Mirwan soal kesaksian di sidang e-KTP: Tidak ada nada tuduhan kepada SBY
Merdeka.com - Mantan Wakil Ketua Badan Anggaran dari Fraksi Demokrat, Mirwan Amir merespons beredarnya 'surat klarifikasi' terkait kesaksiannya di persidangan kasus e-KTP. Dia menegaskan keterangan di persidangan dengan terdakwa Setya Novanto adalah kejadian sesungguhnya.
"Tidak ada maksud untuk memojokkan pihak-pihak tertentu, termasuk SBY. Juga tidak ada nada tuduhan kepada SBY," tegasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/2).
Menurut Mirwan, keterangannya di persidangan tidak terkait dengan urusan atau kepentingan orang lain atau pihak mana pun. Dia mengatakan, apa yang terungkap dalam sidang karena kapasitasnya sebagai saksi.
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Siapa yang menyampaikan surat klarifikasi ke Komisi III DPR? 'Surat itu disampaikan tadi pagi, tentunya langkah ini diambil untuk membangun kembali komunikasi dengan DPR, untuk meluruskan kesalahan persepsi,' ucap Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah saat konferensi pers di Kantor KY RI, Jakarta, Jumat (6/9).
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
-
Siapa saja yang bersaksi di sidang MK? Sebagai informasi, empat menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani, Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
Sebelumnya, beredar surat mengatasnamakan Mirwan. Di situ tertulis seolah-olah kesaksian Mirwan sudah dikondisikan oleh Firman Wijaya kuasa hukum Setnov. Mirwan diarahkan untuk mengarang cerita seolah-olah ada kekuatan besar selain Setya Novanto.
"Kepada siapapun yang menulis surat hoax tersebut sebaiknya segera sadar bahwa fitnah itu keji. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Mari kita dukung gerakan anti-hoax," tuturnya.
Seperti diketahui, Mirwan mengatakan, ada kesalahan terhadap proyek e-KTP namun tetap diteruskan karena adanya desakan. Hal tersebut dia katakan saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (25/1).
Awalnya, penasihat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya mengajukan pertanyaan mengenai proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut kepada Mirwan sebagai perwakilan Partai Demokrat di Banggar. Mirwan pun mengaku pernah mengatakan kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Ketua Dewan Pembina Demokrat, agar proyek tidak dilanjutkan karena ada beberapa kesalahan.
Mirwan mengatakan pesan yang disampaikan ke SBY kala itu dilakukan saat ada kegiatan di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
"Sempat menyampaikan ke Pak SBY agar e-KTP tidak diteruskan, tapi Pak SBY bilang ini menuju Pilkada jadi proyek ini diteruskan," ujar Mirwan menjawab pertanyaan Firman
"Alasannya apa?" tanya Firman lagi.
"Saya hanya sebatas itu saja. Posisi saya tidak punya kekuatan untuk menyetop program e-KTP ini tapi saya sudah sampaikan itu pemenang pemilu atas saran Pak Yusnan Solihin karena memang ada masalah saya tidak tahu secara teknisnya," jelasnya.
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono sudah merespons hal tersebut. Dia melaporkan kuasa hukum terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, Firman Wijaya ke Bareskrim Polri, di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat. Firman dianggap melakukan pencemaran nama baik.
Laporan dibuat SBY tercatat dalam nomor LP/187/II/2018/Bareskrim, tanggal 6 Februari 2018. Selain mencemarkan nama baik, Firman dinilai SBY memfitnahnya.
"Saya sebagai warga negara yang menaati hukum, tetapi juga ingin mencari keadilan secara resmi melaporkan saudara Firman Wijaya yang saya nilai telah melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik saya berkaitan dengan permasalahan e-KTP. Selebihnya saya serahkan kepada Tuhan Maha Kuasa, Allah SWT," kata SBY usai membuat laporan.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaSaat ini penyidik telah menindaklanjuti rekomendasi hasil gelar perkara yang dimaksud.
Baca SelengkapnyaKeterangan itu diberikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di dalam grup aplikasi perpesanan dalam bentuk pdf.
Baca SelengkapnyaFirli mengaku tidak pernah melakukan pemerasan atau gratifikasi kepada siapapun
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaKPK angkat bicara dituding membohongi publik oleh mantan penyidiknya yang kini menjadi ASN Polri Novel Baswedan.
Baca SelengkapnyaProses penetapan Syahrul Yasin Limpo dalam perkara rasuah di Kementan ditegaskan KPK berdasarkan alat-alat bukti cukup.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaAlex dengan tegas mengatakan masih menggunakan asas praduga tak bersalah
Baca Selengkapnya