Napoleon Bantah Terima Uang: Semua Kebohongan Tommy Sumardi
Merdeka.com - Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte membantah semua kesaksian Tommy Sumardi. Menurutnya, kesaksian Tommy sebagai kebohongan. Kebohongan paling besar, kata Napoleon, mengenai uang suap yang diberikan.
"Apakah tanggal 27 April 2020, Tommy Sumardi memberikan uang USD50.000?" tanya jaksa dalam persidangan lanjutan terdakwa Napoleon Bonaparte hari ini di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat (8/2).
"Itu Kebohongan Besar Tommy Sumardi pak," jawab Napoleon
-
Siapa yang pernah menipu Pak Beno? 'Kebanyakan jatuh yang paling susah untuk bangkit itu kan karena perempuan dan karena judi. Tapi kalau jatuh karena ketipu cepat bangkitnya. Saya ditipu, saya percaya bahwa Tuhan itu tidak tidur. Dan Tuhan sudah menyiapkan gantinya pasti berlebih. Lihat saja di sini, berapa orang yang menipu saya dan berapa yang dihasilkan di sini. Itulah bukti kalau kuasa Tuhan itu bermain,'
-
Siapa yang mudah dibohongi? Setiap orang tentu tidak akan suka saat dibohongi atau bahkan dimanfaatkan dalam hubungan apapun, baik itu pasangan maupun pertemanan. Tetapi, pasti akan selalu ada saja orang yang mudah dibohongi karena terlalu baik hati.
-
Siapa pelaku penipuan? Kelima tersangka tersebut telah dilakukan penahanan sejak tanggal 26 April 2024 dan terhadap satu WN Nigeria sudah diserahkan kepada pihak imigrasi untuk diproses lebih lanjut,' tuturnya.
-
Siapa yang ditipu oleh pria itu? Hal itu termasuk tunjangan anak sebesar $116,000 (Rp. 1.867.089.600) kepada mantan istrinya, dan $79,000 (Rp. 1.271.552.400) kepada jaringan pemerintah dan perusahaan yang ia akses secara ilegal.
-
Siapa yang merasa ditipu? 'Bud, gue bener-bener apes banget hari ini.' Budi: (penasaran) 'Kenapa, Ndi? Ceritain dong, biar gue bisa bantu.' Andi: 'Lo tahu kan, gue lagi cari hape baru? Nah, gue nemu yang murah banget di situs belanja online.'
-
Dimana penipuan DJP terjadi? Modus penipuan tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti phising, spoofing (penyaruan), penipuan mengatasnamakan pejabat/pegawai DJP, dan penipuan rekrutmen pegawai DJP,' kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti di Jakarta.
"Lalu pada 28 April 2020, menerima uang SGD200.000 ditambah USD50.000 yang sempat ditolak pada 27 April kemarin. Diberikan melalui Prasetijo?" tanya jaksa.
"Itu bohong juga pak. Apalagi Prasetijo, tidak berani dia pak," jawab Napoleon.
Kemudian jaksa bertanya terkait pemberian pada tanggal 4 Mei 2020 senilai USD150.000 dan pada 5 Mei 2020 senilai USD70.000. Lagi-lagi Napoleon membantahnya.
"4 Mei, USD150.000 itu tidak ada pak. 5 Mei juga tidak. Ketemu saja tidak. 16 April memang ketemu tapi tidak ada (uang yang diberikan)," jawab Napoleon kepada Jaksa.
Sebelumnya, Tommy Sumardi mengungkapkan bahwa Napoleon menaikkan permintaan dari Rp3 miliar menjadi Rp7 miliar dengan alasan untuk diberikan juga kepada atasan Kadiv Hubinter itu. Napoleon lagi-lagi menepis kesaksian Tommy.
"Tidak pak, tidak ada itu" ujarnya.
Jaksa kemudian menanyakan pembicaraan antara Napoleon dan Tommy Sumardi saat pertama kali bertemu. Berdasarkan keterangan Tommy, Napoleon meminta Presetijo keluar dari ruangannya agar bisa berbicara dengan leluasa tanpa diketahui oleh siapapun.
Dalam hal ini, jaksa menilai adanya suatu kejanggalan. Sebab, kata jaksa, Napoleon saat itu baru pertama kali mengenal Tommy. Jaksa menilai proses negosiasi terjadi saat pertemuan itu, namun Napoleon lagi-lagi membantahnya.
"Saya pastikan yang meyuruh Prasetijo keluar itu Tommy. Saya tidak layak memerintahkan, walau dari jendral bintang 2 ke bintang 1 nyuruh keluar. Saya malah malu sebagai perwira tinggi Polri, melihat Prasetijo diperintahkan oleh orang biasa (Tommy)," kata dia.
