Orba berlalu, masih saja ada pelarangan studi bertema komunis
Merdeka.com - Era sudah berganti, tetapi upaya pelarangan diskusi-diskusi bertema komunis masih terus saja terjadi. Upaya mengungkap tabir di balik tragedi kemanusiaan pada 1965-1968 pun terhambat.
Terakhir, sekelompok warga di Malang, Jawa Timur menyerbu sejumlah tempat yang disinyalir menjadi tempat penayangan film bertema komunis, yakni 'Senyap' atau 'The Look of Silent'. Penghentian tersebut dilakukan karena tayangan film menceritakan kasus pembantaian yang terjadi jelang berakhirnya era Orde Lama.
Aksi pembubaran paksa tak terjadi kali ini saja, jauh sebelumnya juga kerap kali terjadi. Tidak hanya bertema komunis, kajian-kajian lain yang dianggap tidak sesuai dengan ideologi warga dibubarkan dengan paksa.
-
Di mana kejadian pembunuhan terjadi? Warga Taroada, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan digegerkan dengan penemuan mayat bapak dan anak dalam kondisi bersimbah darah, Kamis (6/12).
-
Dimana pembunuhan terjadi? Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian, termasuk parang yang diduga digunakan dalam pembunuhan, serta baju, sprei, dan bantal yang masih berlumuran darah.
-
Dimana kejadian pembunuhan terjadi? Kejadian itu mengudang perhatian yang kemudian neneknya keluar dari kamar.'Juga ditusuk oleh terduga pelaku saat keluar. (Urutannya) Bapaknya. Bapaknya, neneknya, baru ibunya,' ujar dia.
-
Dimana korban dibunuh? Keduanya sepakat untuk bertemu di indekos milik N yang berlokasi di Jalan Raya Perjuangan, Gang Kaum No 35, Kecamatan Teluk Pucung, Bekasi Utara dengan tarif Rp300 ribu sekali main.
-
Dimana peristiwa itu terjadi? Peristiwa itu diketahui terjadi di Jalan Wirasaba, Adiarsa Timur, Karawang Timur, Karawang, Jawa Barat, Minggu (21/7).
Berikut beberapa diskusi maupun pemutaran film yang dibubarkan paksa:
Program Kesehatan Komisi IX DPR dibubarkan paksa
Program kesehatan gratis yang digelar anggota Komisi IX DPR Rumah Makan Pakis Ruyung, Banyuwangi, Jawa Timur dibubarkan paksa. Massa yang mendatangi rumah makan tersebut meyakini kegiatan itu akan membangkitkan paham komunis karena dihadiri eks anggota PKI dan keturunannya.Sejumlah ormas yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti-Komunis Banyuwangi dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Padahal, kegiatan itu yang digelar juga dihadiri anggota DPR Ribka Tjiptaning dan Rieke Dyah Pitaloka.Aparat kepolisian pun menyebut kegiatan tersebut tergolong ilegal, karena tidak sesuai dengan surat pemberitahuan. Dalam surat itu, panitia tidak mencantumkan kalau acara itu dihadiri oleh Ketua dan anggota Komisi IX, Ribka dan Rieke Dyah Ayu Pitaloka.Atas pembubaran itu, Ribka membantahnya, dan mengklaim pertemuan itu hanya berupa sosialisasi program kesehatan gratis. Dia pun membantah tidak ada kegiatan temu kangen dengan eks PKI di Banyuwangi.
FPI bubarkan paksa diskusi buku Tan Malaka
Ketua Bagian Nahi Mungkar FPI Jawa Timur Dhofir, yang turun ke lokasi saat berdialog dengan pihak kepolisian mengatakan, Islam sudah banyak memberi toleransi."Kita sebagai umat Islam sudah banyak memberi toleransi. Kita sudah memberi toleransi membiarkan laki-laki berkumpul dengan perempuan, hari libur yang mestinya hari Jumat diganti Minggu juga sudah kita beri toleransi, terus maunya apa orang-orang PKI ini," kata Dhofir saat berdialog dengan pihak kepolisian di lokasi, Jumat petang."Nanti kita umat Islam yang disalahkan," sambung dia.Dijawab Kapolsek Tegalsari Surabaya, Kompol Arif Mukti."Kami hanya mencoba menjaga keamanan. Apalagi saat ini menjelang Pemilu, kita ingin agar Surabaya tetap kondusif," jawabnya.Seperti diberitakan sebelumnya, peluncuran buku Tan Malaka di C20 Library Surabaya dibatalkan, sebab pihak kepolisian memanggil penyelenggara dan meminta diskusi buku Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid 4 yang ditulis Harry A Poeze itu tak perlu digelar malam ini.Sementara dari pantauan di lapangan, puluhan anggota FPI yang dikomandoi KH Dhofir menjaga ketat Gedung 920 Library yang pagarnya tertutup rapat. Bahkan, para anggota FPI menggelar karpet tepat dibawa pagar bercat putih yang ditempeli tulisan: Mohon Maaf, Diskusi Buku Tan Malaka dengan A Poeze pukul 18.30 WIB dibatalkan.Dan hingga saat ini, mereka ngotot akan menjaga lokasi hingga memastikan acara diskusi buku Tan Malaka itu, benar-benar dibatalkan. Tak mau kalah, pihak kepolisian, baik berseragam maupun berpakaian preman juga ikut mengawasi lokasi.
