Nasib 56 Pegawai Tak Lolos TWK, Didepak KPK Dipinang Polri
Merdeka.com - Sebanyak 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dipecat hari ini, 30 September 2021. Pemecatan buntut tidak lolosnya mereka dalam seleksi tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai salah satu syarat alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Polri menyambut dengan tangan terbuka untuk 56 pegawai dipecat KPK. Polri menyatakan siap menerima pegawai pecatan KPK untuk menjadi ASN di lingkungan Korps Bhayangkara. Bahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit sudah bersurat kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Kapolri meyakinkan perekturan ini sejalan dengan kebutuhan organisasi di lembaga dipimpinnya. Bahkan Sigit sudah memiliki konsep penempatan terhadap 56 pegawai. Yakni, di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Bareskrim Polri. Divisi itu dia nilai cocok dengan latar belakang 56 pegawai KPK.
-
Siapa yang dilantik Jokowi menjadi Ketua KPK? Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara.
-
Siapa yang dipecat oleh PDIP? PDIP telah memecat Cinta Mega usai ketahuan diduga main judi slot Politikus PDIP Cinta Mega akhirnya dipecat oleh partai, usai ketahuan diduga bermain judi online slot saat rapat paripurna bulan lalu.
-
Siapa yang dipecat? Dari tujuh orang tersebut, dua orang polisi dipecat positif mengonsumsi narkoba.
-
Siapa yang ingin mundur dari KPK? 'Da seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri,' kata dia.
-
Siapa yang dipecat tidak hormat dari jabatan Ketua KPU? Pemecatan dilakukan berdasarkan hasil putusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (3/7) kemarin.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
"Kenapa demikian? Karena kita melihat terkait dengan rekam jejak, kemudian pengalaman di dalam penanganan Tipikor yang tentunya itu sangat bermanfaat untuk memperkuat jajaran organisasi yang kami kembangkan, untuk memperkuat organisasi Polri," kata Sigit pada Selasa 28 September, kemarin.
Tetapi, Polri tidak ingin tergesa-gesa atas ide ini. Sebab, penambahan pegawai juga berdampak pada penganggaran Polri. Sebab, akan ada penambahan biaya belanja pegawai.
Niatan Sigit bak gayung bersambut. Istana memberi lampu hijau.
Lewat surat balasan tertanggal 27 September 2021, memberikan isyarat persetujuan. Menjadikan pegawai pecatan KPK sebagai ASN di institusi Polri. Tetapi dipesankan, Kapolri melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian PAN RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Menko Polhukam, Mahfud MD, menjelaskan alasan Presiden Jokowi menyetujui usulan Kapolri. Salah satunya, ada peraturan pemerintah sebagai dasar. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Nantinya, pegawai itu tidak akan menjadi penyidik hanya sebatas ASN. Sehingga tugasnya akan diaturan dalam aturan turunan berikutnya.
"Dasarnya, Psl 3 Ayat (1) PP No. 17 Tahun. 2020, 'Presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS. Selain itu Presiden dpt mendelegasikan hal itu kpd Polri (jg institusi lain) sesuai dgn ketentuan Psl 13 Ayat (5) UU No. 30 Thn 2014," kata Mahfud dalam cuitannya dikutip merdeka.com.
Istana juga menilai. Usulan Kapolri menjadi jalan tengah yang baik menyudahi polemik pemecatan pegawai KPK tidak lolos TWK. Mengedapankan musyawarah dan humanis.
Respons Pegawai Tak Lolos KPK
Niatan Kapolri mendapat tanggapan dari sejumlah pegawai yang segera hengkang dari gedung KPK. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi nonaktif KPK, Giri Suprapdiono, mengapresiasi. Tetapi katanya, masih jauh dari semangat Giri dan para rekan yang terdepak dari KPK per 30 September besok.
"Kami apresiasi dalam hal ini, walau masih jauh dari harapan utama kami, kembali memberantas korupsi di KPK," tegas Giri.
Menurutnya, banyak hal yang perlu diklarifikasi pihaknya sebelum menerima pinangan Kapolri. Saat ini, Giri bersama 55 pegawai lain masih menunggu sikap dan komitmen Presiden Jokowi terhadap napas pemberantasan korupsi.
"Kami masih konsolidasi bersama dahulu dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini," tegasnya.
Bagi pegawai KPK tak lolos TWK tawaran pemerintah ini harus dilihat dari segala sudut. Itu sebabnya, 56 pegawai harus melakukan konsolidasi di interneal mereka.
