Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

MK dinilai seperti Mahkamah Kalkulator

MK dinilai seperti Mahkamah Kalkulator Gedung Mahkamah Konstitusi. merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Penggunaan syarat ambang batas selisih pendapatan suara dalam mengajukan gugatan sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) menuai kontra. MK dinilai lebih mengedepankan angka hasil suara ketimbang hal substantif.

Peneliti Pusat studi Konstitusi Gaktas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menyebut kebijakan MK seperti ini justru membuka celah bagi para kandidat melakukan kecurangan. Tidak hanya itu, peran MK yang melingkupi hal hal konstitusional kini beralih menjadi lembaga yang berpatokan terhadap angka.

"Pola MK mengadili seperti ini sebenarnya menarik MK sebagai mahkamah kalkulator, bukan melihat substansinya," ujar Feri, Minggu (5/3).

Orang lain juga bertanya?

"Kandidat berupaya lakukan apa saja untuk menjauhkan ambang batas selisih suara. Jadi harus bener bener curang gagasan ini yang membuka kecurangan baru," tukasnya.

Lebih dari itu, dia menganggap MK tidak taat terhadap azas hukum karena pihak pihak yang terlibat dalam perkara sengketa tersebut tidak didengarkan usul ataupun penjelasannya.

Feri mengamini bahwa MK menjadikan alasan Pasal 158 Ayat 1 sebagai pertimbangan untuk menerima gugatan sengketa, sebagai bentuk menjalankan Undang-Undang. Namun menurutnya, MK bisa saja tidak menjalani Undang-Undang tersebut jika memang porsi hak dasar konstitusionalnya lebih sedikit.

"MK tidak perlu memperhatikan Undang-Undang tetapi perhatikan konstitusinya," tukasnya.

Masykuruddin Hafidz, koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), pun mengamini jika MK tidak pasti selalu mengikuti landasan Undang-Undang.

"Undang-Undang saja bisa direvisi, jadi seharusnya lihat lebih ke konstitusinya," ucap Masykuruddin menimpali pernyataan Feri.

Seperti diketahui sesuai dengan Pasal 158 Undang-Undang Pilkada Ayat 1 menjelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar dua persen dari penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU provinsi.

Sementara provinsi yang jumlah penduduknya 2 - 6 juta orang pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat paling banyak sebesar 1.5 persn dari hasil penetapan KPU provinsi.

Undang-Undang ini sebelumnya juga diterapkan pada Pilkada serentak 2015 lalu. Tahun ini MK pun masih menggunakan dasar ini sebagai pertimbangan pengajuan gugatan sengketa Pilkada. (mdk/pan)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Bivitri Cium Siasat Akali Putusan MK:  Keputusan Progresif Sangat Jelas, Tak Mungkin Ditafsirkan Berbeda
Bivitri Cium Siasat Akali Putusan MK: Keputusan Progresif Sangat Jelas, Tak Mungkin Ditafsirkan Berbeda

MK mengeluarkan putusan mengubah syarat pencalonan dalam UU Pilkada.

Baca Selengkapnya
MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres, Kenapa Ambang Batas Presiden Ditolak?
MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres, Kenapa Ambang Batas Presiden Ditolak?

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat capres dan cawapres di UU Pemilu menuai kontroversi. MK dianggap tidak konsisten.

Baca Selengkapnya
Pakar Hukum Apresiasi Putusan MK: Cegah Monopoli Calon Kepala Daerah
Pakar Hukum Apresiasi Putusan MK: Cegah Monopoli Calon Kepala Daerah

Pakar hukum menilai putusan MK ini baik bagi demokrasi dan bisa mencegah monopoli pencalonan kepala daerah.

Baca Selengkapnya
Khawatirnya Tim Ganjar-Mahfud MK Bakal Berubah jadi Mahkamah Kalkulator
Khawatirnya Tim Ganjar-Mahfud MK Bakal Berubah jadi Mahkamah Kalkulator

Demikian hal itu disampaikan Ketua Tim TDK Todung Mulya Lubis yang telah siap membeberkan bukti kecurangan

Baca Selengkapnya
Partai Gelora Sebut Putusan MK Soal Syarat Usung Calon Kepala Daerah Tak Sesuai Permohonan Uji Materi
Partai Gelora Sebut Putusan MK Soal Syarat Usung Calon Kepala Daerah Tak Sesuai Permohonan Uji Materi

MK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.

Baca Selengkapnya
Mahfud soal Gugatan ke MK: Bukan Cari Menang Tapi ‘Beyond Election’ Masa Depan
Mahfud soal Gugatan ke MK: Bukan Cari Menang Tapi ‘Beyond Election’ Masa Depan

Tujuan gugatan dilakukan semata-mata untuk mencari perbaikan demi masa depan.

Baca Selengkapnya
MKMK Usut Dugaan Pelanggaran Etik Putusan MK, Berdampak ke Elektabilitas Prabowo-Gibran?
MKMK Usut Dugaan Pelanggaran Etik Putusan MK, Berdampak ke Elektabilitas Prabowo-Gibran?

Bawono menduga ada upaya menggulirkan isu tersebut agar menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya
Yusril Balas Mahfud Soal Mahkamah Kalkulator: Tidak Relevan Mengutip Pendapat 2014
Yusril Balas Mahfud Soal Mahkamah Kalkulator: Tidak Relevan Mengutip Pendapat 2014

Yusril mengakui pernyataan itu disampaikannya pada 2014 lalu atau sebelum terbentuknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ketua MKMK ke Pelapor
VIDEO: Ketua MKMK ke Pelapor "Anda Maunya Langsung Pecat Saja, Aduh Kejam Sekali"

Ada sejumlah laporan diterima MKMK, salah satunya putusan soal syarat Capres-Cawapres maju di Pemilu 2024

Baca Selengkapnya
MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket

MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket

Baca Selengkapnya
VIDEO: Deddy PDIP
VIDEO: Deddy PDIP "MK Dulu Dibajak Mahkamah Keluarga, Sekarang Kembali pada Kewarasan!"

MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon

Baca Selengkapnya
MK Putuskan Ambang Batas Parlemen 4 Persen Diubah Sebelum Pemilu 2029
MK Putuskan Ambang Batas Parlemen 4 Persen Diubah Sebelum Pemilu 2029

Hal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Baca Selengkapnya