Menteri dan Kepala Daerah Saling Tunjuk Soal Data Bansos
Merdeka.com - Ruwet, setiap pemerintah menjanjikan bantuan sosial untuk masyarakat miskin, itu selalu terjadi. Mulai dari bansos yang diterima tak merata, hingga salah kirim. Hal ini terjadi sejak lama, bukan cuma di pusat, tapi juga daerah.
Data warga miskin yang layak menerima jadi salah satu biang kerok. Hal ini tampak saat pemerintah pusat maupun daerah membagikan Bansos bagi masyarakat terdampak Covid-19.
Teranyar, pendataan bansos yang dilakukan RT dan RW tidak merata. Hal itu disebabkan data yang diperoleh daerah tidak sinkron oleh pemerintah pusat. Bahkan di Jakarta, pembagian Bansos tahap dua dihentikan, karena salah data.
-
Siapa yang bertanggung jawab? Faktor kelalaian petugas menjadi penyebab utama terjadinya tragedi ini. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya komunikasi antara petugas stasiun dan masinis, yang menyebabkan ketidakpahaman mengenai posisi kereta.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran? IEG mendapati adanya indikasi venue-venue di beberapa kota yang melakukan pelanggaran, yang mana para pelaku usaha ini melakukan kegiatan nonton secara ilegal atau tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu.
-
Siapa saja yang bisa ditegur? Pastikan niat Anda murni untuk memberikan nasihat demi kebaikan, bukan untuk mempermalukan atau menghina orang yang ditegur.
-
Siapa yang perlu merespons? Pada saat anak mulai menggunakan kata-kata kasar atau mengumpat, orangtua sebaiknya tidak diam saja dan harus langsung meresponsnya.
-
Siapa yang sering menyalahkan orang lain? Beberapa orang selalu cepat menghakimi dalam suatu hubungan. Mereka akan selalu memiliki masalah dengan apa yang kamu lakukan dan menyalahkanmu untuk setiap hal kecil.
-
Siapa yang bisa dilapor? KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
Siapa benar dan salah? Baik kepala daerah maupun Kemensos merasa yakin datanya paling benar.
Bupati Bogor Ade Yasin misalnya. Menurut dia, data yang dipakai pemerintah untuk penerima Bansos tidak mutakhir. Sementara angka kemiskinan selalu berubah-ubah.
“Kalau pemerintah pakai datanya kan data lama yang dari TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan) sehingga tidak ada verifikasi ulang ya banyak yang salah, banyak ada yang sudah meninggal. Ada salah sasaran, ya pasti. Cuma di bawahnya repot juga,” jelas Ade Yasin saat dihubungi merdeka.com.
Dalam hal bantuan Covid-19 ini, Kabupaten Bogor telah menyiapkan anggaran sendiri. Per kepala keluarga akan mendapatkan 30 Kg beras.
"Bantuan beras 30 kg per KK (Kepala Keluarga)," kata dia.
Menurut dia, untuk menjalankan program tersebut, pihaknya telah menganggarkan sekitar Rp188 miliar. "Kalau kita kan menganggarkan 200.000 penerima, KK. Sekitar Rp188 miliar untuk beli beras. Masing-masing KK dapat 30 kilogram," jelas dia.
Itu hanya satu contoh keruwetan penyaluran Bansos yang dilakukan pemerintah pusat kepada warga miskin. Bahkan, Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar, sampai ngamuk-ngamuk. Dia curhat, warganya sudah kelaparan, tapi BLT belum juga cair. Salah satu kendalanya, mereka yang tercatat penerima BLT, tak boleh terima bansos lain.
Mensos Jelaskan Data Bansos
Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara menjelaskan detil proses penyaluran bansos melalui data yang dimilikinya. Dalam hal ini, Kemensos tak memakai data dari BPS.
Pria yang akrab disapa Ari ini menuturkan, awalnya data diambil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Statistik Nasional tahun 2015. Lalu, pusat data informasi Kemensos setiap 3 bulan melakukan pembaharuan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Dinas Sosial Kabupaten atau Kota.
"Lebih baik tau prosesnya dulu, semua kan pake proses. Kita gak akan asal tulis data lah," ucap Juliari kepada merdeka.com, Selasa (28/4).
Ari menjelaskan, Dinas Sosial daerah mengumpulkan data-data warga dari hasil musyawarah desa di kabupaten atau musyawarah kelurahan untuk kota. Dia bilang, proses itu sudah digunakan sejak lama.
Mensos Tak Mau Disalahkan
Politikus PDIP pun merasa aneh apabila kepala daerah menyalahkan data Kemensos yang tak valid. Sebab, data tersebut justru diambil dari daerah.
