Muhammadiyah hormati putusan kasus Meiliana, kalau tak puas silakan banding
Merdeka.com - Pengadilan Negeri Medan memvonis Meiliana penjara selama 18 bulan. Meiliana dipenjara karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggap terlalu keras. Meiliana dianggap melakukan penistaan agama.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan pihaknya menghormati keputusan PN Medan. Menurutnya, kasus yang membelit Meiliana di luar kewenangan Muhammadiyah.
"Kita menghormati setiap keputusan pengadilan. Bagi yang tidak puas naik banding," kata dia di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (23/8).
-
Siapa yang diminta legowo menerima hasil putusan MK? Para penggugat hasil Pemilu 2024 diharapkan bisa menerima apapun putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
-
Mengapa PKS menghormati putusan MK? 'Putusan tersebut harus kita hormati sekaligus menjadi penanda dari ujung perjuangan konstitusional kita di Pilpres tahun 2024,'
-
Apa sikap Muhammadiyah terkait pilpres? Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah menyampaikan sikap politik terkait Pilpres 2024 besok.
-
Siapa Tokoh Besar Muhammadiyah dari Minangkabau? Nama Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau dikenal dengan A.R. Sutan Mansur menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia. Beliau merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Minang dan berkecimpung di dunia politik semasa perjuangan kemerdekaan.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Siapa yang meminta semua pihak hormati putusan MK? 'Wapres mengimbau kepada masyarakat dan seluruh pihak terkait khususnya yang bersengketa dan para pendukungnya, untuk menghormati dan menerima apapun hasil yang diputuskan MK nanti,' kata Juru Bicara Wapres, Masduki Baidlowi dalam keterangan tertulis, Minggu (21/4).
Haedar Nasir menuturkan, kasus yang membelit Meiliana menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh umat di Tanah Air. Setiap umat harus menjunjung tinggi toleransi dan menjaga perasaan umat lain.
"Misalkan di masjid tahu bagaimana menjaga perasaan orang yang beda agama, yang di gereja juga begitu. Warga juga jangan terlalu sensitif juga. Kadang masyarakat kurang proporsional juga, kalau ada hiburan kadang tanpa izin gede-gede suaranya engga terganggu tetapi ada suara azan dikit kencang terganggu," ujarnya.
Dia menegaskan, mengumandangkan azan penting bagi umat Islam. Azan sebagai pengingat bahwa waktu salat telah tiba.
"Azan harus terdengar sehingga yang dengar tahu dipanggil azan. Kalau (azan) di dalam hati engga kedengeran jemaah. Soal seberapa volume suara itu tentu kan punya kadar masing-masing, bukan soal besar kecil suara azan, begitu juga nanti suara di gereja," ucap dia.
Haedar Nasir berpandangan, rasa toleransi dan saling menghargai mulai menipis di lingkungan masyarakat. Hal itu terlihat dari kasus yang menimpa Meiliana.
"Ini ada rasa yang hilang antar warga masyarakat. Ini yang mesti kita bina. Yang satu saking semangatnya azan kenceng, yang satu terlalu sensitif juga. Padahal ketika dengar lagu dangdut di samping dia engga terganggu. Ada sesuatu yang perlu didialogkan," pungkas Haedar Nasir.
Meiliana adalah wanita etnis Tionghoa yang beragama Buddha. Dia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan karena mengeluhkan pengeras suara azan yang dianggapnya terlalu keras.
Kasus yang menjerat Meiliana sebenarnya telah terjadi pada 2016. Saat itu, dia meminta kepada pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Dia mengaku terganggu dengan pengeras suara masjid.
Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.
MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.
Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.
Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai tuntutan jaksa.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nasir meminta para pihak yang belum bisa menerima hasil proses Pemilu 2024 untuk menempuh langkah prosedural hukum yang berlaku.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, pandangan Muhammadiyah sebagai organisasi terhadap Indonesia masih sama yaitu netral dan independen dari kekuatan politik.
Baca SelengkapnyaDalam orasinya, Din menyoroti sejumlah gugatan yang diajukan AMIN dianggap tidak beralasan oleh hakim MK.
Baca SelengkapnyaKPU RI telah menyelesaikan tahapan rekapitulasi nasional Pilpres 2024 dan menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenangnya.
Baca SelengkapnyaSebanyak empat hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion pada putusan batas usia Capres-Cawapres.
Baca SelengkapnyaMK selaku tergugat dalam perkara itu tidak jadi mengajukan banding.
Baca SelengkapnyaHaedar menyampaikan, meskipun sudah dibolehkan memakai jilbab bagi anggota Paskibraka, pihaknya menyayangkan keputusan melepas jilbab sebelumnya.
Baca SelengkapnyaKapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan pihaknya saat ini tengah berupaya dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta
Baca SelengkapnyaHaedar meminta semua pihak harus menghormati pilihan rakyat dan menerima hasil Pemilu dengan sikap legowo, dan kesatria.
Baca SelengkapnyaPutusan MA itu sekaligus menguatkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk membebaskan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Baca SelengkapnyaMardiono tetap optimis masih banyak ruang bagi PPP untuk berjuang. Termasuk ruang hukum dan politik.
Baca Selengkapnya