Miris, sekolah mewah gagal selamatkan bocah SD yang tenggelam
Merdeka.com - Nasib nahas menimpa seorang bocah sekolah dasar saat mengikuti olahraga renang di sekolahnya. Sebelum tewas, korban sempat berusaha menolong rekannya yang tak mampu berenang, hingga akhirnya tenggelam dan tak mampu diselamatkan.
Gabriella Sheryl Howard pun merenggang nyawa karena ketidakmampuan sekolahnya untuk menyelamatkan bocah cilik ini. Bahkan, pihak sekolah sempat menutupi kecelakaan tersebut dari kedua orangtuanya.
Kisah ini dipaparkan oleh orangtua Gaby, sapaan Gabriella Sheryl Howard, dalam akun Facebooknya. Berikut kisah yang dituturkannya:
-
Apa yang membuat anak terluka? 'Sayangku, ibu minta maaf jika ucapan dan tindakan ibu sebelumnya membuat hatimu terluka. Ibu ingin kamu tahu bahwa ibu selalu mencintaimu tanpa syarat, dan ibu berjanji akan berusaha lebih baik lagi untuk memahami perasaanmu.'
-
Apa yang membuat anak sedih? Sederhananya malam ini, aku rindu rumah yang di mana di sana ada aku, ayah, ibu, dan kakak adik.
-
Siapa yang gugur di halaman sekolah? Seorang pemuda TRIP bernama Moeljadi meninggal dunia di halaman sekolah dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan RI.
-
Apa yang menyebabkan anak merasa gagal? Hal ini sering kali menutupi kegembiraan dalam belajar dan menumbuhkan ketakutan terhadap kesalahan. Alih-alih melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar, anak-anak kerap merasa gagal ketika tidak memenuhi ekspektasi.
-
Kenapa anak perempuan itu merasa gemas? Usai berfoto, Jenderal Maruli lantas tak segan untuk mengajak tos hingga merangkul gadis cilik berbaju biru itu. Aksinya bersambut. Sang gadis cilik langsung ikut berbalas tos. Ekspresinya Gemas
-
Apa yang menyebabkan kampung di Jakarta Barat ini tenggelam? Ditambahkan Ji’I, jika salah satu pemicu daerah tersebut tergenang adalah masifnya pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Diceritakan jika tahun 1988 sebuah kompleks pergudangan dibangun hingga mengorban resapan air. Akibatnya air saat hujan jatuh dan menggenangi kampung tersebut sehingga terkumpul.
"TRAGEDI MENINGGALNYA GABRIELLA SHERYL HOWARD DI SEKOLAH GLOBAL SEVILLA PURI INDAH
Kamis, Tgl 17 September 2015 pagi jam 07.20 saya (Mama Gaby) mengantarkan Gaby dan adiknya ke sekolah Global Sevilla Puri Indah dalam keadaan sehat walafiat. Kedua anak saya seperti biasa saya cium dulu sebelum masuk sekolah. Jam pelajaran pertama Matematika, pelajaran renang dimulai jam 08.10. Jam 09.15 saya (mama Gaby) dikabari Ms Silvi (wakil kepala sekolah) via telp mengabarkan bahwa Gaby sakit saat olahraga (padahal saat itu pelajaran renang bukan olahraga), dan saya diminta segera ke RS Pondok Indah di Puri Indah, Jakarta Barat. Saya curiga karena anak saya sehat saat diantar sekolah. Saya bilang "tenggelam ya". Ms Silvi tidak menjawab dan hanya menyuruh saya segera ke RS Pondok Indah di Puri Indah, Jakarta Barat. Saya dari kantor di Semanan langsung menggunakan mobil menuju RS, namun kena macet di depan gedung Orang Tua. Saya sangat menyesalkan kebohongan Ms Silvi yang begitu tega membohongi saya dengan tidak mengatakan kondisi yang sebenarnya. Padahal kalau dia bilang tenggelam saya bisa pakai motor sehingga bisa tiba lebih cepat di Rumah Sakit. Namun saya tiba di Rumah Sakit lihat keadaan Gaby yang ternyata benar tenggelam dan sudah tidak bernyawa lagi dengan kondisi pembuluh darah pecah dan banyak darah. Yang menemani Gaby di Rumah Sakit saat saya tiba cuma Ms Puji (bagian UKS) yang tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut dokter yang menangani, nyawa Gaby sudah tidak ada lagi saat tiba di Rumah Sakit Pondok Indah di Puri Indah. Saya merasa ditipu oleh keterangan Ms Silvi.
