Menunggu eksekusi mati jilid II
Merdeka.com - Enam terpidana mati kasus narkoba akhirnya meregang nyawa di hadapan regu tembak. Mereka menghadapi eksekusi setelah tertunda sekian lama lantaran proses hukumnya masih berjalan. Pelaksanaan hukuman itu berlangsung di dua tempat. Yakni Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan dan Markas Komando Brimob Boyolali, Jawa Tengah.
Mereka yang ditembak adalah Namaona Dennis (48 tahun) warga Malawi. Marco Arthur Cardoso Muriera (53 tahun) Warga Negara Brasil, Daniel Inemo (38 tahun) warga Nigeria, Ang Kim Sui alias Kim Ho alias Ance Taher (62 tahun) warga Belanda, Tran Ti Bic alias Tran Din Huang (37 tahun) warga Vietnam, dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia asal Cianjur.
Selain mereka, ada beberapa terpidana mati lainnya menunggu ajal di tangan algojo. Apalagi Presiden Joko Widodo menyatakan tidak ada ampun lagi bagi orang-orang terlibat penyalahgunaan narkoba.
-
Bagaimana cara memerangi narkoba? Peringatan ini juga menjadi ajang bagi berbagai negara untuk menunjukkan komitmen mereka dalam memerangi narkoba melalui kebijakan yang efektif, penegakan hukum yang ketat, dan kampanye pendidikan yang luas.
-
Bagaimana narkoba bisa mengancam keberlanjutan negara? 'Kalau generasi muda kita sudah dihancurkan siapa yang akan melanjutkan keberlanjutan negara ini kalau kita tidak selesaikan dari generasi muda,' pungkasnya.
-
Siapa yang menolak minuman keras? Video Herjunot saat menjadi DJ sempat viral karena menolak secara halus tawaran minuman beralkohol.
-
Bagaimana caranya untuk melawan kecanduan narkoba? Mari kita bantu orang sekitar agar berjuang melawan kecanduan melalui kata-kata poster tentang narkoba.
-
Kenapa dibentuk peringatan anti hukuman mati? Alasan terakhir tersebut yang kemudian dibentuk peringatan khusus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penolakan hukuman mati untuk menghormati hak asasi manusia.
-
Bagaimana mengatasi permasalahan narkoba di Indonesia? Untuk mengeluarkan para penegak hukum dari jerat narkoba, perlu ketegasan dan penanganan khusus. Jika tidak, alih-alih memberantas narkoba, para penegak hukum yang terjebak di dalamnya justru menyemarakkan pasar narkoba di Indonesia. Kita yakin, amat yakin, mereka sebenarnya paham bahwa satu-satunya jawaban untuk meredam sepak terjang para penjahat narkoba hanyalah ketegasan.
Tercatat ada warga Australia yang menjadi terpidana mati kasus narkoba di Indonesia. Mereka adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Keduanya masuk dalam sindikat perdagangan narkoba antarnegara 'Bali Nine'. Mereka tertangkap bersama rekan-rekan lainnya pada 17 April 2005, di Denpasar, Bali, saat berusaha menyelundupkan 8.3 kilogram heroin senilai USD 4 juta dari Indonesia ke Australia. Beberapa rekan mereka juga tertangkap. Yakni Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, Martin Stephens.
Beberapa rekan mereka menghadapi hukuman berbeda. Lawrence dibui 20 tahun. Sementara Chen, Czugaj, Thanh Nguyen, Norman, Rush, dan Stephens dihukum penjara seumur hidup. Kedua terpidana mati itu sudah mengajukan grasi kepada Presiden Jokowi, tapi baru Sukumaran yang grasinya resmi ditolak Presiden Jokowi.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott bahkan mesti memohon pengampunan dari Presiden Jokowi supaya tidak menghabisi nyawa dua warga negaranya itu. Tetapi nampaknya permintaan itu bakal ditolak.
Menlu Australia Julie Isabel Bishop juga angkat bicara. Dia menyatakan menghormati proses hukum pada dua warganya. Tapi dia menganggap Indonesia keliru bila berharap hukuman mati bisa menekan peredaran narkoba.
"Kami menghormati posisi Indonesia (dalam perang terhadap narkoba), tapi Australia menilai hukuman mati bukan jawaban mengatasi persoalan narkoba," kata Julie dalam keterangan persnya.
Pemerintah Indonesia tegas menghukum mati terpidana kasus narkoba. Sebabnya adalah narkoba mengancam generasi muda Tanah Air lantaran tidak sedikit anak sekolah tingkat dasar menjadi pengguna obat-obatan terlarang.
Pada 2013, 4,5 juta orang menyalahgunakan narkoba di Indonesia dan diprediksi pada 2015 akan mencapai 5,8 juta orang. Lebih parah lagi, 23 persen peredaran narkoba di ASEAN ada di Tanah Air.
Jaksa Agung HM Prasetyo pun memberi sinyal akan kembali menggelar eksekusi lanjutan terhadap para terpidana mati. Dia menyatakan pihaknya sedang mempersiapkan eksekusi gelombang kedua itu.
"Ya seperti gelombang pertama dulu (persiapannya). Kita cermati dulu, apakah semua masalah hukumnya sudah terselesaikan apa belum kan. Kalau sudah, ya tentunya kita laksanakan," kata Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Namun, Prasetyo enggan membeberkan berapa jumlah terpidana mati bakal dieksekusi pada gelombang kedua ini. Tetapi, tegas dia, saat ini sedang dalam proses.
"Kalau upaya hukum yang biasanya kan udah selesai semua. Yang luar biasa ini grasi dan PK. Ya nanti acuan kita tentunya pada grasi sekarang ya. Karena grasi kan dianggap sebagai upaya hukum luar biasa terakhir. Orang udah minta maaf dan minta ampun kan, ya sudah kan. Orang udah nyatakan salah dan minta ampun," jelasnya.
Mantan politikus Partai NasDem itu menambahkan, Kejagung memprioritaskan yang akan dieksekusi mati yaitu terpidana yang masih berkaitan dengan kasus narkoba. Tetapi, pihaknya belum menghitung berapa jumlah terpidana yang akan dihukum mati untuk gelombang kedua.
"WNA ada," tegasnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jaksa berharap hukuman mati bisa membuat efek jera para pengedar narkoba
Baca SelengkapnyaKejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara menuntut pidana mati untuk 49 terdakwa kasus narkoba sejak Januari hingga Juli 2024.
Baca SelengkapnyaPelaku narkoba tetap memiliki hak asasi manusia (HAM) yang harus dijaga.
Baca SelengkapnyaBeragam modus penyelundupan narkoba jaringan internasional berhasil dibongkar
Baca SelengkapnyaBukan hanya bandar, namun kurir pun akan dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU)
Baca SelengkapnyaSaat ini para tersangka dan barang bukti 86 kilogram sabu serta 2 pucuk senjata api telah diamankan di Bareskrim Polri.
Baca Selengkapnya