Muncul petisi stop peredaran buku '33 Tokoh Sastra'
Merdeka.com - Sempat reda sebentar, polemik terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' marak lagi. Adalah sebuah petisi yang membuat hiruk-pikuk di dunia kesusastraan Indonesia ini tak juga reda.
Kini sejumlah orang dikomandani Saut Situmorang, sastrawan asal Yogyakarta, membuat petisi online di change.org. Mereka mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk menunda atau menghentikan sementara waktu peredaran buku tersebut.
Mereka juga mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk mengadakan atau memfasilitasi pengkajian ulang isi buku tersebut, yang di dalamnya termasuk pengujian validitas metode pemilihan 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.
-
Siapa saja yang menandatangani Petisi 50? Dari 50 tokoh yang berani untuk menentang bentuk pernyataan dari Presiden Soeharto itu di antaranya adalah Mantan KASAD Jenderal A.H. Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, Mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, Mohammad Natsir, hingga Syafruddin Prawiranegara.
-
Siapa yang menandatangani Petisi 13? Lahirnya petisi ini adalah keluh kesah dari masyarakat yang sudah menggunung. Sebanyak 13 orang yang mewakili setiap keluarga melakukan tanda tangan yang ditujukan kepada Jenderal Polisi M. Hasan.
-
Siapa yang menandatangani petisi PPN 12%? Saat ini, petisi tersebut telah mendapatkan lebih dari 124.202 tanda tangan dari masyarakat yang berharap agar pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.
-
Dukungan apa yang diberikan? Dalam kesempatan itu, para relawan memainkan lakon berjudul 'Gatotkaca Wisuda' dengan harapan Ganjar bisa memenangi Pilpres 2024.
-
Siapa yang membuat surat pernyataan? Yang bertanda tangan di bawah ini :Nama : Anton SyahputraNISN : 88765463544578Kelas : XI IPS – 3Sekolah : SMA Negeri 1 MedanAlamat : Jl. Amal No. 123, Medan Dengan ini menyatakan mengakui kesalahan yang sudah saya lakukan berupa absen sekolah selama 5 hari berturut – turut tanpa pemberitahuan, terhitung dari tanggal 15 Februari 2020 s/d 19 Februari 2020.
-
Kapan Petisi 50 dibacakan di DPR? Tepat pada tanggal 13 Mei 1980, petisi ungkapan keprihatinan itu dibacakan di depan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan untuk meyakini para wakil rakyat untuk meminta penjelasan apa maksud dari pernyataan sang presiden.
"Yang dimaksud sebagai pengujian validitas metode pemilihan di sana adalah pengujian terhadap ketepatan prinsip-prinsip metode, peraturan atau kriteria, postulat atau dalil, bukti, pembuktian, dan argumentasi," kata Saut, yang dikenal sebagai pentolan kelompok sastrawan Boemi Poetra, seperti dikutip dari laman petisi, Rabu (15/1).
Selanjutnya, mereka yang menamakan diri 'pencinta sastra' itu juga mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk mengambil langkah tegas pada buku tersebut hingga ke bentuk pelarangan edar secara permanen, apabila hasil pengujian menunjukkan adanya kesalahan fatal metode pemilihan dan isi buku.
Adapun alasan petisi dilakukan adalah: (1) Buku tersebut berpotensi menyesatkan publik; (2) Buku tersebut dikhawatirkan mencederai integritas dan moral ahli sastra dan sastrawan, serta masyarakat Indonesia; (3) Buku tersebut dikhawatirkan dapat menjadi preseden buruk.
Petisi ini nantinya akan dikirimkan ke Tim 8, penyusun buku, yang diketuai oleh Jamal D Rahman dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Hingga berita ini diturunkan, petisi sudah ditandatangani 306 pendukung atau tinggal memerlukan 194 pendukung lagi.
Seperti diberitakan, salah satu pusaran polemik penerbitan buku tersebut adalah munculnya nama Denny JA dalam deretan 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Denny, yang lebih dikenal sebagai konsultan politik, disejajarkan dengan nama-nama sastrawan besar seperti Chairil Anwar , Pramoedya Ananta Toer dan WS Rendra .
"Maman S. Mahayana, salah seorang anggota Tim 8, menyatakan bahwa penaja buku ini adalah Denny J.A, dan Tim 8 memasukkan Denny J.A sebagai salah seorang tokoh sastra paling berpengaruh, meskipun ia tak memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam pemilihan ini," demikian tertulis dalam petisi. (mdk/ren)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Petisi dilakukan karena pidato Soeharto dianggap kontroversial.
Baca SelengkapnyaRombongan massa aksi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Pilkada mulai berdatangan ke Gedung MK.
Baca SelengkapnyaIni merupkan sebuah peristiwa sejarah di era Orde Baru yang mungkin tidak banyak orang ketahui.
Baca SelengkapnyaSidang digelar secara terbuka untuk umum di Gedung MK RI Lantai 2, Jakarta, Senin (16/10).
Baca SelengkapnyaTiga foto wajah pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024 itu terpampang dalam surat suara berukuran besar.
Baca SelengkapnyaMenjelaskan keputusan diambil setelah pihaknya memutuskan menghentikan kasus pencatutan yang sempat dilaporkan
Baca SelengkapnyaRibuan orang dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan menentang upaya revisi UU Pilkada, Jumat (23/8).
Baca SelengkapnyaSebanyak 899 kampus di 35 propinsi dengan melibatkan sebanyak 14.000 mahasiswa melakukan pergerakan tersebut.
Baca Selengkapnya