Miris, ini potret kemiskinan di Bali surga para pelancong
Merdeka.com - Siapa yang tidak kenal Bali? Salah satu pulau yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam maupun luar negeri karena keindahan pantai-pantainya yang mendunia.
Tidak hanya warga biasa, akan tetapi orang-orang penting dan terkenal pun pernah mengunjungi pulau yang terkenal dengan tarian kecaknya itu. Sebut saja artis Hollywood Paris Hilton, dia baru-baru ini menyambangi dan menikmati liburan pantai-pantai yang ada di Pulau Bali.
Namun, dari semua keindahan yang terdapat di Pulau Dewata itu masih banyak potret suram tentang kemiskinan warganya. Hal ini, tentu saja berbanding terbalik dengan orang-orang yang merasakan senangnya berada di pantai dan vila-vila mewah.
-
Siapa yang liburan di Bali? Inilah potret Putri Titian bersama Junior Liem dan kedua anak mereka tengah menikmati liburan yang menyenangkan di Bali.
-
Siapa yang liburan ke Bali? Titi Kamal tengah liburan ke Bali bersama anak-anaknya.
-
Siapa yang mengalami masalah kesehatan di Bali? Pongki menjelaskan bahwa keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan istrinya. 2 Sophie mengalami masalah kesehatan, namun setelah pindah ke Bali, kesehatannya sangat membaik dan kini sudah pulih sepenuhnya.
-
Kenapa Bali tidak punya gedung tinggi? Selain karena alasan mempertahankan tradisi, masyarakat di Bali juga meniadakan pembangunan gedung tinggi agar kelestarian alam bisa tetap terjaga.
-
Siapa saja yang ikut liburan ke Bali? Bimo Picky Picks dan Irene Agustine pergi bersama anak-anak mereka, Valerie dan Oliver. Pada liburan ini, mereka juga diiringi oleh sahabat mereka, Yoga Arizona dan Widya Amelia.
-
Siapa yang ikut liburan ke Bali? Seolah-olah mendapat restu untuk menuju pernikahan, kedua orang tua Cassandra juga ikut berlibur di Bali.
Mereka semua seakan tak tersentuh oleh pemerintah atau pun para orang kaya yang wisata ke sana. Miris memang di tengah kemewahan yang dirasakan kaum jet set di negara ini, para orang miskin di Bali harus hidup sengsara.
Berikut potret kemiskinan di Pulau Bali:
Rumah pasutri miskin di Bali ini mirip gubuk Tarzan di hutan
Ironis memang, Bali yang begitu kaya dan terkenal di mata dunia, ternyata angka kemiskinan masih tinggi. Salah satu potret kemiskinan ada di Kabupaten Sejuk, daerah asal Jero Wacik kecil di Kota Bangli.Keluarga miskin I Nengah Rijeng (57), asal Gebagan, Desa Kayubihi, Bangli, ini tinggal bersama istrinya Ni Wayan Patri dan anak perempuannya semata wayang. Keluarga dapat diartikan keluarga 'Tarzan'."Rumahnya di tengah rimbunan hutan di tepi jurang. Lumayan jauh dari jalan utama, harus jalan kaki," kata salah seorang warga menunjukkan arah rumah Rijeng, Jumat (23/1) di Bangli, Bali.Dari jalan utama menuju rumah Rijeng, perlu istirahat lebih dari 5 kali setiap 15 menit perjalanan. Maklum medan jalan untuk menuju rumah Rijeng tidaklah mudah, apalagi bila dalam kondisi hujan dan becek.Rumah beratapkan genteng, berdindingkan gedek dan pagar bambu, serta ada beberapa bagian atap bolong ditutupi anyaman daun kelapa. Begitulah gambaran rumah Rijeng yang berjarak 10 meter di belakangnya ada sebuah jurang karang."Hanya di sini kami bisa tinggal, maklum kami tidak punya apa-apa," ujar Rijeng sambil mempersilakan duduk di Bale-bale berukuran 1 x 2 meter.Sementara itu, nampak di dalam rumah yang lantainya tanah, luasnya tidak lebih dari 5 x 6 meter itu, jadi satu antara dapur dan tempat tidur beralaskan kardus ditutupi tikar usang.Sambil menganyam sebilah bambu, ia menuturkan bahwa tidak lagi mendapat jatah Raskin dan BLT. "Nama saya dihapus, tidak terdaftar. Tidak tau apa sebabnya," ujarnya dengan bahasa Bali.Soal kemiskinannya, katanya, pernah dari Humas Provinsi Bali yang datang. Tapi tidak jelas kabarnya lagi. "Dari provinsi bapak-bapak datang, sudah itu hilang. Mungkin kapok datang, jauh jalannya," ucapnya santai.Untuk hidup, ia bekerja sebagai buruh tukang cangkul dengan upah Rp 10.000 per hari. Untuk tambahan, dari hasil jualan anyaman bambu, itu pun kalau laku bisa dapat Rp 100 ribu per bulan."Kami hanya bersyukur masih diberikan kepercayaan kepada Tuhan, bisa sembahyang di saat hari raya," ujarnya menandaskan.