Kemenpora larang diskusi aktivis mahasiswa 1998
Meski rezim orde baru sudah tumbang, namun perilaku represif masih berlangsung. Diskusi aktivis mahasiswa 1998 yang digelar di Wisma Karsa Kemenpora, Jakarta, Selasa (24/6), dibubarkan aparat keamanan. Padahal, ada 2.000 aktivis gerakan mahasiswa 1998 yang bakal menghadiri hajatan bertajuk Konsolidasi dan Silaturahmi Aktivis 98.Sebelumnya panitia diskusi sudah memasang spanduk, menata 1.000 kursi peserta dan sofa pembicara. Namun pada pukul 08.00 WIB, panitia yang hendak masuk ke arena dihadang oleh polisi. Lokasi pertemuan ditutup dan dijaga oleh puluhan aparat kepolisian."Polisi melarang panitia untuk masuk ke areal Kemenpora," tutur Erwin Usman, panitia diskusi, Rabu (25/6).Kepala Komunikasi Publik Kemenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto menyatakan diskusi itu dilarang karena ada perbedaan tujuan acara sesuai izin semula, dan materi backdrop yang dipersiapkan. Dalam surat izin yang diajukan tertulis "Temu kangen pemuda lintas profesi dan organisasi kemasyarakatan", namun backdrop yang dipasang bertuliskan "Gerakan 98 melawan kebangkitan orde baru".Panitia diskusi berkilah bahwa lokasi kegiatan bukan kantor pemerintah karena biasa disewa untuk berbagai hajatan. Terlebih mereka sudah membayar biaya sewa sebesar Rp 7 juta dan telah mengantongi izin dari kepolisian.Mantan Sekjen Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) Adian Napitupulu yang juga caleg PDIP terpilih menyebut pelarangan diskusi tersebut sebagai tindakan keterlaluan."Gedung yang sudah dibayar, izin yang sudah dikeluarkan Polisi beberapa hari sebelumnya tidak lagi berlaku. Kemenpora yang merupakan hasil dari pemilu pasca reformasi dan polisi yang mandiri sebagai buah reformasi saat ini justru melarang para pejuang reformasi untuk berkumpul. Sekali lagi, kebebasan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat menjadi sesuatu yang terlarang di Indonesia," ujar Adian yang juga pentolan Forkot (Forum Kota), organ aksi 1998 di Jakarta.
Film senyap digeruduk pria bersorban
Sekelompok pria bersorban menggeruduk, sekaligus menghentikan tujuh pemutaran film 'Senyap' atau 'The Look of Silence' di Malang Raya batal digelar. Dua di antaranya terpaksa dibatalkan sebelum acara digelar, yakni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya dan Warung Unyil. Sedangkan dua lainnya dibubarkan ketika acara baru dimulai, yakni di Warung Kelir dan Universitas Ma Chung.Di Warung Kelir nonton bareng dan diskusi dibubarkan oleh seorang pria bersorban setelah pemutaran sekitar 15 menit. Acara diskusi sempat berjalan sebelum kemudian dibubarkan oleh warga setempat.Namun penonton di Universitas Ma Chung sedikit beruntung karena bisa menyaksikan film berdurasi 98 menit itu sampai selesai. Panitia diminta menghentikan acara, sehingga acara diskusi ditiadakan.Rektor Universitas Brawijaya Malang Prof Muhammad Bisri melarang pemutaran dan diskusi film dokumenter 'Senyap' atau 'The Look of Silent' di lingkungan kampusnya. Film yang rencananya diputar Rabu (10/12) malam dibatalkan karena tidak mengantongi izin."Demi menjaga ketenangan kampus dalam proses belajar-mengajar," kata Bisri melalui pesan pendek yang diterima merdeka.com, Kamis (11/12).Awalnya Bisri mengaku tidak mengetahui adanya rencana pemutaran film garapan sutradara Joshua Oppenheiner. Karena memang tidak ada izin yang diajukan kepadanya selaku rektor.Namun banyak pesan pendek dari tokoh masyarakat, ulama dan civitas akademika yang menanyakan kepada Bisri tentang pemutaran film tersebut. Mereka meminta agar pemutaran film berdurasi 98 menit yang berkisah tentang pembantaian PKI tahun 1965 itu dilarang. Atas masukan tersebut Bisri pun akhirnya memutuskan melarang pemutaran film tersebut.Film kelanjutan dari 'Killing of Act' itu rencana akan diputar oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang bekerja sama dengan Lembaga Bhinneka.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah pers diberedel pada masa Orde Baru karena mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaDiskusi Konsolidasi Pro Demokrasi ini digelar untuk menolak Politik Dinasti, Pelanggaran HAM serta bangkitnya Neo Orba.
Baca SelengkapnyaMiliter ada di belakang aksi-aksi mahasiswa pasca G30S/PKI. Ini pengakuan para jenderal saat itu.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaSebelum menjadi sekolah seperti sekarang, SMPN 5 Bandung punya cerita sejarah kelam. Dulu pernah menjadi penjara bagi orang Belanda.
Baca SelengkapnyaAksi bertajuk 'Mimbar Bebas Selamatkan Demokrasi' ini digelar untuk menentang praktik politik dinasti di tanah air.
Baca SelengkapnyaOrba tidak merasa puas memakamkan Bung Karno di Blitar untuk menjauhkan rakyat.
Baca Selengkapnya