Olly Dondokambey bantah terima USD 1 juta dari proyek e-KTP
Merdeka.com - Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (26/1). Olly diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP di Kementerian Dalam Negeri tahun 2011-2012. Dalam periode tersebut, Olly menjabat sebagai pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Usai diperiksa, Olly membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin yang menyebutnya turut menerima aliran uang sebesar USD 1 juta terkait proyek e-KTP.
"Bohonglah. Kalian kan lebih tahu. Enggak benar," kata Olly usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (26/1).
-
Apa yang DPR ingatkan OJK? 'Menurut kami, rencana pencabutan moratorium ini harus dilakukan secara hati-hati dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif.
-
Kenapa DPR mendukung KPK mengungkap kebocoran OTT? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Bagaimana DPR saran KPK mengusut kebocoran OTT? Bahkan Sahroni merekomendasikan KPK untuk berkolaborasi dengan instansi-instansi terkait, jika ingin serius mengungkap dugaan ini.
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
Olly menjelaskan, tidak ada alasan bagi Banggar DPR untuk menolak atau menyetujui proyek e-KTP. Bendahara Umum PDIP Perjuangan ini menyebut Banggar bertugas untuk menyusun UU APBN, bukan hanya proyek e-KTP.
"Enggak ada alasan Banggar. Banggar mau buat UU APBN bukan menyetujui e-KTP. Nggak ada (pembahasan anggaran proyek e-KTP). Banggar bukan bahas itu, tapi bahas APBN," tegasnya.
Olly menambahkan, Banggar DPR juga tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menegur pemerintah yang mengusulkan proyek e-KTP. Menurutnya, tugas itu merupakan kewenangan Komisi II DPR sebagai mitra Kemendagri.
"DPR Komisi II. Banggar tugas pengawasan," katanya.
Sebelumnya, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan dilakukan lantaran saat proyek e-KTP bergulir, Olly yang menjabat sebagai wakil ketua Badan Anggaran DPR. Dia menjelaskan, keterangan Olly untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri) Sugiharto.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S (Sugiharto)," kata Febri.
KPK juga menjadwalkan memeriksa sejumlah mantan pimpinan Banggar DPR lainnya, yakni Mirwan Amir, dan Melchias Mekeng serta Tamsil Linrung. Febri menjelaskan penyidik juga bakal memeriksa Arista Gunawan, pengelola dokumen alat ukur dan pemetaan seksi survei pengukuran dan pemetaan Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin sempat menyebut sejumlah nama yang terlibat dalam kasus ini. Dalam dokumen yang dibawa Elza Syarief, pengacara Nazaruddin para pimpinan Banggar DPR disebut turut menerima aliran uang dengan nilai US$ 500.000 hingga US$ 1 juta.
KPK telah menetapkan mantan Dirjen Dukcapil, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri) Sugiharto sebagai tersangka. Irman diduga bersama-sama dengan Sugiharto telah melakukan tindakan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan terkait proyek tersebut. Akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tersendatnya sistem tersebut karena masih ada 2 kementerian yang belum terkoneksi dengan OSS.
Baca SelengkapnyaTidak bisa menaikkan suatu pajak tanpa harus memberikan solusi.
Baca SelengkapnyaMenpora Dito Ariotedjo dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi BTS Kominfo dengan terdakwa Johnny G Plate.
Baca SelengkapnyaBahlil Lahadalia menampik tudingan pemberian izin kelola lahan tambang bagi ormas sebagai bentuk janji politik
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat Ongku P. Hasibuan menegur kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selama Pemilu.
Baca SelengkapnyaGalumbang menilai uang tersebut bukan untuk dirinya namun untuk kepentingan BAKTI.
Baca SelengkapnyaHal itu diungkapkan Biro hukum KPK dalam sidang lanjutan praperadilan gugatan penetapan tersangka diajukan Eddy Hiariej
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Dito saat menjadi saksi kasus dugaan korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (11/10).
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat, Ongku Hasibuan, mengaku tidak yakin dengan independensi KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
Baca SelengkapnyaSaid menilai tidak memahami pernyataan seseorang atau tokoh secara utuh dapat menyesatkan publik yang kemudian menjurus kepada kegaduhan.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung ST Burhanuddin menanggapi keluhan Arteria terkait OTT yang dilakukan Kejati Bali
Baca SelengkapnyaJaksa sebelumnya mendakwa Achsanul Qosasi menerima uang Rp40 miliar untuk pengkondisian BPK dalam proyek menara BTS Kominfo.
Baca Selengkapnya