NasDem: Prolegnas DPR RI Tahun 2021 Alami Potret Buram
Merdeka.com - Ketua DPP Partai NasDem, Atang Irawan, mengkritik capaian Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI pada tahun 2021. DPR hanya mengesahkan 8 rancangan undang-undang (RUU) dari 33 RUU yang ada di Prolegnas.
Atang mengatakan, secara kuantitatif dan kualitatif, Prolegnas DPR RI tidak memiliki perubahan signifikan dibanding realisasi tahun-tahun sebelumnya.
"Jika berkaca ke belakang maka dapat dikatakan bahwa Prolegnas masih mengalami potret buram," ujar Atang dalam keterangannya, Jumat (31/12).
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang diputuskan terkait kehadiran anggota DPR? “Karena memang setelah pemerintah mengumumkan masa pandemi berakhir, jadi di sekitar kantor DPR ini sekarang semua ya kehadiran itu adalah kehadiran fisik,“ ujar dia.
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
-
Kenapa Kemendag gak mau ubah Permendag 8? 'Sampai saat ini, tidak ada rencana untuk melakukan revisi terhadap Permendag 8, tidak ada sama sekali,' kata Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara K. Hasibuan dalam konferensi pers di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (15/7).
-
Apa yang didukung DPR? Mengomentari hal kebijakan itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai, permasalahan PMI di luar negeri begitu beragam dan membutuhkan pendampingan dari pihak Polri.
-
Apa yang diapresiasi oleh DPR? Mengomentari hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni ikut mengapresiasi.
Pada tahun 2021, DPR RI hanya mengesahkan 8 RUU yaitu, RUU Kejaksaan, RUU Jalan, RUU Otonomi Khusus Papua, RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, serta tiga RUU mengenai pembentukan pengadilan di beberapa daerah.
Atang mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah RUU yang ditetapkan tidak banyak berubah. Jumlah RUU yang ditetapkan hanya sedikit dibanding yang masuk Prolegnas.
Ia memberikan contoh konkret, misalnya di tahun 2015 hanya 3 RUU yang disahkan, lalu 10 RUU pada 2016, 6 RUU pada 2017, 5 RUU pada 2018, 14 RUU pada 2019, dan 3 RUU pada 2020.
Menurutnya Prolegnas seharusnya sebagai prioritas yang didasarkan tujuan bernegara secara filosofis tegas dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945. Bukan sekadar deretan daftar RUU yang dibahas dalam satu tahun, dan terkesan hanya untuk kejar setoran dalam bentuk wishlist.
"Sehingga Prolegnas bukan hanya keranjang sampah yang kemudian dipungut dengan dasar kesukaan lembaga pembentuk Undang-Undang," ujar Atang.
RUU untuk Kepentingan Rakyat Tak Ditetapkan Jadi UU
Terlebih lagi, yang membuatnya miris, banyak RUU yang memiliki relasi kuat dengan tercabutnya pemenuhan hak konstitusional rakyat, tidak ditetapkan menjadi undang-undang. Misalnya RUU Tindak Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Masyarakat Hukum Adat dengan alasan persoalan-persoalan teknis harmonisasi kemudian menjadi terabaikan.
"Sebaiknya tarik menarik kepentingan dan perbedaan pandangan menjadi kekuatan pokok dalam perumusan, pembahasan dan penetapan RUU yang berimplikasi kepada perlindungan hak-hak fundamental rakyat," kata Atang.
Untuk itu, Atang mengusulkan pemerintah membentuk pusat atau badan regulasi nasional. Badan ini dibawahi langsung oleh presiden.
Tujuan badan regulasi nasional supaya segi formal peraturan perundang-undangan tidak berakibat munculnya disharmoni atau bertentangan, dan juga agar tertata dengan baik serta lebih efektif dan efisien.
"Tidak menimbulkan preseden buruk seperti UU Cipta Kerja misalnya," ucapnya.
Pembentukan pusat atau badan legislasi nasional terbuka ruang melalui UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mengurusi pembentukan/penyusunan peraturan perundang-undangan di internal pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
"Potret buram orkestrasi politik legislasi nasional 2021 sebaiknya menjadi catatan strategis di tahun 2022, sehingga tidak perlu terlalu banyak daftar deretan RUU (wist list) yang pada ujungnya juga tidak selesai dengan maksimal. Sebaiknya prioritaskan beberapa RUU akan tetapi jelas bahwa responsibilitas dan progresifitasnya demi kepentingan rakyat," pungkas Atang. (mdk/lia)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari taget 39 RUU Progelnas, DPR hanya dapat merampungkan 23.
Baca SelengkapnyaTaryono menambahkan, pengesahan 1 RUU dari 47 Daftar RUU Prioritas 2024 merupakan potret buram kinerja legislasi DPR.
Baca SelengkapnyaAnggota Baleg Fraksi PDIP Sturman Panjaitan, mengatakan terdapat lima hingga enam RUU yang belum turun daftar inventarisasi masalah (DIM)
Baca SelengkapnyaTerdapat 41 RUU dan 5 daftar RUU kumulitif terbuka yang masuk dalam daftar prolegnas prioritas 2025.
Baca SelengkapnyaRapat tersebut menghasilkan keputusan setuju atas RUU Pilkada sehingga layak untuk dibawa ke rapat paripurna yang dijadwalkan pada Kamis ini.
Baca SelengkapnyaDasco menyatakan, aturan berkaku soal Pilkada tetap mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaSalah satu poin penting dalam revisi UU Kementerian Negara yakni perubahan Pasal 15 yang membuat Presiden bisa menentukan jumlah kementerian sesuai kebutuhan.
Baca SelengkapnyaKemudian prolegnas yang telah disepakati itu akan dibahas dalam rapat paripurna dalam waktu dekat.
Baca SelengkapnyaBenny tak melihat RUU Perampasan Aset masuk daftar RUU prolegnas yang diusulkan pemerintah hari ini.
Baca SelengkapnyaHal ini disampaikan Benny dalam rapat bersama dengan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Baca SelengkapnyaKemenkumham belum mendapatkan arahan dari Presiden usai DPR RI membatalkan pengesahan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaRapat terbilang digelar cukup cepat. Dimulai sekira pukul 10.00 Wib, langsung dibentuk Panja RUU Pilkada.
Baca Selengkapnya