Ombudsman dalami laporan FITRA soal penurunan tarif interkoneksi
Merdeka.com - Ombudsman Republik Indonesia berencana memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Pemanggilan ini terkait laporan disampaikan FITRA terkait kebijakan penurunan tarif interkoneksi.
"Kita akan gelar pleno pada hari Selasa (pekan depan), kita akan putuskan poin-poin penting yang akan kita ambil. Baru akan memanggil terlapor (Rudiantara)," kata Ketua Ombusman RI, Alamsyah Saragih dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/9).
Menurut dia, Ombudsman bakal mengkaji terkait aturan itu apakah melibatkan pelbagai pihak maupun operator selular lainnya. "Kan itu sebenarnya yang paling penting dalam Kasus ini. Apakah regulasi itu dikeluarkan telah melibatkan pihak lain, apakah ada interest tertentu, atau sesuai prosedur atau tidak," imbuh Alamsyah.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas telekomunikasi Indonesia? Dua orang yang bertanggung jawab atas kondisi telekomunikasi Indonesia, yaitu Mayjen TNI Soehardjono (dirjen pos dan telekomunikasi) serta Ir Sutanggar Tengker Yahya (direktur telekomunikasi di ditjen pos dan telekomunikasi yang juga mantan dirut PN Telekomunikasi Indonesia), menyadari pentingnya menggunakan satelit untuk menyambungkan komunikasi di wilayah nusantara yang begitu luas dan terpisah jarak begitu jauh.
-
Apa program pemerintah untuk pemerataan akses internet? Saat ini pemerintah sudah punya program BAKTI, misalkan pemerataan 4G terutamanya.
-
Bagaimana tanggapan Telkomsel terkait rencana Menkominfo membuat regulasi kecepatan internet minimal 100 Mbps? 'Kita tinggal nunggu aturannya seperti apa, tapi itu kan dikembalikan ke pelanggan semoga economy of skill nya dapet lah,' Menurut Saki, dengan kecepatan minimal 100 Mbps sangat mungkin. Ia menyontohkan pelanggan IndiHome yang sudah memiliki opsi 100 Mbps. 'Intinya dari kami, tinggal tunggu dari pemerintah regilasinya sepetti apa,' ujar dia.
-
Apa dampak OTT terhadap pendapatan operator seluler? 'Apa sih dampaknya? Kalau kita lihat dalam 5-7 tahun terakhir penurunan dari pendapatan sms. Kalo kita lihat secara global ancaman terhadap operator ini juga terjadi di seluruh dunia,' Sigit juga menambahkan terdapat setidaknya beberapa dampak yang akan dipengaruhi oleh ketidakadaan regulasi yang mengatur operasional OTT di Indonesia.
-
Bagaimana OTT mempengaruhi pendapatan operator seluler? Efek Gunting kehadiran OTT ini pada satu sisi menaikan traffic penggunaan pada penyedia layanan seluler di Indonesia. Akan tetapi, pada sisi lainnya meskipun traffic dari pengguna akan naik, pendapatan yang dihasilkan akan datar dan sama saja. Sebab, nilai yang masuk itu diterima oleh OTT, bukan penyedia layanan seluler.
-
Siapa yang mendapat paket internet murah? XL Axiata memberikan apresiasi kepada para Ibu dan menawarkan beragam paket Ramadan mulai dari Rp 3 Ribu sebagai bagian dari komitmen mereka untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat Indonesia.
Putusan kebijakan itu ditetapkan Surat Edaran No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 dan diberlakukan mulai 1 September 2016 sampai dengan Desember 2018. Namun, karena daftar penawaran interkoneksi (DPI) belum seluruhnya diserahkan oleh operator kepada pemerintah maka mesti ditunda.
Dalam surat edaran itu, pemerintah menetapkan penurunan tarif interkoneksi antaroperator selular dengan rata-rata 26 persen dari 18 skema. Seperti misalnya, penurunan biaya panggilan sebelumnya Rp 250 menjadi Rp 204. Opsi penurunan 26 persen itu sudah melalui formula yang dikonsultasikan bersama sebuah firma konsultan independen selama 10 tahun terakhir.
