Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ombudsman Aceh Nilai Perpres Jaminan Kesehatan Diskriminatif

Ombudsman Aceh Nilai Perpres Jaminan Kesehatan Diskriminatif BPJS Kesehatan palsu. ©2016 merdeka.com/andrian salam wiyono

Merdeka.com - Dalam laporan akhir tahun, Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Aceh menyoroti Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan. Perpres itu dinilai sangat diskriminatif dan tidak berpihak pada korban dan rakyat miskin.

"Perpres itu sangat tidak adil, sangat diskriminatif," ujar Kepala Ombudsman Aceh, Taqwaddin Husin, Rabu (16/1) di ruang kerjanya.

Menurutnya, ketidakadilan dan diskriminatif tercantum dalam pasal 52 huruf r berbunyi 'Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, itu tidak ditanggung biaya dalam BPJS.'

Orang lain juga bertanya?

Berdasarkan pasal 52 hufu r, Taqwaddin menilai sangat tidak adil. Sehingga ini perlu digugat agar di rumah. Saluran hukum untuk menggugat regulasi ini melalui Judicial Review (hak uji materiil) ke Jakarta.

Ombudsman tidak bisa menggugat langsung karena statusnya sebagai lembaga Negara. Ombudsman mendorong pihak lain untuk melakukan Judicial Review agar klausul yang merugikan masyarakat dihapus.

"Kalau seperti sekarang itu kan, korban sudah jatuh tertimpa tangga lagi, sudah menjadi korban tidak ditanggung lagi pembiayaan oleh BPJS, ini sangat diskriminatif," jelasnya.

Nantinya Ombudsman akan memberikan saran dan saksi ahli terkait dengan pelayanan publik bidang kesehatan ini. Ombudsman bisa memberikan pandangan bahwa regulasi tentang Jaminan Kesehatan diskriminatif.

"Yang memiliki legal standing untuk menggugat itu adalah korban, baru kuat," jelasnya.

Karena itu, Taqwaddin berharap siapapun yang pernah menjadi korban agar melaporkan ke Ombudsman dan nanti akan diajak untuk melakukan gugatan.

Sebelumnya korban tindak kekerasan kriminal di Aceh atas nama Yusri (37) sempat tak bisa pulang dari rumah sakit, karena tak bisa membayar biaya perawatan. Saat ini BPJS tidak menanggung biaya pengobatan pasien itu, karena korban tindak pidana kekerasan. Dia menjadi korban tindak pidana kekerasan dibacok di kaki kirinya Kamis (7/12) malam sekira pukul 23.30 Wib.

Saat itu pihak rumah sakit menyampaikan ke pasien bahwa BPJS saat ini tidak menanggung biaya pengobatan korban tindak kriminal. Pihak rumah sakit meminta pihak keluarga melunasi seluruh biaya pengobatan sebesar Rp 17.500.000.

Namun pihak keluarga keberatan membayar biaya tersebut. Sehingga sempat molor selama 3 hari pasien tak bisa keluar dari rumah sakit. Namun setelah dilaporkan ke Ombudsman, akhirnya pihak rumah sakit membebaskan seluruh biaya perawatan.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ombudsman Sebut 190 Puskesmas di Indonesia Belum Punya Dokter
Ombudsman Sebut 190 Puskesmas di Indonesia Belum Punya Dokter

Dari 45,64 persen tersebut, sebanyak 4,17 persen atau 190 puskesmas di Indonesia tak memiliki dokter.

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Miris, Masih Ada Oknum Rumah Sakit Mendiskriminasi Pasien BPJS
Miris, Masih Ada Oknum Rumah Sakit Mendiskriminasi Pasien BPJS

Bos BPJS Kesehatan, menyebut masih ada oknum rumah sakit yang mendiskriminasi pasien BPJS Kesehatan.

Baca Selengkapnya
IDI Berduka RUU Kesehatan Disahkan
IDI Berduka RUU Kesehatan Disahkan

Meski kecewa, IDI mengaku siap mengawal penerapan UU Kesehatan ini hingga ke tingkat cabang.

Baca Selengkapnya
Suara Pengusaha Tanggapi Aturan Baru Industri Makanan dan Tembakau
Suara Pengusaha Tanggapi Aturan Baru Industri Makanan dan Tembakau

Protes yang dilayangkan banyak mencermati kurangnya partisipasi publik dalam penyusunan peraturan-peraturan terkait kesehatan.

Baca Selengkapnya
Anies Buka Data Ketimpangan di Indonesia: 64 Persen Dokter dan 74 Persen RS Ada di Jawa-Sumatera
Anies Buka Data Ketimpangan di Indonesia: 64 Persen Dokter dan 74 Persen RS Ada di Jawa-Sumatera

Berdasarkan data tersebut, membuat masyarakat di wilayah Timur Indonesia kesulitan berobat.

Baca Selengkapnya
VIDEO: PKS & Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan, Sindir Nakes WN Asing
VIDEO: PKS & Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan, Sindir Nakes WN Asing

Dalam sidang paripurna, fraksi PKS dan Partai Demokrat menolak aturan tersebut disahkan.

Baca Selengkapnya
Petani Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan soal Tembakau, Ajak Industri Hulu Hingga Hilir
Petani Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan soal Tembakau, Ajak Industri Hulu Hingga Hilir

Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnasi Mudi menyayangkan PP 28/2024 disahkan dan ditandatangani oleh berbagai Kementerian yang tidak terl

Baca Selengkapnya
DPR: Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Diskriminatif & Tak Sejalan dengan Konstitusi
DPR: Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Diskriminatif & Tak Sejalan dengan Konstitusi

Dampak ini terasa signifikan bagi tenaga kerja dan petani tembakau, yang selama ini menggantungkan hidup pada industri ini.

Baca Selengkapnya
Dirut BPJS Kesehatan Mengaku Kerap Disalahkan Saat Kekurangan Dokter dan Obat
Dirut BPJS Kesehatan Mengaku Kerap Disalahkan Saat Kekurangan Dokter dan Obat

Ghufron Mukti mengaku heran kerap disalahkan karena kekurangan obat dan dokter. Padahal, masalah tersebut bukan tanggung jawabnya.

Baca Selengkapnya
Menkes Targetkan Aturan Turunan UU Kesehatan Selesai September
Menkes Targetkan Aturan Turunan UU Kesehatan Selesai September

Saat ini, aturan turunan dari UU Kesehatan masih digodok.

Baca Selengkapnya
PKS Tolak RUU Kesehatan Karena Tidak Berpihak pada Rakyat
PKS Tolak RUU Kesehatan Karena Tidak Berpihak pada Rakyat

PKS menilai RUU Kesehatan justru menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Baca Selengkapnya