah," jelas Zullies.
Obat Terapi Covid-19
Lantas bagaimana dengan terapi Covid-19? Covid-19 merupakan salah satu penyakit unik di mana kondisi satu pasien dengan yang lain dapat sangat bervariasi. Pada kasus Covid-19 yang bergejala sedang sampai berat misalnya, maka dapat terjadi peradangan paru, gangguan pembekuan darah, gangguan pencernaan, dan lain-lain.
Karena itu, sangat mungkin diperlukan beberapa macam obat untuk mengatasi berbagai gangguan tersebut, di samping obat antivirus dan vitamin-vitamin. Justru jika tidak mendapatkan obat yang sesuai, dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian.
Dalam hal ini, dokter tentu akan mempertimbangkan manfaat dan risikonya dan memilihkan obat yang terbaik untuk pasiennya. Tidak ada dokter yang ingin pasiennya meninggal dengan obat-obat yang diberikannya.
Interaksi obat dapat merugikan jika adanya suatu obat dapat menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama. Atau bisa juga jika ada obat yang memiliki risiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama, maka akan makin meningkatkan risiko total efek sampingnya, jelas Zullies.
Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan.
"Seperti contohnya obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang dulu digunakan untuk terapi Covid, atau azitromisin dengan levofloksasin, mereka sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung. Jika digunakan bersama maka bisa terjadi efek total yang membahayakan," papar Zullies.
Selain itu, interaksi obat dapat meningkatkan efek terapi obat lain. Pada tingkat tertentu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain dapat menguntungkan, tetapi juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan. Zullies kemudian mencontohkan interaksi obat yang menyebabkan penurunan kadar gula darah yang berlebihan akibat penggunaan insulin dan obat diabetes oral, bisa menjadi berbahaya.
Menghindari Interaksi Obat
Ada sejumlah penyakit yang harus menggunakan kombinasi obat dalam terapinya. Untuk itu, perlu dipilih obat yang memiliki risiko interaksi terkecil.
Banyak buku-buku teks tentang interaksi obat yang dapat digunakan sebagai panduan dalam memilih obat yang akan dikombinasikan untuk meminimalkan interaksi obat.
Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan secara bersamaan.
Zullies menjelaskan bahwa pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya. Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).
Karena dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, maka solusi yang diberikan untuk mengatasi tiap kasus tentu berbeda.
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi obat tidak semudah itu menyebabkan kematian.
Jika ada penggunaan obat yang diduga akan berinteraksi secara klinis, maka pemantauan hasil terapi perlu ditingkatkan. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat interaksi obat, dapat segera dilakukan tindakan yang diperlukan, misal menghentikan atau mengganti obatnya, kata Zullies.
"Dan hal ini menunjukkan juga perlunya kerjasama antar tenaga kesehatan dalam memberikan terapi kepada pasien (dokter, perawat, hingga apoteker) sehingga dapat memantau terapi dengan lebih cermat, sehingga tidak berdampak membahayakan bagi pasien," tutup Zullies.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaIa membenarkan jika dokter Lo Siauw Ging MARS saat ini sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit Kasih Ibu (RSKI) Solo.
Baca SelengkapnyaRSUD Pirngadi Medan tak menampik dalam proses distribusi obat mengalami keterlambatan. Namun kini obat-obatan itu telah tiba di RSUD Dr.Pirngadi Medan.
Baca SelengkapnyaMengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati
Baca SelengkapnyaBeredar klaim penerima vaksin Covid-19 mRNA akan meninggal dalam 3 atau 5 tahun
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaBeredar penyebaran virus mpox merupakan efek samping vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaBeredar klaim bahwa kematian Victoria disebabkan oleh vaksin Covid-19.
Baca SelengkapnyaPengumpulan data primer dengan pendekatan analisis wacana melalui analisis data kuantitatif media monitoring Humas BKPK dan NoLimit.
Baca SelengkapnyaCovid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.
Baca SelengkapnyaPasien mengembuskan napas terakhir di RS Embung Fatimah pada 18 Desember 2023.
Baca SelengkapnyaZN mengaku tidak memberikan obat keras dalam jumlah banyak menggunakan suntikan ke tubuh pasiennya
Baca Selengkapnya