Rumah diterjang ombak, nenek renta tinggal di gubuk tanah negara
Malang nian nasib nenek renta, Nyoman Sondri (90) yang merasa menjadi orang asing di daerah kelahirannya sendiri di Mendoyo Jembrana di Bali.Setelah rumahnya diterjang ombak akibat abrasi pantai Penyaringan Mendoyo. Ia terpaksa harus hidup tak menentu, kadang di aula banjar kadang di bale desa. Hingga akhirnya ia membangun gubuk di sebuah lahan milik negara pinggir jalan jalur Denpasar-Gilimanuk.Sialnya, hujan angin yang terjadi selama ini membuat rumah yang dibangun nyaris roboh. "Kami tak berdaya lagi pak. Si kakek (suaminya,Red) sudah tak kuat, anak cacat. Bingung tiang (saya,red)," ungkap Sondri, Rabu (28/1) di Jembrana, Bali.Sebelumnya, mereka tinggal di pinggir pantai di Penyaringan, Mendoyo. Selama 18 tahun tinggal di bibir pantai, harus menyingkir setelah terkena abrasi."Anak tiang cacat sejak kecelakaan 10 tahun lalu. Saya hanya bantu di sawah, kadang dibayar kadang hanya di kasi beras," ibanya.Sementara itu Perbekel Penyaringan Mendoyo, Made Dresta dikonfirmasi membenarkan kalau keluarga ini memang termasuk KK miskin. Namun karena mereka tidak memiliki tanah untuk dibangun sehingga pihaknya tidak bisa mengusulkan untuk mendapatkan bedah rumah ataupun dana stimulan untuk perbaikan rumah."Kita juga bingung bagaimana caranya membantu karena tidak punya lahan. Itu yang ditempati tanah negara. Kami masih berusaha mudah-mudahan saja ada lahan satu are saja sehingga dia bisa membangun rumah," harapnya.
Tidur beralas tanah, pasutri tua tinggal di gubuk reot bersama anak
Miris jika melihat kehidupan yang dijalani Ketut Sareng (65) dan istrinya Nyoman Runtini (55) di Lingkungan Satria, Kabupaten Jembrana, Bali. Di atas tanah milik warga, pasutri yang hanya dikaruniai seorang anak cacat mental, ini tinggal dalam gubuk berukuran 5 x 6 meter. Mereka yang kesehariannya mengumpulkan barang bekas hingga larut malam, hanya bisa pasrah menjalani hidup."Makan bubur sudah tahunan Pak. Uang hanya bisa beli beras, kadang ada lebih bisa beli sebutir telur dibagi bertiga," aku Ketut Sareng, sambil mengusap peluhnya usai meringkes barang rongsokan, Selasa (17/2) di Jembrana, Bali.Selama 11 tahun mereka tinggal di gubuk ini, diakuinya belum satupun tersentuh oleh pemerintah. "Hanya petugas jurtik (juru jentik nyamuk) yang datang, tapi periksa nyamuk bukan periksa kami," sentilnya bercanda.Mengharukan lagi, bila hujan tiba, mereka tidur seperti babi di kubangan lumpur. Bahkan tidak jarang dia dikerubungi kaki seribu dan cacing tanah, lantaran tidur di atas tanah menyatu dengan tumpukan rongsokan botol plastik bekas. Bahkan untuk MCK, kebun semak belukar sudah jadi tempatnya."Kami sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Kami mau pindah, tapi harus ke mana, dan kami belum mendapat tempat. Kami memang di sini sudah diusir karena katanya tanah ini sudah laku dijual," kata Runtini dengan mata berkaca-kaca.
