Moeldoko: Kita Tahu Ivermectin Obat Cacing, Terbukti Efektif Sembuhkan Covid-19
Merdeka.com - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko menyampaikan dukungan penggunaan ivermectin sebagai obat Covid-19. Menurutnya, langkah itu perlu diambil mengingat situasi pandemi Covid-19 kian memburuk.
"Saya selaku ketua HKTI, sungguh sangat mendukung program edukasi hari ini, untuk mengenalkan lebih dekat tentang ivermectin sebagai salah satu obat yang telah terbukti efektif di dalam penyembuhan Covid-19 di berbagai negara," kata Moeldoko dalam konpers daring, Senin (28/6).
Moeldoko mengaku tahu bahwa ivermectin awalnya digunakan untuk obat cacing, namun ivermectin disebut juga ampuh untuk mengobati Covid-19 dan perlu digunakan saat pandemi masuk masa krisis.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Kapan vaksin Mpox mulai digunakan di Indonesia? Pelaksanaan vaksinasi Mpox dengan MVA-BN sudah dilakukan sejak 2023, setelah ditemukannya kasus konfirmasi Mpox di Indonesia.
-
Mengapa SSHP digunakan untuk mpox di Indonesia? 'Hal ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Udara Nomor SE 5 DJPU, tahun 2024 tentang penggunaan aplikasi SSHP pada pelaku perjalanan luar negeri, yang merupakan inisiasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia sebagai bentuk kewaspadaan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit mpox di Indonesia,' kata Handy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/8).
-
Siapa yang menggunakan Pirdot sebagai obat? Banyak masyarakat Batak yang menggunakan Pirdot sebagai tanaman obat untuk mengobati berbagai macam penyakit.
-
Kenapa vaksin Mpox diizinkan di Indonesia? Penggunaan vaksin Mpox di Indonesia kini telah mendapat persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, yang menunjukkan bahwa vaksin ini aman dan dapat digunakan dalam kondisi darurat kesehatan.
-
Di mana IPTEK diterapkan? IPTEK mencakup berbagai disiplin ilmu dan aplikasi teknologi yang secara bersama-sama memberikan kontribusi besar terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat.
"Walaupun kita tahu inver digunakan untuk obat cacing. Saat ini kita sudah memasuki situasi yang kritis, penyebaran di mana-mana, warna merah di mana-mana. Berikutnya, BOR semakin meningkat. Ketersediaan BOR semakin sempit, sedikit, berikutnya varian atau mutasi baru, kita paham bersama berbagai mutasi baru Covid-19 berada dimana-mana," ujar Moeldoko.
Saat ini, menurutnya diperlukan keputusan cepat untuk mengerem penyebaran Covid-19. Keputusan itu tentu merujuk informasi dan laporan dari berbagai negara.
"Sudah ada 33 negara yang menggunakan ivermectin dalam mengatasi Covid-19, antara lain Brazil, Zimbabwe, Jepang, dan India," ucapnya.
"Melihat situasi dalam negeri, melihat apa yang dilakukan negara-negara lain, saya Ketua HKTI dan mantan panglima TNI tentu berpikir sedikit berbeda melihat situasi ini. Untuk itu saya mengambil keputusan untuk berani mendistribusikan ivermectin ke anggota HKTI yang tersebar di Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito menegaskan pihaknya belum mengeluarkan izin edar Ivermectin untuk terapi Covid-19. Izin edar yang dikeluarkan untuk Ivermectin selama ini berkaitan dengan indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).
"Yang kita berikan izin edar Ivermectin sebagai obat cacing," katanya dalam konferensi pers, Selasa (22/6).
Penny mengatakan, di sejumlah negara di dunia termasuk Indonesia menemukan indikasi Ivermectin bisa menyembuhkan pasien Covid-19. Namun, penggunaan Ivermectin untuk terapi Covid-19 membutuhkan uji klinik.
"(Ivermectin) belum bisa dikategorikan sebagai obat Covid-19 tentunya. Kalau kita mengatakan suatu produk dalam obat Covid-19 harus melalui uji klinik dulu," jelasnya.
Meski belum masuk kategori obat Covid-19, Penny menyebut Ivermectin bisa digunakan. Namun, penggunaannya untuk pasien Covid-19 harus dengan resep dan pengawasan dokter.
Pengawasan penggunaan Ivermectin untuk terapi Covid-19 sebelum ada uji klinik berada di tangan Kementerian Kesehatan.
"Tentunya bukan di tangan BPOM untuk hal itu. Itu di pemerintah mungkin akan berproses dan setiap protokol untuk Covid-19 tentunya harus dikeluarkan asosiasi profesi terkait dan juga Kementerian Kesehatan," ucap dia.
Penny kembali mengingatkan Ivermectin merupakan obat keras sehingga pembeliannya harus dengan resep dan pengawasan dokter. Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot atau sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk dan Sindrom Stevens-Johnson.
"Ini obat berbahan kimia, bukan obat natural juga. Bahan kimia ada efek samping, sehingga termasuk obat keras dan harus ada resep dokter," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan Ivermectin sudah mendapat izin edar dari BPOM. PT Indofarma selaku BUMN farmasi yang akan memproduksi Ivermectin.
"Pada hari ini juga kami ingin menyampaikan mengenai obat Ivermectin, yaitu obat anti parasit yang Alhamdulillah, hari ini sudah dibuat izin edarnya dari BPOM," jelas Erick dalam konferensi pers virtual, Senin (21/6).
Erick mengatakan, obat terapi pasien Covid-19 ini dibanderol dengan harga yang sangat murah, mulai dari Rp5.000 hingga Rp7.000 per tablet.
Ivermectin ini saat ini sedang berada dalam fase uji stabilitas. Menurut Erick, obat ini sudah teruji efektivitasnya berdasarkan beberapa jurnal kesehatan.
Reporter: DelviraSumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaBeredar kabar vaksin Mpox yang dipersiapkan adalah vaksin eksperimental.
Baca SelengkapnyaKemenkes mengatakan Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti.
Baca SelengkapnyaKemenkes menegaskan, penggunaan nyamuk wolbachia tidak menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan.
Baca SelengkapnyaPuan meminta Pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara lain, termasuk Afrika.
Baca SelengkapnyaUji coba ini sebagai upaya mengurangi penyebaran demam berdarah dengue (DBD).
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaBanyak yang menduga, kenaikan kasus DBD ini akibat penyebaran nyamuk mengandung wolbachia.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini kasus cacar monyet di Indonesia masih tercatat 88 sejak tahun 2022 dan di tahun 2023 sempat naik, kemudian turun lagi pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaKemenkes mengatakan, nyamuk Wolbachia Bill Gates merupakan inovasi baru untuk menurunkan penyebaran DBD di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah telah menyediakan vaksin dan obat cacar monyet dengan cukup untuk mengatasi penyakit tersebut.
Baca SelengkapnyaEfektivitas pemanfaatan teknologi wolbachia untuk menurunkan kejadian demam berdarah juga sudah dibuktikan di 13 negara.
Baca Selengkapnya