"Nah silakan kalian pikir sekarang, kalau ada daerah yang teriak-teriak datanya tidak betul, siapa yang harus bertanggungjawab? Ini sudah berjalan tahunan seperti ini," ujar Ari.
Menurut Ari, kesalahan data di Kemensos tidak mungkin terjadi karena salah input atau sistem. Sebab, sistem akan menolak jika nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimasukkan tidak sesuai.
"Kan otomatis kalau nama & NIK yang diinput tidak sesuai, sistem akan tolak. Tanyakan ke mereka (Dinsos Kabupaten/kota) jangan tanya kemensos terus. Kemensos sekarang ini sudah enggak ada benarnya," ujar Ari lagi.
Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) membenarkan jika pada awalnya Kemensos merujuk data kemiskinan dari BPS. Kemudian, Kemensos memutakhirkan data keluarga dan alamat untuk warga penerima bantuan sosial.
"Nah jadi sekarang ini semua program PKH, bantuan sosial, macem-macem itu, bansos itu yang mengelola kementerian sosial nambah DTKS itu ada dipegang Kemensos," kata Deputi Bidang Statistik Sosial, BPS Margo Yuwono.
Kemudian, sesuai aturan, kemensos melakukan pemutakhiran data yang dikirim dari pemerintah daerah kabupaten atau kota. Data tersebut akan diverifikasi lagi oleh Kemensos supaya valid.
"Yang di Kemensos itu lebih kepada perkeluarga, siapa dan dimana itu ada di Kemensos. Kalau bicara data bantuan sosial, itu pemerintah sepakat menggunakan data dari Kemensos," kata Margo.
Kemensos dan Daerah Harus Sinergi
Sementara mitra kerja Kementerian Sosial, Komisi VIII DPR telah mengingatkan soal data penerima bantuan yang harus tetap sasaran.
"Dari sejak awal, Komisi VIII sudah mengingatkan agar pendistribusian program perlindungan sosial ini dilakukan dengan penerima yang tepat sasaran," kata Anggota Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily.
Ace menyebut, Komisi VIII DPR selalu menyampaikan agar koordinasi dengan Pemerintah Daerah, Kepala Desa, dan RT/RW sangat penting untuk memastikan pemutakhiran data tersebut dilakukan agar tepat sasaran.
Menurutnya, peran dinas sosial pemerintah daerah Kabupaten atau Kota sangatlah penting dalam mekanisme pemutakhiran data penerima bantuan sosial yang masuk DTKS dan dikelola kementerian sosial.
"Dari merekalah sebetulnya verifikasi dan validasi data kemiskinan ini disampaikan ke Kementerian Sosial," ucapnya.
Politikus Golkar ini menuturkan, pihaknya meminta pemerintah daerah melalui dinas sosialnya menyampaikan data kemiskinan tersebut yang berasal dari RT/RW, kepala desa dan para organisasi pilar sosial yang tersebar di daerah seperti tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Hal itu agar datanya betul-betul obyektif.
"Namun pertanyaan, saya mendapatkan keluhan dari daerah, apakah data yang diinput dari Pemerintah Daerah itu diterima sebagai penerima manfaat dari bantuan sosial itu atau tidak? Ini yang sebetulnya menjadi pertanyaan dari daerah," kata Ace.
Sebab, kata Ace, pemerintah daerah sendiri malah mempertanyakan apa yang mereka masukan ke dalam DTKS itu belum sepenuhnya masuk sebagai penerima DTKS.
"Yang menerima program-program bantuan sosial itu tetap itu-itu saja, tidak ada perubahan dari data yang diajukan," ucapnya.
Oleh karena itu, Kementerian Sosial melalui DTKS yang inputnya berasal dari daerah harus betul-betul memastikan bahwa verifikasi dan validasi yang berasal dari Dinas Sosial Kabupaten dan Kota.
"Ini benar-benar sesuai dengan yang diajukan mereka. Jangan sampai data-data penerima bantuan sosial tidak tepat sasaran seperti yang selama ini dikeluhkan banyak pihak," kata Ace.
Program Bansos Kemensos
Soal Bansos, Kementerian Sosial membagi tiga jenis paket bantuan atau disebut jaring pengaman sosial bagi keluarga miskin dan rentan terdampak corona. Yaitu bantuan sosial reguler, bantuan sosial khusus, dan bantuan tanggap darurat.
Pertama ada Bantuan Sosial Reguler. Di dalamnya ada Program Keluarga Harapan (PKH), anggarannya Rp37,4 triliun dengan target sasaran yang semula 9,2 juta KPM (keluarga penerima manfaat) ditingkatkan menjadi 10 juta KPM, dibagikan tunai. Lalu indeks bantuan ditingkatkan, semula disalurkan per 3 bulan, kini disalurkan setiap bulan dari April hingga Desember.
