Menko PMK: Bansos Tunai Sudah Disalurkan Secara Bertahap
Merdeka.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengatakan, bantuan sosial (bansos) tunai saat ini sudah mulai disalurkan kepada penerima manfaat. Total ada 10 juta keluarga penerima manfaat, termasuk keluarga-keluarga miskin baru yang terdampak pandemi Covid-19.
"Sekarang ini secara bertahap sudah tersalurkan. Artinya sudah dikirim ke rekening- rekening untuk yang lewat Bank Himbara. Sedangkan yang untuk PT. POS juga sudah mulai ada pengantaran uang langsung kepada keluarga penerima manfaat," katanya dikutip dari siaran persnya, Rabu (7/7).
Dia meyakini penyaluran bansos pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat akan berjalan lebih baik dibandingkan saat PSBB ketat awal pandemi. Hal itu dikarenakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sudah terverifikasi lebih baik sejak masa penyaluran bansos tahun lalu.
-
Apa yang diselamatkan Kemensos terkait penyaluran Bansos? Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyampaikan progres perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang di tahun 2020 banyak mendapatkan catatan dari BPK, BPKP, dan KPK. Dalam acara yang diselenggarakan di Gedung ACLC KPK tersebut Mensos Risma menyatakan potensi kerugian negara penyaluran Bansos lebih dari Rp523 M/bulan dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima Bansos yang dilakukan bersama Pemerintah Daerah sebanyak 2.284.992 Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
-
Apa itu Bansos PKH? Berbagai jenis bantuan sosial, seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Program Keluarga Harapan (PKH), akan tetap dilanjutkan.
-
Kenapa Bansos diberikan? Tujuan dari program ini adalah untuk membantu meringankan beban ekonomi bagi masyarakat yang kurang mampu, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan.
-
Bagaimana cara pemerintah bagikan bansos? Menko PMK juga menyarankan Kemensos memberikan pembinaan untuk korban judi online yang mengalami gangguan psikososial.
-
Kenapa Kemensos melakukan perbaikan data DTKS? Dalam acara yang diselenggarakan di Gedung ACLC KPK tersebut Mensos Risma menyatakan potensi kerugian negara penyaluran Bansos lebih dari Rp523 M/bulan dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima Bansos yang dilakukan bersama Pemerintah Daerah sebanyak 2.284.992 Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
"Insya Allah data yang sekarang ini jauh lebih rapih lebih bisa dipertanggungjawabkan daripada data tahun lalu," ujarnya.
Muhadjir mengakui banyak kasus data yang tumpang tindih penerima manfaat yang salah sasaran serta mendapat bantuan ganda saat penyaluran bansos tahun lalu. Pasalnya, penyaluran bansos saat itu dilakukan melalui data yang dihimpun melalui RT, RW dan musyawarah desa tanpa verifikasi tingkat kabupaten kota.
"Nah untuk sekarang ini semua sudah kita rapikan, kita sempurnakan dan sekarang tinggal pengendalian di lapangan," jelasnya.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya pengendalian dalam penyaluran bansos tunai agar dana yang disalurkan pemerintah tidak hanya terendap di rekening penerima. Sebab, pemerintah ingin dana bansos tunai bisa dibelanjakan untuk menghidupkan roda perekonomian.
"Pertama yaitu dana yang dikirim melalui Bank Himbara tidak boleh hanya dikirim. Harus dipastikan terdeliver. Artinya si penerima itu sudah tahu di rekeningnya ada uang dan dia segera mengambil, dia belanjakan secara benar, secara betul sesuai dengan misi dari bantuan sosial oleh pemerintah," tuturnya.
Selain itu, Muhadjir juga menekankan partisipasi masyarakat dari pihak RT dan RW agar ikut serta dalam mengontrol penyaluran bansos tunai. Hal itu perlu dilakukan agar tak ada penyelewengan yang dilakukan.
Misalnya, dengan memampang nama-nama penerima bansos di balai kantor desa agar transparan dan setiap orang bisa tahu siapa saja yang sudah menerima bantuan. Dengan begitu, masyarakat pun dapat mengetahui apabila ada tindakan penyelewengan dana bansos tunai.
"Saya kira kontrol paling jitu itu justru adalah kontrol sosial dari warga masyarakat itu sendiri. Dengan begitu maka Insya Allah pembagian distribusi dalam rangka mengatasi PPKM Darurat dari aspek perlindungan terhadap mereka yang paling tidak beruntung itu bisa berjalan dengan baik," tutup Muhadjir.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerapkan kebijakan PPKM darurat mulai 3-20 Juli 2021 di Jawa dan Bali untuk menekan angka kasus Covid-19 yang belakangan terus melonjak. Jokowi memerintahkan agar penyaluran bansos dipercepat guna mendukung perekonomian masyarakat di tengah masa PPKM Darurat.
Reporter: Lisza EgehamSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sementara pada 2024, penyaluran bansos dilakukan kembali secara reguler tanpa persoalan DTKS maupun modalitas transfer.
Baca SelengkapnyaMereka yang berhak menerima adalah mereka yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Baca SelengkapnyaPenyaluran bansos yang dilakukan oleh Kementerian Sosial mencapai Rp37,4 triliun untuk Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 juta KPM.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab tudingan bantuan sosial (bansos) dipolitisasi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca SelengkapnyaBansos beras rencananya akan dibagikan selama 6 bulan dari Januari-Juni 2024.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan menyalurkan bantuan sosial sebesar Rp750.000 pada bulan November 2024 melalui program PKH, BPNT, dan PIP.
Baca SelengkapnyaSeluruhnya sudah dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada PNS DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaSekjen Kemensos Robben Rico mengatakan, cara sudah dilakukan sejak Januari 2021.
Baca SelengkapnyaBantuan BLT Mitigasi akan diberikan kepada masyarakat yang telah terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Baca SelengkapnyaDia memastikan, seluruh penduduk Indonesia yang terdata sebagai penerima bantuan akan menerima beras dan uang hingga Juni 2024 nanti.
Baca SelengkapnyaPenghentian penyaluran bansos beras dilakukan untuk menghindari politisasi terhadap program pemerintah.
Baca SelengkapnyaPembaruan data diyakini berkontribusi besar terhadap tingkat efektivitas kebijakan pemerintah.
Baca Selengkapnya