"Kami masih menunggu penjelasan lebih detail, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan oleh kami semua. Mengingat persoalan utama bukan masalah pekerjaan bagi 57 pegawai. Tapi stigmatisasi, maladministrasi dan pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK alih status pegawai KPK," tegas Thata Khoiriyah, salah satu pegawai tak lolos TWK.
Pro Kontra Usulan Kapolri
KPK melihat suatu hal positif atas langkah yang dilakukan Kapolri terhadap 56 pegawai mereka yang tidak lolos TWK. Diharapkan, masuknya pegawai KPK ke institusi Polri membuat semangat pemberantasan oleh Korps Bhayangkara kian kuat.
Oleh sebab itu, KPK segera menyerahkan proses perekrutan 56 pegawai yang berakhir masa tugasnya pada 30 September itu kepada Kemenpan RB dan BKN.
"Kami berharap dapat meningkatkan kompetensi Polri dalam ranah pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK akan terus melakukan kolaborasi secara sinergi dengan Polri dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.
Pandangan serupa juga disampaikan Kompolnas yang melihat ada sisi baik dari usulan Kapolri soal nasib 56 pegawai KPK. Diharapkan kerja Polri dalam menangani kasus-kasus korupsi semakin maksimal.
"Sehingga upaya menampung 56 staf KPK yang dianggap mempunyai kemampuan pemberantasan korupsi adalah semata-mata memenuhi harapan masyarakat agar pemberantasan korupsi oleh Polri dapat makin diperkuat," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti.
Sebaliknya, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari sejumlah LSM menilai usulan Kapolri justru memperumit keadaan. Apalagi Ombudsman, Komnas HAM, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, telah mengeluarkan satu kesimpulan. Yakni TWK yangdiatur melalui Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 sah secara konstitusional namunpenyelenggaraannya dipenuhi dengan sejumlah persoalan.
"Rencana pemerintah mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN di Polri juga kian menguatkan sinyal bahwa TWK penuh masalah," kata Koalisi Masyarakat Sipil, dalma rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (29/8).
Koalisi juga belum melihat ada penjelasan detail soal tawaran Kapolri terhadap 56 pegawai KPK tersebut. Hal ini menjadi penting sebab 56 pegawai tersebut berasal dari lintas kedeputian sewaktu bekerja di KPK, mulai daripenindakan, pencegahan, dan bagian-bagian lainnya.
"Jangan sampai ada kesan yang timbul bahwa puluhan pegawai KPK tersebut seolah-olah diposisikan sebagai pencari pekerjaan. Sebab, keinginan untuk menjadi ASN bukan niat dari individu, melainkan perintah UU. Lagi pun, ketidaklolosan mereka dalam TWK KPK juga tidak dapat dibenarkan secara hukum."
Oleh sebab itu, Koalisi mendorong sebaiknya Presiden Jokowi tetap untuk menyampaikan secara langsung tindak lanjut atas pemberhentian 56 pegawai KPK. Apalagi pelaksanaan TWK dinilai maladministrasiberdasarkan temuan Ombudsman serta melanggar hak asasi manusia sebagaimana disampaikanoleh Komnas HAM.
"Seluruh temuan tersebut pada dasarnya bermuara pada sikap Presiden. Maka dari itu, apapun keputusan Presiden selayaknya disampaikan secara langsung, bukan justru didelegasikan kepada pihak lain, dalam hal ini Kapolri," jelas Koalisi.
Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM juga menilai usulan Kapolri terkait pegawai KPK tidak lolos KPK bagian dari upaya menghindar dari persoalan yang sebenarnya, yaitu proses pelaksanaan TWK yang bermasalah. Publik semakin dibuat bingung ketika pegawai KPK tidak dapat diangkat menjadi ASN di KPK dengan alasan tidak lolos TWK, tetapi di sisi lain Presiden justru menyetujui rencana pengangkatan mereka menjadi ASN kepolisian.
"Padahal untuk menyelesaikan permasalahan TWK seharusnya Presiden tidak perlu memutar jalan seperti ini. Cukup dengan Presiden mengikut rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM yang telah menilai proses pelaksanaan TWK bermasalah. Dasar hukumnya lebih kuat, yaitu kewenangan Presiden sebagai pembina tertinggi ASN dan putusan MA yang menyatakan bahwa proses pelaksanaan TWK menjadi tanggung jawab pemerintah," kata peneliti pukat UGM, Yuris Rezha Kurniawan, kepada merdeka.com, Kamis (30/9).
