Moeldoko Sebut Uni Eropa Masih Butuh Kelapa Sawit Indonesia
Merdeka.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut bahwa Uni Eropa masih membutuhkan kelapa sawit Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan naiknya ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa hingga 26 persen pada 2020.
Hal ini disampaikan Moeldoko saat menerima audensi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket, di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin 8 November 2021.
"Yang dipermasalahkan Uni Eropa soal keberlanjutan biofuel yang berasal dari kelapa sawit, bukan pada kelapa sawitnya," jelas Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Selasa (9/11/2021).
-
Bagaimana kelapa sawit menjadi komoditas ekspor? Pada 1919, komoditas kelapa sawit telah diekspor melalui perkebunan yang berada di pesisir Timur Sumatra.
-
Bagaimana Menko Perekonomian mempererat hubungan dengan Uni Eropa? Airlangga mengucapkan terima kasih kepada Vincent atas kontribusinya dalam mempererat hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa dan berharap kerja sama ini dapat terus berkembang di masa depan, dimana masih terdapat potensi besar yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan oleh kedua pihak.
-
Kenapa kelapa sawit penting untuk perekonomian Indonesia? Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang penting untuk perekonomian Indonesia dan juga memiliki banyak kegunaan praktis dan kesehatan.
-
Siapa yang membawa kelapa sawit ke Indonesia? Tanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.
-
Apa yang dilakukan Belanda dengan kelapa sawit di Sumatra? Pada Masa kolonial Hindia Belanda, perkebunan kelapa sawit menjadi sebuah industri berskala besar dengan dibukanya perusahaan bernama Sungai Liput Cultuur Maatschappij oleh Adrien Hallet dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra, tepatnya di Deli pada 1911.
-
Bagaimana Kemenkop UKM mendorong UMKM untuk terlibat dalam rantai nilai global? Untuk itu Hanung mendorong agar pelaku UMKM memanfaatkan kebijakan yang mengatur agar Pemerintah Pusat/Daerah dan BUMN berbelanja produk UMKM.
Menurut dia, Uni Eropa saat ini menerapkan standar tinggi dan ketat dalam membeli produk dari negara lain baik kelapa sawit maupun komoditi lain. Salah satu standar yang dipakai yakni, apakah produk atau komoditi tersebut memberikan dampak pada perusakan lingkungan atau tidak.
"Nah ini yang harus menjadi perhatian semua, termasuk para petani sawit," tuturnya.
Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket mengakui negara-negara Uni Eropa berambisi menjadikan Eropa sebagai benua netral iklim pada 2050, dan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 55 persen pada 2030.
Sehingga, ada perubahan ayuran yang diprediksi akan memperketat atau atau bahkan melarang masuknya produk yang tidak ramah lingkungan ke Eropa.
"Karena itu Indonesia memproduksikomoditas-komoditas yang diekspor ke Eropa dengan lebih berkelanjutan," ujar Vincent.
Terkait hal ini, Ketua Umum APKASINDO Gulat Manurung mengklaim bahwa petani sawit Indonesia sudah mengedepankan keberlanjutan. Baik dari sisi ekonomi, ekologi, dan sosial.
"Empat puluh dua persen petani di 22 provinsi di Indonesia harus berkelanjutan dalam mengelola sawit sesuai aturan yang ada pada omnibus law cipta kerja," kata Gulat.
Seperti diketahui, Komisi Uni Eropa telah mengancam keberlangsungan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Eropa melalui regulasi Renewable Energy Directive (RED II) yang dikeluarkan pada 2018.
Kebijakan ini mewajibkan negara-negara Uni Eropa harus menggunakan RED II paling sedikit 32 persen dari total konsumsi energi negaranya. Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juga mengesampingkan bahkan mengeluarkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produksi biofuel.
Reporter: Lizsa Egeham
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia akan kehilangan pasar Uni Eropa, dan pada saat yang sama, Uni Eropa diperkirakan akan mengalihkan kebutuhan minyak sawit mereka ke Malaysia.
Baca Selengkapnya"Ini juga menyangkut UMKM, karena mereka juga minta tekstil, kelapa sawit dan macam-macam untuk diekspor ke mereka," kata Luhut.
Baca SelengkapnyaIndonesia mendorong Belanda dan Prancis dalam penyelesaian perjanjian IEU-CEPA
Baca SelengkapnyaEkspor komoditas sawit ke Uni Eropa menurun menjadi 4,9 ton di 2020. Kemudian penurunan ekspor sawit terus terjadi di tahun 2022 menjadi 4,1 juta ton.
Baca SelengkapnyaKetidakpastian global memberikan pengaruh terhadap industri sawit di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menghadiri KTT G20 di New Delhi, India.
Baca SelengkapnyaMenteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan UU tersebut sangatlah diskriminatif dan merugikan bagi perdagangan komoditas di Indonesia.
Baca SelengkapnyaIndonesia berkomitmen untuk mengembangkan industri hilirisasi nikel di dalam negeri.
Baca SelengkapnyaMendag meminta dukungan serta do'a masyarakat agar dilancarkan dan bisa menang dalam gugatan ini.
Baca SelengkapnyaI-EU CEPA merupakan perjanjian dagang bilateral paling komprehensif.
Baca SelengkapnyaPresiden memohon kepada Norwegia untuk memberi pemahaman dan persepsi yang tepat agar tidak terjadi diskriminasi terkait dengan sawit.
Baca SelengkapnyaRencana penyetopan ekspor CPO dan produk turunannya dikarenakan polemik yang tak kunjung usai antara Indonesia dan Uni Eropa.
Baca Selengkapnya