Napoleon mengatakan, surat yang dilayangkan oleh NCB Polri Polri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi mengenai Red Notice Djoko Tjandra itu merupakan kesalahan stafnya.
Napoleon menyalahkan stafnya terkait surat yang menjadi akar permasalahan kasus ini hingga menyeretnya menjadi terdakwa. Dia merasa dimanfaatkan oleh Tommy Sumardi.
"Di persidangan ini saya baru tau kelakuan mereka mau saja disuruh bikin draf. Saya tidak menyangka surat 16 April itu buatan anak buah saya," kata dia.
"Termasuk membawa Anita Kalopaking ke pejabat staf saya untuk paparan segala macam. Bisa dibilang mereka main di bawah sendiri tanpa pengetahuan saya. Tommy dikenalkan ke saya biar dikira sudah saya izinkan," ujarnya.
Dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tommy Sumardi Buka Soal Suap
Pengusaha Tommy Sumardi mengungkapkan rincian proses penyerahan uang suap kepada dua orang perwira tinggi (pati) Polri yaitu mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon dan bekas Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo. Penyerahan uang dilakukan mulai 27 April 2020.
"Saya ditelepon Pak Djoko Tjandra, bertanya saya di mana, dia katakan 'you ke dekat Mabes Polri saja, nanti ada orang saya, kurir mengarah ke rumah makan Merah Delima," kata Tommy dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (8/12).
Tommy dalam perkara ini didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Irjen Napoleon Bonaparte senilai 200.000 dolar Singapura dan USD 270.000 dan Brigjen Prasetijo Utomo sebesar USD150.000.
Selanjutnya Tommy bertemu dengan kurir Djoko bernama Nurdin. Saat itu Nurdin memberikan plastik hitam berisi amplop yang ketika dibuka Tommy berisi USD100.000 dalam pecahan USD100.
"Lalu saya telepon Pak Prasetijo, saya bilang mau ke Pak Napo, katanya Pras 'OK saya ke sana Ji (haji), ketemu di parkiran TNCC," ungkap Tommy,
Saat tiba di parkiran TNCC Mabes Polri, Prasetijo lalu naik mobil Aplhard putih yang ditumpangi Tommy dan mobil bergerak ke lobi TNCC. Saat itu Tommy mengaku sudah menelepon Napoleon untuk memberikan uang USD100.000.
"Dia duduk di sebelah sini. Duit saya geletakin, dia katakan 'Banyak banget ji, uang apa ini?'. Saya bilang untuk Pak Napo (Napoleon). 'Wah bagi saya separuh', diambil. Saya bilang 'Jangan Pras, nanti dia marah'. Katanya 'Nggak, nggak, dia Abang saya'," cerita Tommy.
Tapi setelah keduanya di ruangan Napoleon di lantai 11 TNCC, Napoleon marah karena hanya melihat uang USD50.000.
"Ah apa ini segini enggak sesuai, kata Pak Napo, dia marah-marah, saya keluar. Pras juga keluar," tambah Tommy.
Uang sisa USD50.000 itu pun dibawa oleh Prasetijo.
Selanjutnya pada 28 April 2020, Djoko Tjandra kembali menelepon Tommy dan meminta agar Tommy datang ke Hotel Mulia dan bertemu sekretarisnya Sisca untuk mengambil uang 200 ribu dolar Singapura dalam pecahan 1.000 dolar.
"Saya telepon Pak Napo 'Bang saya ke kantor', 'Oke ji'. Saya ketemu sekretarisnya itu, kemudian uangnya dihitung, katanya OK lalu saya telepon Pras, 'Saya bilang bro uang kemarin ditunggu tuh', katanya OK saya ke sana," ungkap Tommy.
Prasetijo lalu mendatangi ruangan Napoleon dan membawa bungkusan warna hijau muda.
"Saya prediksi ya itulah uangnya," kata Tommy sehingga Tommy mengaku Napoleon Bonaparte menerima 200 ribu dolar Singapura dan USD50.000 pada 28 April 2020.
Pemberian selanjutnya adalah pada 29 April 2020. Tommy kembali ditelepon Djoko Tjandra dan diminta untuk ke restoran Merah Delima untuk menerima uang dari Nurdin, kali ini sebanyak USD100.000.
"Lalu saya menuju lagi ke gedung TNCC, saya sendiri, tapi setiap saya ketemu pasti telepon dulu. Saat itu saya sampaikan 'Bang mesti cepat ya' katanya 'iya ji iya'," ungkap Tommy.
