MK tolak gugatan UU Penyiaran soal tayangan iklan rokok
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 46 ayat 3 huruf C Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal ini membolehkan lembaga penyiaran untuk menayangkan iklan rokok, tetapi tidak memperagakan wujud rokok.
"Mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (8/10).
Hamdan menerangkan dalil yang diajukan pemohon dalam uji materi ini tidak kuat. Hal ini lantaran MK telah mengeluarkan putusan terkait permohonan yang sama sebelumnya.
-
Apa yang menjadi dasar gugatan tersebut? Perselisihan hukum ini mengacu pada undang-undang Prancis yang ditetapkan pada 29 Januari 2021, yang bertujuan untuk mendefinisikan dan melindungi warisan sensorik pedesaan Prancis.
-
Mengapa klaim tersebut diragukan? Dalam artikel juga tidak ditemukan adanya narasi yang menyebut Jokowi dan Listyo SIgit mencopot Polda Jabar karena membatalkan sidang tersangka Pegi.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Apa putusan Hakim Eman? 'Mengadili satu mengabulkan permohoan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,' kata Hakim Tunggal Eman Sulaeman saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (8/7).
-
Apa yang dibantah oleh Hadi Tjahjanto? Dalam momentum tersebut, Mahfud MD sempat memberikan pernyataan bahwa belum ada satu pun sertifikat redistribusi tanah yang terbit selama era Jokowi. Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Siapa yang mengajukan gugatan ke MK? Diketahui, ada 11 pihak yang menggugat aturan batas usia capres dan cawapres ke MK. Dengan sejumlah petitum.
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum," terang dia.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, pada putusan sebelumnya MK telah menolak permohonan para pemohon. Hal ini didasarkan pada pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa rokok masih dipandang sebagai komoditi yang legal.
"Sehingga promosi rokok juga harus tetap dipandang sebagai tindakan yang legal pula," terang Arief.
Selanjutnya, terang Arief, MK juga memandang bahwa tidak ada peraturan yang secara tegas menyatakan rokok merupakan produk yang dilarang untuk dipublikasikan. Atas hal itu, menurut dia, dalil pemohon yang menyatakan hak konstitusionalnya terganggu akibat adanya iklan rokok tidak dapat diterima.
"Mahkamah tidak pernah menempatkan rokok sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan, terlebih lagi tidak ada larangan untuk diperjualbelikan begitu pun tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang, sehingga rokok adalah produk yang legal, terbukti dengan dikenakannya cukai terhadap rokok dan tembakau," ungkap Arief.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Hilarion Haryoko, Sumiati, Normansyah, Winarti, Muhammad Fathi Akbar, Ari Subagio Wibowo, Catharina Triwidarti, Octavianus Bima Archa Wibowo, Syaiful Wahid Nurfitri, dengan menunjuk Azaz Tigor Nainggolan bersama beberapa pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA INDONESIA) sebagai kuasa hukum. Mereka mendalilkan pemberlakuan pasal tersebut mengancam masa depan kesehatan masyarakat terutama generasi penerus. (mdk/ren)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PP Kesehatan disusun tanpa melibatkan para stakeholder yang terlibat di dalamnya.
Baca SelengkapnyaMenkes Budi Gunadi Sadikin tengah membuat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaFabianus menyatakan bahwa PP 28/2024 maupun RPMK memiliki potensi besar untuk mempengaruhi keberlangsungan industri media luar griya.
Baca SelengkapnyaIklan rokok televisi (TV) yang jam tayangnya semakin sempit dari semula jam 21.30 – 05.00 menjadi 23.00 – 03.00.
Baca SelengkapnyaAturan kemasan rokok polos tanpa merek menjadi polemik baru bagi perusahaan yang menjalankan usahanya secara legal.
Baca SelengkapnyaKebijakan kemasan polos ini juga dinilai dapat menciptakan kekhawatiran akan inkonsistensi dalam pandangan Indonesia.
Baca SelengkapnyaDraft aturan tersebut dinilai bertujuan menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik, serta melarang pencantuman logo ataupun merek produk.
Baca SelengkapnyaTerdapat perbedaan situasi negara lain dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki mata rantai IHT dengan tenaga kerja signifikan.
Baca SelengkapnyaDia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan maupun industri kreatif
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca SelengkapnyaAturan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertera pada RPMK terus menuai kritik.
Baca SelengkapnyaJanoe Arijanto menegaskan selama ini pelaku industri periklanan telah menaati peraturan dalam mengiklankan produk tembakau dan turunannya.
Baca Selengkapnya