'Orang yang Frustrasi dan Merasa Berdosa Lebih Mudah Direkrut Jadi Teroris'
Merdeka.com - Mantan Ketua Jamaah Islamiah (JI) Wilayah Timur, Nasir Abas mengungkapkan, orang yang frustrasi dengan masalah hidupnya di dunia akan lebih mudah dipengaruhi paham radikal. Jaringan teroris akan dengan mudah merekrut orang-orang yang terlihat frustrasi dan depresi, serta anak dari keluarga broken home. Orang-orang itulah yang nantinya ditargetkan menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri.
"Ketika dia sudah frustrasi dunia atau yang broken home, itu lebih cepat merekrutnya," kata Nasir dalam diskusi virtual Terorisme yang diselenggarakan oleh Universitas Budi Luhur, Selasa (6/4).
Pengamat terorisme yang pernah menjadi bagian dari jaringan terorisme itu secara terang-terangan membeberkan seperti apa ajakan para perekrut itu.
-
Kenapa broken home bisa berdampak pada kesehatan mental anak? Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam memahami dan mengatasi perasaan mereka tentang perceraian orang tua.Mereka juga mungkin mengalami rasa kehilangan, ketidakamanan, dan kebingungan tentang kedua orang tua mereka.
-
Siapa yang terdampak dari broken home? Dampak dari broken home dapat terasa pada anggota keluarga, terutama anak-anak.
-
Siapa yang terdampak broken home? Dan dampaknya? Lebih kepada anak-anak.
-
Mengapa anak korban kekerasan rentan panik? Kekerasan yang dialami anak tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga dapat menimbulkan trauma yang mendalam pada aspek psikologis mereka. Trauma ini berpotensi menyebabkan masalah mental, seperti serangan panik dan depresi, yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari anak.
-
Dampak apa yang dirasakan anak dari broken home? Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengatasi emosi, kehilangan rasa percaya diri, atau kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan.
-
Bagaimana cara mengatasi anak broken home? 'Menjadi utuh lagi adalah impian mereka yang broken home.'
"Biasanya perekrut itu akan bilang, ya sudahlah (kalau kamu capek) kalau kamu masuk surga, kamu bisa ajak bapak-ibumu bersatu di Surga," kata Nasir mengikuti ucapan para perekrut jaringan terorisme.
Bukan hanya orang-orang yang merasa frustrasi saja, orang yang merasa bahwa dirinya memiliki banyak dosa pun akan mudah untuk direkrut menjadi pelaku bom bunuh diri. Sehingga, kata dia, moment di mana orang-orang yang banyak melakukan kesalahan dalam hidupnya dan ingin bertaubat merupakan moment yang paling tepat untuk menyebarkan paham radikalisme.
"Lalu orang-orang yang merasa banyak dosa. Salah satu pelaku bom bunuh diri Bali itu preman dari Serang. Dia merasa banyak dosa. 'Dosamu bisa diampuni kalau kamu mati syahid'. Ya bahasa (perekrut) begitu lah," ujarnya.
Selama ini, yang biasanya menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri, kata Nasir, kebanyakan orang-orang dengan kriteria yang ia sebutkan di atas. Sementara itu, untuk para anggota jemaah jaringan terorisme yang sangat kaya, mereka tidak akan dijadikan eksekutor, namun akan terus diberikan pemahaman agar tetap menjadi donatur tetap.
Uang dari para donatur tetap itu diperuntukkan membeli segala kebutuhan mulai dari bahan pembuat bom, dan sebagainya.
Sehingga, kata Nasir, faktor ekonomi dan pendidikan bukanlah satu-satunya faktor seseorang bisa terpapar paham radikal dan mengikuti jaringan terorisme.
"Faktor ekonomi itu hanya faktor tambahan. Kalau dia kaya dan dia setuju dengan pemahaman ini, dia akan diarahkan terus supaya infak yang banyak. Kalau dia broken home, dia bagus jadi eksekutor atau jadi pengantin lah istilahnya," ujarnya.
Dia kembali menegaskan bahwa saat ini, penyebaran paham radikal bukan hanya disebarkan kepada orang-orang dengan kategori ekonomi kelas menengah atau kelas bawah saja. Apalagi saat ini, kata dia, penyebaran paham radikal itu sangat marak dilakukan di ranah digital.
"Mereka ibarat tebar jaring, jaring yang ditebar yaitu paham. dari paham yang disebarkan. Misalnya ternyata orang yang tertarik itu seorang insinyur, nah kita arahkan dulu (supaya jadi donatur)," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tim Densus 88 Polri sedang mengusut proses rekrutmen jaringan terorisme melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaKepala BNPT ungkap terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaNoor Huda berpesan agar masyarakat tidak terpaku pada stereotipe atau subjektivitas yang berlaku di masyarakat.
Baca SelengkapnyaSeseorang yang menjadi pelaku pembulian biasanya memiliki alasan baik dari dalam dirinya, keluarga atau bahkan lingkungan pertemanan.
Baca SelengkapnyaBudaya patriaki memiliki andil cukup besar dalam penyebaran paham radikal pada kaum perempuan.
Baca SelengkapnyaPsikopat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki emosi, perasaan, dan hati nurani.
Baca SelengkapnyaAnak-anak korban perang menerima dampak psikologis yang memprihatinkan
Baca SelengkapnyaJenderal Sigit mengatakan saat ini gerakan terorisme menjadi lebih berbahaya karena bergabung dengan jaringan narkoba atau narkotika.
Baca Selengkapnya