Ombudsman Catat 2 Masalah Terkait Penerimaan Peserta Didik Baru
Merdeka.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan dua permasalahan terkait pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMP dan SMA tahun 2019. Temuan tersebut berdasarkan laporan dari beberapa masyarakat.
Menurut anggota Ombudsman Nank Rahayu, permasalahan pertama yakni berkenaan dengan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penerapan sistem zonasi.
"Kedua, ihwal kesalahpahaman masyarakat terkait pendaftaran PPDB, sehingga di beberapa tempat atau sekolah, sebagian masyarakat harus rela antre bahkan hingga bermalam di suatu sekolah," ujar Nanik di kantornya, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (27/6).
-
Apa kendala utama pendaftaran siswa baru? 'Kalau sekarang harus buat akun dulu dan itu antre sangat lama. Terus antre di ruang sini. Terus antre lagi di scan. Dan ini membuat orang tua semakin repot. Saya sudah dua hari ini mengurus beginian, dan sampai sekarang belum selesai,' kata Titin Sumarni, salah satu orang tua calon peserta didik baru.
-
Kenapa kesenjangan terjadi di masyarakat? Kesenjangan dalam masyarakat bisa terjadi akibat berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
-
Apa masalah utama yang dihadapi pendatang baru di Jakarta? Celakanya, Pemprov DKI menemukan sebanyak 17,89 persen atau sebanyak 220 orang dari ribuan pendatang itu tercatat tak punya pekerjaan. Bahkan, PJ Gubernur DKI Heru Budi Hartono menemukan pendatang yang jadi pemulung. "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
-
Apa yang bikin warga resah? Momen teror suara ketuk puntu rumah yang terekam di kamera CCTV ini bikin warga sekitar resah.
-
Di mana kesenjangan terjadi? Masalah kesenjangan ini tidak hanya terjadi dalam aspek sosial masyarakat, tetapi juga berbagai aspek lainnya. Mulai dari kesenjangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kesenjangan digital.
-
Mengapa orang melakukan diskriminasi? Dari segi psikologi, seseorang yang melakukan sikap diskriminasi, mungkin dipengaruhi oleh faktor sejarah atau masa lalu. Bisa jadi, orang yang melakukan diskriminasi, pernah mendapatkan perlakuan yang berbeda dan tidak adil oleh orang lain.
Padahal, menurut Nanik, pengaturan PPDB tahun ini melalui Permendikbud Nomor 51 tahun 2018, telah mengalami perbaikan. Pada tahun-tahun sebelumnya, Permendikbud tentang PPDB ini terbit satu bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Sedangkan tahun ini Permendikbud itu sudah terbit enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
"Seharusnya, waktu enam bulan tersebut dapat digunakan untuk persiapan dan sosialisasi ke masyarakat, sehingga tidak menimbulkan keributan yang mendadak," kata dia.
Namun Nanik menyadari terdapat kelemahan dalam penerapan sistem zonasi. Kelemahan sistem zonasi lantaran Kemendikbud dan Dinas Pendidikan kurang gencar dalam mensosialisasikan Permendikbud yang baru itu.
"Sehingga masih menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat," kata dia.
Selain itu, Kemendikbud juga kurang berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas penerapan sistem zonasi ini, sehingga beberapa kepala daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan sistem tersebut.
"Kemendikbud seharusnya tidak hanya tegas menegakan aturan pada sistem zonasi, tapi juga komunikatif dengan masyarakat, Kemendagri, serta Pemda. Sehingga tujuan yang baik dalam penerapan zonasi itu akan dipahami oleh masyarakat dan Pemda," kata Nanik.
Terkait dengan adanya antrean yang menimbulkan kekisruhan, menurut Nanik, lantaran kesalahpahaman masyarakat yang seolah-olah siapa yang lebih dahulu membawa berkas ke sekolah akan diterima. Ombudsman menyesali terjadinya kesalahpahaman tersebut.
"Pendaftaran sekolah seharusnya telah dilakukan dengan sistem daring atau online yang telah diatur sesuai dengan zonasinya. Jadi berkas calon siswa baru dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data, bukan untuk pendaftaran siapa yang paling duluan," ujar Nanik.
Karena itu, Nanik meminta agar Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta pihak sekolah di semua daerah hendaknya lebih gencar memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai PPDB.
"Karena itu Ombudsman mendukung sistem zonasi ini untuk ada pemerataan pendidikan, namun pemerintah perlu segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih kongkrit di seluruh Indonesia," kata dia.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Beberapa sekolah kekurangan siswa. Namun kegiatan belajar mengajar tetap berjalan.
Baca SelengkapnyaHumas SMA Negeri 1 Depok Teguh mengatakan pendaftaran PPDB jalur zonasi dibuka mulai Senin (3/6).
Baca SelengkapnyaDiduga kekurangan siswa terjadi karena masih adanya paradigma sekolah favorit.
Baca SelengkapnyaPuluhan orang tua dan siswa baru SMKN 1 Tambun Utara, Kabupaten Bekasi menggelar aksi dengan cara mengunci pintu gerbang sekolah, Senin (22/7).
Baca SelengkapnyaKomisi X DPR Minta Pemerintah Ubah PPDB Sistem Zonasi, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaJalur zonasi ini pertama kali diimplementasikan tahun 2017 pada masa kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Baca SelengkapnyaInspeksi dilakukan usai puluhan warga melakukan aksi protes di depan pintu gerbang SMA Negeri 5 Tangsel.
Baca SelengkapnyaOmbudsman Jateng terus berupaya menyelesaikan aduan terkait empat anak yang belum mendapat sekolah pada PPDB 2023 di SMA/SMK Negeri.
Baca SelengkapnyaPemerintah Jokowi mempertimbangkan ulang keinginanya untuk menghapus sistem zonasi pada PPDB.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi memberi arahan untuk mengakhiri polemik sistem zonasi penerimaan peserta didik baru yang sarat kecurangan.
Baca SelengkapnyaLaman ppdb.jakarta.go.id yang harusnya bisa diakses sejak pukul 08.00 WIB saat ini tidak dapat diakses.
Baca SelengkapnyaMenjelang penutupan pendaftaran, website pendaftaran CPNS atau PPPK mengalami gangguan atau down server.
Baca Selengkapnya