Kejadian versi Tanisha (teman Gaby yang sempat ditolong oleh Gaby namun gagal dan kelelep bareng):
Gaby menawarkan diri mengajarkan Tanisha berenang (karena mau ambil nilai renang). Tanisha mengambil posisi di sebelah kiri arah mendekati tepi kolam. Gaby di sebelah kanan agak tengah kolam renang. Jarak tempuh lurus kedepan dari start mereka berenang +/- 20 Meter. Saat ditengah, Tanisha yang tidak bisa berenang kecapaian dan berhenti di tengah kolam serta hampir tenggelam. Gaby mencoba menolong Tanisha yang mau tenggelam namun gagal dan akhirnya mereka berdua kelelep. Namun di sebelah kiri Tanisha ada Trista, Tanisha lalu menarik baju Trista dan mereka berdua naik ke tepi kolam renang, sedangkan Gaby malah tenggelam sendiri. Saat itu guru olah raganya yang bernama Mr. Ronaldo saat itu cuma seorang diri menjaga anak-anak grade 3 itu, dengan kondisi murid yang dijaga sebanyak 15 orang. Mulai grade 3, kegiatan berenang hanya didampingi oleh satu orang guru olahraga dan tanpa pengawas lagi. Itupun guru olahraga umum, bukan guru spesialis renang, sehingga ia tidak memiliki kemamapuan ataupun pengetahuan apapun tentang pertolongan darurat tenggelam. Menurut para saksi (anak-anak yang ada di sana), Mr. Ronaldo sedang menulis nilai test renang jadi tidak melihat kejadian. Saat Gaby sudah tenggelam setelah mencoba menolong Tanisha namun gagal, Tanisha berteriak "Mister, Gaby! Mister, Gaby!". Tapi suara Tanisha kecil dan tidak terdengar. Kemudian teman lainnya Charlene dan Rhea berteriak lebih kencang dan Mr Ronaldo segera menghampiri Gaby. Keterlambatan pemberian pertolongan dan mungkin tindakan pertolongan yang salah pada Gaby membuat Gaby meninggal. Padahal bagi orang yang mengerti cara menolong orang yang baru tenggelam, kondisi tersebut masih bisa ditolong.
Global Sevilla yang sudah memasang tarif mahal tersebut tidak memiliki CCTV di lokasi kolam renang saat kejadian, tidak memperkerjakan guru yang memiliki pengetahuan cara menolong orang tenggelam yang benar dan tidak menjalankan SOP. Syarat untuk operasional renang dengan 15 anak, harus diawasi minimal 3 pengawas. Global Sevilla cuma ada 1 guru saat itu yang tidak mengerti pemberian pertolongan orang tenggelam. Kelalaian Sekolah Global Sevilla, pengawas yang tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang cara menolong orang yang tenggelam, serta UKS yang tidak memiliki alat apa-apa, ditambah dengan kesiapan mobil untuk melarikan Gaby ke Rumah Sakit yang dipertanyakan (harusnya sekolah punya mobil ambulance stand by), menyebabkan nyawa Gaby tidak tertolong. Seharusnya sekolah internasional yang mewajibkan pelajaran renang bagi muridnya memiliki alat medis untuk menyedot air dari tubuh anak bila tenggelam.
Betapa ironisnya sebuah sekolah internasional yang menjadikan renang sebagai pelajaran wajib di sekolah, tidak memiliki sistem pengamanan yang memadai saat pelajaran renang itu sendiri, dan tidak didukung oleh guru yang mengerti penanganan darurat tenggelam sehingga menyebabkan anak tersayang kami Gabriella Sheryl Howard menjadi korban kesalahan penanganan pertama dan korban kebijakan sekolah yang buruk.
Kami mohon dukungan untuk memperjuangkan keadilan bagi anak kami tercinta Gabriella Sheryl Howard. Kejadian semacam ini tentunya bisa menimpa anak-anak lain juga di sekolah manapun. Kami tidak mau kejadian ini terulang kembali. Jangan sampai ada Gaby Gaby lain yang jadi korban kelalaian sekolah. Betapa sakitnya harus kehilangan nyawa anak tercinta hanya karena kelalaian sekolah yang menyalahgunakan kepercayaan orang tua.
Mari kita selamatkan anak-anak kita."
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal ini seperti yang diceritakan salah satu orangtua di media sosial Instagram.
Baca SelengkapnyaSetiap hari mereka menyeberang sungai itu tanpa didampingi orang tua
Baca SelengkapnyaBeberapa waktu lalu viral motor nyangkut di atas genteng. Ternyata begini penampakan jalan yang dilalui.
Baca SelengkapnyaMenurut laporan media lokal, sedikitnya 17 siswa telah tewas dalam insiden tragis ini.
Baca SelengkapnyaBangunan lapuk, dindingnya terkelupas dimana-mana, atapnya bocor
Baca SelengkapnyaTidak ada bangku membuat para siswa harus duduk di lantai dan menunduk saat menulis materi pelajaran.
Baca SelengkapnyaBocah itu sempat dilaporkan hilang saat orang tuanya berkegiatan di Masjid Raya Al-Jabbar pada Minggu (17/12) malam.
Baca SelengkapnyaMiris, sekolah di Ponorogo ludes terbakar tak tersisa. Para guru menangis mengetahui musibah itu.
Baca SelengkapnyaLima siswa sekolah dasar (SD) terseret ombak saat bermain bola di Pantai Bosowa Metro Tanjung Bunga Makassar pada libur Hari Kemerdekaan , Kamis (17/8) sore.
Baca SelengkapnyaSetiap hari anak-anak di kampung ini harus bertaruh nyawa untuk menuju sekolah menggunakan rakit, lantaran tak ada akses jembatan.
Baca SelengkapnyaKorban sempat mendapatkan pertolongan pengunjung setempat, namun nyawanya tidak bisa diselamatkan.
Baca SelengkapnyaPerjalanan bertaruh nyawa itu terpaksa ditempuh para pelajar SD di dua desa karena akses menuju sekolah hanya melalui jembatan rusak tersebut.
Baca Selengkapnya