Dalam program ini juga ada paket Sembako (Bantuan Pangan Non Tunai) nilai anggaran Rp43,6 triliun dengan target sasaran diperluas dari 15,2 juta KPM menjadi 20 juta KPM. Indeks bantuannya ditingkatkan dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu.
Program kedua, ada bantuan Sosial Khusus. Di dalamnya ada Bantuan Sosial Sembako untuk DKI Jakarta. Nilai anggarannya Rp2,3 triliun dengan target sasaran 1,3 juta KK bagi warga terdampak Covid-19. Lalu ada bantuan senilai Rp600 ribu per keluarga per bulan disalurkan selama 3 bulan yang dimulai pada April 2020.
Lalu ada Bantuan Sosial Sembako untuk Bodetabek nilai anggarannya Rp1,08 triliun dengan target sasaran 600 ribu KK bagi warga terdampak Covid-19 di Bodetabek. Bantuannya senilai Rp600 ribu per keluarga per bulan dan disalurkan selama 3 bulan mulai April 2020.
Kemudian, Bantuan Sosial Tunai untuk di Luar Jabodetabek dengan nilai anggaran Rp16,2 triliun. Target sasarannya 9 juta KK bagi warga terdampak Covid-19 yang tidak menerima bantuan PKH dan program sembako. Bantuannya senilai Rp600 ribu per keluarga per bulan dan di salurkan selama 3 bulan.
Ketiga, ada Bantuan Tanggap Darurat Kemensos. Di dalamnya ada bantuan Sosial Sembako dan Makanan Siap Saji Kemensos bagi Warga DKI dengan nilai anggaran Rp45 miliar. Penyalurannya 300 ribu paket sembako bagi warga terdampak Covid-19 senilai Rp200 ribu per paket dan telah disalurkan Kemensos sejak 7 April 2020.
Lalu Bantuan Santunan Kematian dengan nilai anggaran Rp15 miliar dan diberikan kepada keluarga ahli waris yang meninggal karena Covid-19. Indeks bantuannya senilai Rp15 juta per jiwa.
Kemiskinan di Wilayah PSBB
Sementara dari data kemiskinan Badan Pusat Statistik ( BPS) 2019, ada 1.455.530 jiwa orang miskin di Jabodetabek. Rinciannya kota Jakarta Selatan 61.790 jiwa, Jakarta Timur 91.610, Jakarta Pusat 34.130, Jakarta Barat 84.020 dan Jakarta Utara 91.090 jiwa.
Kemudian, Kabupaten Bogor 395.030 jiwa, Kabupaten Bekasi 149.420, Kota Bogor 63.970, Kota Bekasi 113.650, Kota Depok 49.350, Kabupaten Tangerang 193.970, Kota Tangerang 98.370 dan Kota Tangerang Selatan 29.160 jiwa.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Ngabalin, kehadiran empat menteri disidang sengketa pemilu di MK perjelas soal bansos
Baca SelengkapnyaMenko Airlangga membantah jika Menteri Sosial Tri Rismaharini tidak dilibatkan dalam perencanaan bantuan sosial (bansos).
Baca SelengkapnyaAri menjelaskan baik dari kubu 01 dan 03, sama-sama menemukan fakta.
Baca SelengkapnyaPemanggilan kepala desa seluruh Karanganyar oleh Polda Jateng itu dilakukan pada 29 November 2023. Total, ada 176 kepala desa
Baca SelengkapnyaFaisal paparkan 'Bansos Menjelang Pemilu 2024 Sangat Ugal-Ugalan untuk Memenangkan Prabowo-Gibran
Baca SelengkapnyaDalam rapat tersebut, DPR merasa tidak ada kekompakkan antara Menkominfo dan BSSN.
Baca SelengkapnyaEmpat Menteri Jokowi hadir sebagai saksi dalam sidang MK
Baca SelengkapnyaTito meminta kepala daerah menyiapkan data statistik sektoral.
Baca SelengkapnyaMenurut Ketua THN Timnas AMIN yang jadi permasalahan adalah anggaran negara digunakan untuk meningkatkan elektabilitas calon tertentu
Baca SelengkapnyaBima Arya tak menampik temuan pelanggaran netralitas ASN tersebut perlu diberikan atensi oleh Komisi II DPR RI.
Baca SelengkapnyaPemanggilan tersebut terkait pertanggungjawaban program bantuan dana provinsi tahun 2020-2022.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan mengungkapkan kendala kesejahteran rakyat (kesra) karena kurangnya sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Baca Selengkapnya