Uang selanjutnya diserahkan Nurdin kepada Tommy di restoran Merah Delima sebesar USD150.000 yang dibungkus di kresek putih. Tommy juga langsung menyerahkan uang itu ke Napoleon di ruang Kadivihubinter.
"Saat itu dia (Napoleon) mengatakan 'Ji ini lihat suratnya', saya minta katanya jangan," kata Tommy.
Keesokan harinya pada 5 Mei Tommy kembali memberikan uang ke Napoleon. Uang dari Djoko Tjandra diberikan di dapur umum Tanah Abang oleh Nurdin sebanyak USD20.000.
"Tanggal 5 Mei itu ada USD20.000, karena saya didesak untuk melunasi, jadi saya pakai uang saya, saya serahkan USD70.000," ungkap Tommy.
Tommy mengaku sampai ribut dulu dengan istrinya karena menggunakan uang miliknya untuk menalangi permintaan Napoleon.
"Karena saya didesak terus di telpon sama beliau. 'Ji mana? Jangan bohong sama saya'. Beliau itu Pak Napoleon mengatakan 'Saya libas kamu Ji. Saya libas kamu nanti kalau bohong sama saya'. Saya kan grogi yang mulia, bulan puasa digituin. Jadi, saya talangi dulu 70 ribu dolar AS, saya berikan ke Napoleon semuanya," jelas Tommy.
Kemudian pada 7 Mei 2020, Prasetijo menelepon Tommy dan meminta bagiannya.
"Tanggal 7 si Pras telepon saya, 'Bro, katanya Napoleon sudah selesai, mana bagian gua?'. Saya serahkanlah USD50.000. Pakai uang saya, paginya saya tukar ke 'money changer'," kata Tommy.
Artinya menurut Tommy, Prasetijo total menerima USD100.000.
Barulah pada 12 Mei 2020 Djoko Tjandra melalui Fransisca menyerahkan uang USD100.000 untuk menggantikan uang Tommy. Djoko kembali memberikan uang sebesar USD50.000 pada 22 Mei kepada Tommy.
"Sisanya masih ada ke saya yang nanti saya akan kembalikan ke beliau (Djoko). Saya laporan ke dia, katanya 'you pegang saja dulu. Saya ditunggu ke Kuala Lumpur sampai terjadi masalah ini," tambah Tommy.
Pasca pemberian uang itu, Prasetijo menelepon mengatakan bahwa ada surat dari Napoleon dan meminta agar Tommy mengambilnya.
"Ya sudah saya ambil, tidak saya baca tapi suratnya ada stempel mabes Polri tujuannya ke Imigrasi. Di perjalanan saya telepon Nurdin segera ambil surat, saya terima surat dua hari setelah tanggal 7 itu," ungkap besan mantan PM Malaysia Najib Razak itu.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ia juga menyebut ketum tidak tahu menahu soal kegiatan organisasi sayap Partai Nasdem, Granita.
Baca SelengkapnyaKendati begitu, Tony Wenas mengaminkan terhadap pihak yang menyebutkan dirinya mendapatkan gaji se-fantastis itu.
Baca SelengkapnyaHal ini dikatakan Guntur dalam acara bedah buku berjudul 'Sang Saka Melilit Perut Megawati, Humaniora, Sejarah, dan Nasionalisme Internasionalisme'.
Baca SelengkapnyaBrigadir Jenderal Eddie M Nalapraya Menolak Uang Suap Ratusan Juta Rupiah.
Baca SelengkapnyaDia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka menyalahi aturan. Sebab apa yang diucapkannya dalam rangka membela kliennya, Rina Lauwy.
Baca SelengkapnyaSurya Paloh mengaku tak habis pikir dengan kadernya yang melakukan korupsi. Padahal, NasDem sudah mengampanyekan politik tanpa mahar.
Baca SelengkapnyaDalam BAP Panji, SYL dituding meminta fee sebesar 20 persen di tiap satuan kerja (satker) Kementan.
Baca SelengkapnyaSYL membuat perjalanan dinas fiktif ke tiga negara, Brazil, Amerika dan Arab Saudi
Baca SelengkapnyaImran mengaku Syahrul Yasin Limpo sempat menceritakan soal cek yang bernilai fantastis itu.
Baca SelengkapnyaKomandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaHakim menilai pejabat di Kementan era SYL berupaya menutupi kebobrokannya masing-masing.
Baca SelengkapnyaSYL pun mengingatkan bahwa antara Partai NasDem dengan ormas yang dikelolanya memiliki pembeda yang jelas.
Baca Selengkapnya