Manager Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi dalam laporannya, menyebut bila kebijakan penurunan tarif interkoneksi tetap dilakukan maka berdampak terhadap potensi kerugian negara. Berdasarkan data dihitung FITRA, ada sejumlah potensi kerugian negara berasal dari Pajak (PPh, PPN, PNBP) sebesar Rp 2,3 triliun dan deviden tidak dibayarkan ke negara sebesar Rp 51,6 triliun.
"Itu kalau dihitung selama lima tahun mendatang mulai dari tahun 2017 sampai 2022 potensi kerugiannya itu," kata Apung saat jumpa pers di kantor ORI, Jakarta, Senin (5/9). lalu.
Tarif interkoneksi sendiri merupakan biaya harus dibayar suatu operator kepada operator lain yang menjadi tujuan panggilan atau telepon. Saat ini tarif interkoneksi berkontribusi 15 persen terhadap penentuan tarif ritel.
Menurut Alamsyah, pihaknya tentu saja perlu mengkaji terlebih dahulu pengaduan dan laporan dari Fitra yang mempermasalahkan Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika bernomor 1153/M.Kominfo/PL.0204/08/2016 yang berisi tentang pemangkasan tarif Interkoneksi dari Rp 250 menjadi Rp 204 yang dikeluarkan oleh Pelaksana Tugas Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Biaya Interkoneksi per 1 September 2006.
Ombusman akan mengkaji, apakah policy itu dikeluarkan telah melibatkan pihak-pihak terkait lainnya, atau para operator seluler lainnya. "Kan itu sebenarnya yang paling penting dalam Kasus ini. Apakah regulasi itu dikeluarkan telah melibatkan pihak lain, apakah ada interest tertentu, atau sesuai prosedur atau tidak," imbuh Alamsyah.
Seperti diketahui pada 1 September lalu, penurunan tarif Interkoneksi ini mulai diberlakukan. Karena itu, Manager Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi (FITRA) Apung Widadi mengadukan dan melaporkan kejanggalan surat edaran Kemenkoinfo ke Ombusman RI pada Senin (5/9/2016) lalu. Surat Edaran itu dinilai telah bertentangan dengan PP No. 52 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. Padahal kedua peraturan Pemerintah itu sendiri belum direvisi.
Selain itu, FITRA juga dari dokumen yang ada, pemberlakuan penurunan tarif Interkoneksi ini berpotensi merugikan negara sebesar Rp 51,6 triliun. Angka itu diprediksi muncul dari mulai pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, penerimaan negara bukan pajak yang akan hilang dari kas negara selama 2017-2022. (mdk/ang)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah terlalu memberatkan keuangan perusahaan telekomunikasi dengan biaya penggunaan frekuensi yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaLonjakan trafik yang telah diprediksi ini dikontribusikan oleh peningkatan penggunaan media sosial, aplikasi pesan singkat, hingga aplikasi mobile gaming.
Baca SelengkapnyaBeban operator seluler selama ini sungguh berat. Tidak hanya bisnisnya saja, namun 'upeti' yang mesti dibayarkan ke pemerintah pun makin bengkak.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaRespons baik dari pemerintah ditanggapi positif industri telekomunikasi. Tapi, mereka ingin keringanan lainnya.
Baca SelengkapnyaPenggelaran jaringan 5G yang massif masih terganjal 'ketiadaan' frekuensi.
Baca SelengkapnyaRekomendasi jangka pendek lebih banyak terkait dengan komponen yang dapat dikendalikan oleh pemerintah.
Baca SelengkapnyaXL Axiata dan Smartfren dirumorkan akan merger. Kominfo memberi restu.
Baca SelengkapnyaLayanan Over The Top (OTT) seperti Google dan Meta, masih menjadi permasalahan hingga hari ini.
Baca SelengkapnyaAda banyak tugas menanti Menkominfo pilihan Presiden Prabowo, salah satunya di sektor telekomunikasi.
Baca SelengkapnyaPersoalan ini menurutnya juga harus ditindaklanjuti oleh pemerintah agar tidak ada lagi kesenjangan kualitas internet di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Marah dengan kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam memberantas judi online.
Baca Selengkapnya