Menurutnya, sikap menyetujui Presiden semakin mengkonfirmasi bahwa sejak awal yang bermasalah memang bukan para pegawai KPK yang tidak lolos. Sekaligus, memperjelas bahwa proses pengalihan status pegawai ini seperti didesain dengan tujuan untuk menyingkirkan beberapa pegawai KPK.
"Sibuk mencari-cari cara agar beberapa pegawai KPK ini tidak lagi bekerja di KPK," katanya.
Dia menegaskan keanehan sangat terlihat jelas ketika seseorang yang dianggap suatu lembaga tidak kredibel menjadi ASN malah diterima lembaga lain dengan alasan kebutuhan organisasi. Meskipun belum ada penjelasan detail mereka akan menempati jabatan dan bekerja dalam kapasitas bagaimana.
"Yang kita pertanyakan adalah pelaksanaan TWK yang dijadikan dasar pemecatan beberapa pegawai KPK. Kalau diklaim oleh KPK bahwa TWK itu kredibel, kenapa justru pegawai yang tidak lolos ingin dimasukkan ke kepolisian? Padahal kita tahu salah satu pimpinan KPK yang mengklaim bahwa pegawai tidak lolos TWK tidak bisa diselamatkan lagi, juga berasal dari institusi Polri," tegasnya.
Ditambahkan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, tawaran Kapolri agak menggelitik. Seolah 56 pegawai KPK adalah orang yang sedang mencari kerja.
"Padahal para TWK KPK ini sedang berjuang karena hak mereka dirampas atau disingkirkan di KPK. Ini artinya, mereka sedang berjuang untuk keadilan bukan jabatan seperti tawaran menjadi ASN di lembaga mana pun," katanya.
Soal anggaran, Uchok tidak melihat terlalu memberatkan Polri jika 56 pegawai KPK bergabung menjadi ASN Korps Bhayangkara. Meskipun tentu akan ada penambahan.
"Buat Polri, memang ini tambahan anggaran. Tapi sebetulnya tak seberapa beratnya," katanya.
Hingga saat ini, Polri belum merinci bagaimana proses rekrut yang akan dilakukan pada 56 pegawai KPK. Tetapi Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, polemik terkait 56 pegawai KPK tidak lolos TWK sudah selesai seiring tawaran dari Kapolri akan merekrut menjadi ASN di Korps Bhayangkara.
Kontroversi tentang 56 Pegawai KPK yang terkait TWK bisa diakhiri. Mari kita melangkah ke depan dgn semangat kebersamaan," katanya dalam akun twitternya dikutip merdeka.com, Rabu(29/9).
Dia menjelaskan langkah KPK melaksanakan TWK menurut MA dan MK tidak salah secara hukum. Begitu juga dengan keputusan Presiden Joko Widodo(Jokowi) yang menyetujui permohonan Kapolri untuk menjadikan para pegawai tersebut menjadi ASN.
"Langkah KPK yang melakukan TWK menurut MA dan MK tidak salah secara hukum. Tapi kebijakan Presiden yang menyetujui permohonan Kapolri untuk menjadikan mereka sebagai ASN juga benar," tutup Mahfud.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
eks komisioner pimpinan KPK meminta Presiden mempertimbangkan secara baik dan matang kandidat Pansel Capim KPK di tengah merosotnya performa KPK.
Baca SelengkapnyaJohan Budi Sapto Pribowo mundur dari keanggotaan PDI Perjuangan. Ia akan mencoba kembali berkarir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca SelengkapnyaJokowi menegaskan tak mengintervensi seleksi calon pimpinan (capim) KPK.
Baca SelengkapnyaSepuluh orang tersebut dinyatakan lolos seleksi wawancara dan tes kesehatan jasmani rohani.
Baca SelengkapnyaKeputusan pemecatan itu diambil berdasarkan hasil pemeriksaan hukuman disiplin terhadap pegawai negeri sipil KPK yang telah selesai dilakukan pada 2 April 2024.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi buka suara mengenai perkembangan kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo.
Baca SelengkapnyaPansel KPK telah mengumumkan 236 pendaftar yang dinyatakan lulus seleksi administrasi awal.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menanggapi dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK kepada Syahrul Yasin Limpo.
Baca SelengkapnyaJokowi akan memilih 5 nama capim untuk diserahkan ke DPR dan selanjutnya menjalani uji kepatutan dan kelayakan.
Baca SelengkapnyaJohan Budi juga akan mengajukan proses pengunduran diri sebagai kader PDI Perjuangan.
Baca SelengkapnyaFirli Bahuri kini sudah menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Baca SelengkapnyaPansel menyerahkan dokumen nama-nama itu kepada Jokowi di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.
Baca Selengkapnya