Tak ada biaya, bayi tanpa anus di Bali numpang di Yayasan
Lantaran tidak punya uang untuk biaya operasi, Ibu dan bayinya yang terlahir tanpa anus ini terpaksa harus diasingkan di yayasan Sayangi Bali. Ferdinanda, bayi perempuan asal Flores yang berumur 9 bulan ini, hanya bisa pasrah menunggu uluran tangan dermawan."Lahirnya normal, hanya saja sejak baru dilahirkan memang tidak ada anusnya," ujar ibu Ferdinanda yang enggan namanya disebutkan, Kamis (20/11) sambil menitikkan air mata.Katanya, anaknya terlahir di kampungnya NTT Flores. Saat diketahui anaknya tanpa anus, dilakukan pemeriksaan dan dirujuk ke RSUP Sanglah, Bali."Saya hanya punya uang untuk perjalanan saja. Ada sisa dikit, itu juga untuk makan dan pulang nanti. Kalau saya nginap di rumah sakit, duit darimana. Saya titip tidur dulu di sini (Yayasan Sayangi Bali), nanti kalau sudah ada tunjuk operasi anak saya, baru tinggal," kata ibu Ferdinanda, dijumpai di yayasan.Sementara itu, saat dihubungi, Ketua Yayasan Sanyangi Bali Dewa Putu Wirata, menuturkan kalau bayi malang ini dan ibunya tinggal di Yayasan sejak, Selasa sore (18/11) setelah menjalani perawatan sekitar satu minggu di RSUP Sanglah."Mereka kami bawa ke yayasan. Ini demi kemanusiaan, karena sudah tidak ada biaya lagi untuk menginap dan jadwal operasinya belum tiba jadi sementara di yayasan dulu," terangnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keindahan alam dan budaya yang begitu kental membuat turis mancanegara betah berlama-lama liburan di Bali.
Baca SelengkapnyaSandiaga pun mencontohkan Bali sebagai destinasi yang telah menjadi pilihan utama.
Baca SelengkapnyaMemang para bule di Bali kerap bertingkah absurd. Simak yuk!
Baca SelengkapnyaThailand dan Vietnam menjadi kompetitor berat bagi Indonesia di sektor pariwisata.
Baca SelengkapnyaWarga berharap agar Pemerintah Kota Batu punya solusi agar sektor pariwisata di kawasan legendaris ini kembali dikenal masyarakat luas. Seperti masa jayanya.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan pemuda Garut yang terlantar di Bali.
Baca SelengkapnyaTempat wisata itu menawarkan pesonanya sendiri, tapi entah kenapa kini sepi pengunjung.
Baca SelengkapnyaKemenparekraf memiliki tugas penting agar wisatawan juga mengenal Bali secara luas.
Baca SelengkapnyaPemilik akun Instagram @missrtii membagikan pengalaman kurang menyenangkannya saat di Bali.
Baca SelengkapnyaMegawati Soekarnoputri menyinggung pengelolaan pariwisata Bali yang tidak terkontrol.
Baca SelengkapnyaSampah kiriman yang terbawa ombak di lautan itu tampak menutupi hamparan pasir putih di Pantai Kedonganan.
Baca SelengkapnyaSehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan harian kecil kadang tak dapat sama sekali
Baca Selengkapnya