Minyak goreng serangga karya mahasiswa Unibraw menang lomba di Swiss
Merdeka.com - Minyak goreng berbahan serangga berhasil membawa mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) mengharumkan nama bangsa di dunia internasional. Karya berjudul 'Biteback, Insect Mineral Oil' memenangi kompetisi pangan dunia, Thought for Food Challenge (TFF Challenge) di Zurich, Swiss.
Keempat mahasiswa penemu Biteback adalah Musyaroh (TIP 2013), Mushab (TIP 2012), Anik Haryanti (TIP 2013) dan Mohammad Ifdhol (TIP 2012). Mereka adalah mahasiswa jurusan Teknologi Industri Pertanian (TIP) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP Unibraw).
Biteback sendiri merupakan produk yang digagas untuk mengatasi salah satu masalah pangan dunia di tahun 2050. Karya itu berhasil mengantongi runner up dalam kompetisi yang berlangsung 1-2 April 2016 lalu.
-
Kenapa mahasiswa tersebut membuat briket? Agar termanfaatkan dengan baik, ketiga mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor itu lantas mengolahnya menjadi briket. Ini sekaligus memanfaatkan peluang karena bahan bakar ramah lingkungan seperti briket tengah memiliki nilai jual ekonomi tinggi di pasaran.
-
Apa yang dibuat oleh mahasiswa UGM dari kotoran sapi? Mahasiswa merupakan agen perubahan. Mereka telah menciptakan berbagai inovasi yang memberi dampak perubahan di tengah masyarakat. Terbaru, mereka melakukan inovasi dengan menyulap kotoran sapi menjadi batako untuk bahan bangunan.
-
Kenapa mahasiswa UNY berinovasi dengan tempe? Ketua Panitia Festival, Julianti Salma mengatakan, tempe telah berhasil menarik perhatian karena kekayaan protein nabati dan nutrisinya. Oleh karena itu perlu inovasi yang dibuat, salah satunya adalah melalui festival tempe tersebut.
-
Kenapa motor listrik karya mahasiswa UGM dikembangkan? Melalui motor listrik ini, Tim Gasbadra UGM berupaya mengurangi emisi gas buang dari kendaraan berbahan bakar minyak dengan membuat motor listrik.
-
Siapa yang membuat motor listrik karya mahasiswa UGM? Mereka tergabung ke dalam Tim Gasbadra UGM. Satu tim terdiri dari 12 orang. Engineer Tim Gasbadra UGM, Dhamar Gumilang P, mengatakan bahwa pengembangan motor listrik ini dilakukan sejak tahun 2022 dan dilakukan di bawah bimbingan dosen Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika UGM dan didukung oleh PLN.
-
Mengapa mahasiswa UGM membuat batako dari kotoran sapi? Dinda Ramadhan mengatakan bahwa program Batako Bawono muncul karena permasalahan di Padukuhan Kulwaru, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang kurang efektif dalam memanfaatkan dan mengelola limbah kotoran sapi.
"Biteback kami buat sebagai pengganti palm oil sekaligus berfungsi untuk mengatasi anemia dan kekurangan zat besi," tutur Musyaroh di Malang, Minggu (3/4).
Minyak goreng selama ini berbahan dari kelapa sawit yang proses pengadaannya banyak menimbulkan masalah turunan, seperti kebakaran hutan, polusi udara dan kebutuhan lahan yang makin menyempit. Ongkos produksinya sangat tinggi dan terus meningkat.
Sementara Biteback merupakan hasil olahan dari larva serangga. Serangga relatif lebih murah dan mudah didapatkan, dibandingkan kelapa sawit. Serangga juga mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian, larva serangga kaya akan zat besi, omega-3 dan omega-6. Kandungan tersebut terbukti berkasiat untuk anemia.
"Serangga yang kami pilih berjenis kumbang mealworm. Serangga ini memiliki daur hidup yang cukup cepat. Proses budidaya serangga ini juga tidak membutuhkan biaya mahal, relatif mudah dan tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar tiga puluh hari," urainya.
Dalam masa tiga puluh hari, larvanya sudah bisa dipergunakan untuk menghasilkan minyak di mana 31 ton larva dapat menghasilkan 21 persen minyak goreng siap pakai. Minyak goreng yang dihasilkan berjenis tak jenuh yang lebih baik bagi kesehatan manusia.
TFF Challenge sendiri merupakan kompetisi business plan tentang masalah pangan dunia di tahun 2050 dengan moto Develop Breakthrough Ideas to feed 9 billion people. Kompetisi tersebut digelar sejak 2011, diikuti dari berbagai negara di dunia.
Selain Musyaroh dan kawan-kawan, Indonesia juga berhasil meloloskan Tim dari Universitas Indonesia ke final TFF Challenge 2016. Mereka berhasil menyisihkan 416 tim dari 105 negara dan maju sebagai finalis bersama delapan tim lainnya dari Amerika Serikat, Brazil, India, Uganda, Kenya, United Kingdom dan Perancis.
Sebagai runner up TFF Challenge 2016, Tim Biteback berhak membawa pulang USD 5.000 sebagai investasi awal dan berkesempatan mewujudkan program temuannya. Sementara pemenang TFF Challenge 2016 adalah Tim Kulisha asal University of Michigan, USA yang berhak grand prize USD 10.000.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mahasiswa ITS ini punya kepedulian tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan
Baca SelengkapnyaCairan ini efektif untuk mengusir nyamuk penyebab demam berdarah.
Baca SelengkapnyaAnti mainstream, anak KKN di salah satu desa di Tulungagung ini dapat sajian 'fancy' saat ikut pengajian.
Baca SelengkapnyaInovasi ini muncul karena permasalahan warga desa yang kurang efektif dalam mengelola limbah kotoran sapi
Baca SelengkapnyaUpaya Bambang Sardi mengolah kelapa menjadi minyak murni tidak mudah. Butuh tiga tahun melakukan riset hingga menciptakan Virgin Coconut Oil (VCO) tersebut.
Baca SelengkapnyaMahasiswa Indonesia dari berbagai Perguruan Tinggi di tanah air meraih prestasi gemilang di Shell Eco-marathon Asia-Pacific and the Middle East 2024. Yuk simak!
Baca SelengkapnyaMomen bocah SD diejek guru karena bawa bekal lauk ulat, padahal tinggi protein dan baik untuk kesehatan.
Baca SelengkapnyaSiswa SMP Kharisma Bangsa menjadi perwakilan Indonesia yang mendapatkan Grand Award!
Baca SelengkapnyaDosen UGM mengolah sampah sisa makanan menjadi pupuk. Teknologi dan alat yang digunakan pun sangat sederhana.
Baca SelengkapnyaSelain sampah plastik, bahan-bahan yang perlu disiapkan untuk membuat inovasi itu antara lain semen, pasir, dan oli.
Baca SelengkapnyaAjang IPITEX atau juga dikenal dengan Thailand Inventor’s 2024 digelar di Bangkok 2-6 Februari 2024
Baca SelengkapnyaHingga saat ini, keberadaan makanan yang satu ini masih lestari. Pasalnya masyarakat masih terus mengonsumsinya hampir setiap hari.
Baca Selengkapnya