NU wacanakan dukung legalisasi lokalisasi
Merdeka.com - Legalisasi lokalisasi bagi para wanita tuna susila (WTS) saat ini masih menjadi kontroversi.
Saat kontroversi mengenai lokalisasi ini kian santer, organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) mewacanakan legalisasi lokalisasi.
Keputusan itu bukan asal ngomong, melainkan hasil dari bahtsul masail, atau pembahasan masalah-masalah terkini dengan dicarikan dasar dari kitab-kitab fiqih ulama terdahulu.
-
Apa isi prasasti tersebut? bahasa-bahasa Timur Tengah kuno di University College London, enam baris pertama dari teks paku-paku pada prasasti itu mengatakan, dalam bahasa Het, 'empat kota, termasuk ibu kota, Hattusa, berada dalam bencana,' sementara 64 baris sisanya adalah doa dalam bahasa Hurria yang memohon kemenangan.
-
Di mana prasasti itu ditemukan? Prasasti seberat setengah ton yang berisi 13 baris tulisan itu ditemukan tim penggali di kawasan Mersin setelah proyek penggalian dilakukan selama 12 bulan.
-
Di mana prasasti tersebut ditemukan? Penemuan ini terjadi ketika petani itu tengah mempersiapkan lahan mereka untuk pertanian, sekitar 100 kilometer di sebelah timur laut Ibu Kota Kairo.
-
Kapan NU berdiri? Pada awal berdirinya Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926 di Surabaya, Hasan Gipo terpilih menjadi Ketua Umum Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO), atau sekarang disebut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
-
Dimana prasasti itu ditemukan? Prasasti ini ditemukan di dekat Danau Bashplemi, di wilayah Dmanisi.
Wacana legalisasi lokalisasi ini ditulis dalam situs resmi Nahdlatul Ulama, www.nu.or.id yang dipublikasikan pada 27 Januari lalu. dalam artiket yang merupakan hasil Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU tentang Penanggulangan HIV-AIDS, dikatakan bahwa HIV/AIDS telah benar mewabah di Indonesia. Penyebarannya pun sudah sampai pada hampir semua kabupaten di Indonesia. Penyakit HIV yang salah satu penularannya disebabkan oleh pola hubungan yang tidak aman ini sering dialamatkan pada pekerja seks yang menjadi biang keladinya. Wabah AIDS sudah menjadi ancaman serius bagi bangsa.
"Pada hakikatnya, kewajiban pemerintah adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat sehingga kemaslahatan tercapai. Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang praktik perzinahan dan pada saat yang sama menegakkan regulasi tersebut. Inilah maslahah ammah yang wajib dilakukan pemerintah," demikian tulis artikel tersebut.
Dalam artikel tersebut juga ditulis, lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.
"Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas."
Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.
Dalam artikel tersebut juga disebutkan dasar legalisasi lokalisasi, seperti ditulis dalam kitam Ibn Nujaim Al-Hanafi al-Asybah wa an-Nazhair, tahqiq Muthi` Al-Hafidz, Bairut-Dar Al-Fikr, halaman: 96).
"Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan."
Lebih lanjut lagi dijelaskan dalam kitab Ibn Qoyyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqi'in an Rabbi al-‘Alamin, tahqiq: Thaha Abdurrouf Saad, Bairut- Dar al-Gel, 1983. M, vol: III, h. 40)
"Inkar terhadap perkara yang munkar itu ada empat tingkatan. Pertama: perkara yang munkar hilang dan digantikan oleh kebalikannya (yang baik atau ma’ruf); kedua: perkara munkar berkurang sekalipun tidak hilang secara keseluruhan; ketiga : perkara munkar hilang digantikan dengan kemunkaran lain yang kadar kemungkrannya sama. Keempat: perkara munkar hilang digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar. Dua tingkatan yang pertama diperintahkan oleh syara’, tingkatan ketiga merupakan ranah ijtihad, dan tingkatan keempat hukumnya haram".
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presidium mengapresiasi dukungan pengasuh-pengasuh pondok pesantren di Jateng terhadap Gerakan Penyelamatan Organisasi dan Muktamar Luar Biasa NU.
Baca SelengkapnyaMuktamar Luar Biasa NU direncanakan berlangsung di Cirebon.
Baca SelengkapnyaYahya mengaku tidak tahu saat ditanya sudah sampai mana pengurusan izin yang diajukan.
Baca SelengkapnyaMenteri ESDM menyebut, penerbitan izin bagi ormas keagamaan akan diberikan atas rekomendasi dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Baca SelengkapnyaKetua PBNU Abdullah Latopada menegaskan wacana MLB NU diisukan hanya dari segelintir orang
Baca SelengkapnyaAda sembilan poin yang dapat dijadikan pedoman berpolitik bagi warga NU.
Baca Selengkapnyawarisan pertama para kiai NU adalah paham keagamaan Ahlussunnah Waljama'ah (Aswaja)
Baca SelengkapnyaPertemuan itu membahas kerja sama bidang digitalisasi khususnya program pengembangan talenta digital bagi warga nahdiyin.
Baca SelengkapnyaNU perlu merambah dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta kewirausahaan. Agar tidak hanya berkutat di bidang sosial kemanusiaan dan keagamaan.
Baca SelengkapnyaGus Yahya mengatakan Presiden Jokowi merestui rencana PBNU tersebut.
Baca SelengkapnyaDalam pertemuan tersebut, ujar KH Achmad, Abuya Muhtadi memberikan pesan sederhana namun mengandung makna luar biasa dan mendalam.
Baca SelengkapnyaMenteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan bakal segera menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Baca Selengkapnya