Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

MK: Frasa Bukan Kerugian Negara Timbulkan Ketidakpastian Hukum

MK: Frasa Bukan Kerugian Negara Timbulkan Ketidakpastian Hukum Gedung Mahkamah Konstitusi. ©2018 Liputan6.com/Immanuel Antonius

Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materil terhadap Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Salah satu permohonan yang dikabulkan yaitu terkait dalil pemohon persoalan ketentuan untuk membuka kemungkinan dapat dituntutnya para pejabat baik secara pidana maupun perdata yang tidak memiliki kekebalan hukum dengan dalih pandemi Covid-19.

"Sebagaimana koreksi yang dilakukan terhadap Pasal 27 ayat (2). Lampiran UU Covid-19 dengan syarat harus terpenuhi unsur yang esensial, yaitu adanya 'kerugian negara', yang ditimbulkan karena adanya penggunaan keuangan negara yang dilandaskan pada iktikad tidak baik dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dikutip dalam keterangan website MK, Jumat (29/10).

Mahkamah, ujar Saldi, berpendapat keadaan tersebut berakibat hukum terhadap ketentuan Pasal 27 ayat (2) UU Covid-19 tidak dapat diberlakukan bagi siapapun yang melakukan penyalahgunaan kewenangan berkaitan dengan keuangan negara.

Selain itu, Mahkamah juga memandang bahwa ketentuan Pasal 27 Lampiran UU Covid-19 berpotensi pula memberikan hak imunitas yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan imunitas dalam penegakan hukum.

Di sisi lain, Saldi mengatakan konstruksi Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19 yang secara spesifik mengatur perihal semua biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan penanggulangan krisis akibat pandemi Covid-19 merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dan 'bukan merupakan kerugian negara'.

"Maka, hal utama yang menjadi patokan adalah hak imunitas yang dikhususkan bagi pejabat pengambil kebijakan dalam hal penanggulangan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19," sebutnya.

Sehingga, Saldi menjelaskan adanya kata 'biaya' dan frasa 'bukan merupakan kerugian negara' dalam Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19 yang tidak dibarengi dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pada akhirnya telah menyebabkannya menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum.

Maka penempatan frasa ‘bukan merupakan kerugian negara’ dalam pasal tersebut dapat dipastikan bertentangan dengan prinsip due process of law untuk mendapatkan perlindungan yang sama (equal protection).

"Oleh karena itu, demi kepastian hukum norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19 harus dinyatakan inkonstitusional sepanjang frasa ‘bukan merupakan kerugian negara’ tidak dimaknai ‘bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," terangnya.

Dengan pertimbangan tersebut, MK mengubah Pasal 27 ayat (1) menjadi:"Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

Sementara untuk ayat (2), MK tidak mengubah satu pun frasa di dalamnya. Sebab, dalam ayat tersebut sudah ada perubahan di dalam ayat (1) yang otomatis berimplikasi pada ayat (2) Menurut MK, pejabat pemerintah yang disebutkan dalam ayat (2) termasuk subjek hukum yang kini bisa digugat.

"Tindakan hukum baik secara pidana maupun perdata tetap dapat dilakukan terhadap subjek hukum yang melakukan penyalahgunaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 sepanjang perbuatan tersebut menimbulkan kerugian negara karena dilakukan dengan iktikad tidak baik dan melanggar peraturan perundang-undangan dalam norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU 2/2020," bunyi pertimbangan hakim.

Sedangkan pada Pasal 27 ayat 3, MK telah mengubah diksi dan membuka kemungkinan untuk digugat ke PTUN dengan titik tekad pada itikad baik, yang berbunyi:

"(3) segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan itikad baik dan sesuai peraturan perundang-undangan."

Adapun terhadap perubahan tersebut, Saldi mengatakan Pertimbangan Hukum Mahkamah berkenaan dengan konstitusionalitas frasa 'bukan kerugian negara' dalam Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19.

"Mahkamah menilai norma tersebut berkaitan dengan keuangan negara sehingga tidak dapat dilepaskan dari Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)," katanya.

Sebagaimana di dalam UU Tipikor termuat ketentuan unsur esensial yang harus dipenuhi dalam membuktikan terjadinya tindak pidana korupsi, yakni terpenuhinya unsur 'merugikan keuangan negara atau perekonomian negara'.

(mdk/rhm)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva Kritisi PP Piutang Negara: Banyak Norma Bertentangan
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva Kritisi PP Piutang Negara: Banyak Norma Bertentangan

Hamdan menilai PP itu cacat hukum lantaran saling tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.

Baca Selengkapnya
MK Ubah UU Pemilihan Kepala Daerah, Pejabat Daerah dan TNI-Polri Tak Netral Kini Bisa Dipidana
MK Ubah UU Pemilihan Kepala Daerah, Pejabat Daerah dan TNI-Polri Tak Netral Kini Bisa Dipidana

Tidak netral yang dimaksud adalah membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada.

Baca Selengkapnya