Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Menimbang Hukuman yang Pantas untuk Predator Anak, Kebiri atau Mati?

Menimbang Hukuman yang Pantas untuk Predator Anak, Kebiri atau Mati? Pelaku pemerkosaan 12 santri di Bandung. ©Istimewa

Merdeka.com - Pakar Kriminolog Forensik Reza Indragiri Amriel menilai, hukuman kebiri terhadap para pelaku pemerkosa anak tidaklah pas. Hal ini terkait dengan pemerkosa 21 santriwati di Bandung, Jawa Barat.

"Masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung dikebiri. Kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator, itu jelas salah kaprah," kata Reza dalam keterangannya, Sabtu (11/12).

Kebiri di Indonesia disebutnya tidak diposisikan sebagai hukuman. Melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic. Jadi, kebiri bukanlah hal yang menyakitkan dan justru sebagai pengobatan.

Orang lain juga bertanya?

"Kalau masyarakat mau predator dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak," sebutnya.

Selain itu, menurutnya, kebiri therapeutic dianggap mujarab. Hal ini karena kebiri semacam itu dapat menekan risiko residivisme.

"Tapi kebiri yang manjur seperti itu adalah kebiri yang dilakukan berdasarkan permintaan pelaku sendiri. Bukan keputusan sepihak dari hakim yang mengabaikan kehendak si predator. Kalau dia dipaksa kebiri, bersiaplah kelak menyambut dia sebagai predator mysoped. Pemangsa super buas, super ganas, itulah dia nantinya," ujarnya.

Kasusnya Janggal

Lalu, terkait kasus yang menimpa para santriwati tersebut, dia ingin tidak melihat dari sisi pelaku dan korban saja. Karena, dalam perkara tersebut masih adanya pertanyaan yang belum terjawab.

"Pertama, mengapa dia tidak meminta para santri mengaborsi janin mereka. Padahal, lazimnya, kriminal berusaha menghilangkan barang bukti. Kedua, apakah selama bertahun-tahun para santri tidak mengadu ke orang tua mereka," ungkapnya.

"Alhasil, walau dari sisi hukum kita sebut peristiwa ini sebagai kejahatan seksual, tapi dari sisi psikologi dan sosiologi ada tanda tanya, tata nilai dan pola relasi apa yang sesungguhnya terbangun antara pelaku, korban, dan keluarga mereka?" tutupnya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, pemerkosa 21 santriwati di Bandung, Jawa Barat, bisa dihukum hingga 20 tahun penjara ditambah hukuman kebiri.

"Kalau menurut saya, hakim nanti harus memutuskan hukuman maksimal, ada pemberatan sepertiga tadi. Kalau korbannya banyak, dilakukan berkali-kali, sebenarnya bisa dijatuhi hukuman tambahan, yaitu kebiri," kata Retno di Jakarta, Kamis (9/12).

Korban Kian Banyak

Seperti diketahui, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari mengungkap fakta baru kasus pemerkosaan guru pesantren di Badung.

Menurut dia, anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual HW (36) tidak hanya 12 orang. Dari informasi yang diterimanya, jumlah korban mencapai 21 orang.

Dari 21 orang tersebut, diungkapkannya, 11 orang korban berasal dari dua kecamatan di Kabupaten Garut.

"Mereka rata-rata dipergauli itu umur 13-an, ya mulai (pesantren) rata-ratakan ada yang 2 (atau) 3 tahun itu. Nah itu bukan hanya orang Garut ya, ada orang Cimahi, Bandung. Semuanya sebenarnya ada 21 lah, gitu seperti itu," ungkapnya, Jumat (10/12).

Selain itu, disebut Diah, seluruh korban yang hamil saat ini sudah melahirkan. Terakhir yang melahirkan adalah korban yang berusia 14 tahun di bulan November kemarin.

"(Dari 11 korban) 8 (anak dilahirkan), semua dari kita (Garut). Jadi 8, (ada) satu (korban) sampai ada dua anak. Tapi dari semua sekarang selama 6 bulan semua sudah lahir. Jadi kan tadi di-TV, saya melihat dua sedang hamil, tidak, sekarang semua sudah dilahirkan, semua (bayinya) ada di ibunya mereka masing-masing," sebutnya.

Pihaknya, diakui Diah sempat menawarkan kalau korban tidak sanggup merawat bayi tersebut akan dibantu oleh P2TP2A Garut. Penawaran tersebut dilakukan karena melihat kondisi perekonomian korban yang rata-rata buruh harian lepas, penjual kitab, petani, hingga pembuat jok.

Kondisi Ekonomi

Kondisi perekonomian tersebut juga yang menjadikan para korban dari Garut bisa berada di tempatnya HW, karena ingin anaknya sekolah dengan gratis.

"Jadi posisi anak-anak (korban dan bayinya) sekarang ada di orang tua mereka, dan akhirnya Alhamdulillah yang rasanya mereka (awalnya) tidak menerima, ya namanya juga anak bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka merawat. Walaupun saya menawarkan kalau yang tidak sanggup saya siap gitu ya membantu. Tapi mereka akhirnya merawat cucu mereka, ya (bisa disebut) cucu-lah," jelasnya.

Untuk kondisi para korban, saat ini menurutnya sudah lebih kuat karena pihaknya sudah mempersiapkan segalanya begitu menerima kabar warga Garut yang dieksploitasi oleh HW. Kesiapan yang kini dihadapi para korban juga tidak lepas dari pendampingan, hingga trauma healing yang dilakukan kepada korban dan orang tuanya.

"Insya Allah mereka sudah lebih kuat, karena kami telah mempersiapkan seperti inilah karena kalau ini akhirnya kebuka, mereka harus siap menghadapi para media seperti ini. Kita beri ini psikolog kami yang ada di P2TP2A Kabupaten Garut, kami melakukan trauma healing. Trauma healing ini bukan untuk anak-anak saja, (tapi) kepada orang tua (juga)," katanya.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Tuai Pro dan Kontra, Ini Kata Pakar Terkait Hukuman Penjara Terhadap Anak Pelaku Perundungan di Cilacap
Tuai Pro dan Kontra, Ini Kata Pakar Terkait Hukuman Penjara Terhadap Anak Pelaku Perundungan di Cilacap

Kasus perundungan di Cilacap membuat publik geram. Namun pantaskah pelaku yang masih anak di bawah umur dipenjarakan?

Baca Selengkapnya
Bukan Hal Sepele, Ini Kata KPAI Terkait Kasus Pembakaran Sekolah di Temanggung
Bukan Hal Sepele, Ini Kata KPAI Terkait Kasus Pembakaran Sekolah di Temanggung

KPAI mengatakan bahwa kasus perundungan di Temanggung seharusnya menjadi sinyal bahaya.

Baca Selengkapnya
Hindari Menghukum Anak dengan Pukulan, Ini yang Bisa Dilakukan Orangtua
Hindari Menghukum Anak dengan Pukulan, Ini yang Bisa Dilakukan Orangtua

Memukul anak merupakan metode hukuman yang sebaiknya tidak lagi dilakukan.

Baca Selengkapnya