P2TP2A: Bentuk kekerasan terhadap wanita di Aceh makin mengkhawatirkan
Merdeka.com - Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Rumoh Putroe Aceh mencatat angka kekerasan terhadap perempuan di Aceh mengalami penurunan. Meski menurun, namun bentuk kekerasan yang menimpa perempuan Aceh semakin mengkhawatirkan.
Makin menyedihkan karena tak semua kekerasan yang dialami telah dilaporkan ke penegak hukum. Salah satu sebabnya, karena faktor patriarki yang masih kental dan beranggapan kekerasan terhadap perempuan merupakan aib keluarga yang tidak boleh diketahui oleh orang banyak.
Menyikapi temuan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPP dan PA) Aceh, Nevi Ariyani, mengatakan kekerasan terhadap perempuan di Aceh ibarat fenomena gunung es. Di mana kemungkinan fakta di lapangan yang belum terungkap jauh lebih banyak dari yang sudah terdata.
-
Mengapa kekerasan di Papua meningkat? Sekretaris Gugus Tugas Papua UGM Arie Ruhyanto mengatakan bahwa angka kekerasan di Papua meningkat di tengah gencarnya proses pembangunan oleh pemerintah.
-
Bagaimana peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan? Hari ini menandai dimulainya kampanye '16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender', yang berlangsung hingga tanggal 10 Desember, Hari Hak Asasi Manusia Internasional.
-
Kapan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan? Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan diperingati setiap 25 November.
-
Apa tujuan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan? Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.
-
Kenapa Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dirayakan? Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.
-
Siapa yang mengalami kekerasan? Kekerasan ekonomi terjadi ketika pelaku KDRT menguasai aspek keuangan korban untuk mengendalikan dan merugikannya.
"Ini ibarat fenomena gunung es, sangat memungkin angkanya jauh lebih banyak dan belum ditemukan," kata Nevi Ariayani di Pendopo Gubernur Aceh, Selasa (13/3).
Pada tahun 2016 total kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 711 kasus, kemudian di tahun 2017 hanya 687 kasus. Dari jumlah itu, mayoritas korban kekerasan terhadap perempuan hanya mengalami kekerasan fisik, namun pada tahun 2017 satu orang perempuan yang menjadi korban kekerasan menimpa banyak bentuk kekerasan.
Nevi mencontohkan, bila ada satu perempuan yang mengalami kekerasan, tidak hanya kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga mengalami kekerasan psikis, penelantaran dan sejumlah kekerasan lainnya. Berbeda pada tahun 2016 lalu, bentuk kekerasan yang menimpa perempuan tidak terlalu banyak seperti yang terjadi pada tahun 2017.
"Bentuk kekerasan yang terjadi tahun 2016 itu 793 bentuk kekerasan, naik drastis pada tahun 2017 mencapai 1153 bentuk kekerasan menimpa perempuan," jelasnya.
Lanjutnya, bentuk kekerasan yang paling dominan menimpa perempuan di Aceh adalah kekerasan psikis 666 kasus, lalu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 519 kasus, kekerasan fisik 382 kasus dan penelantaran 196 penelantaran.
Adapun bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang sering menimpa perempuan di Aceh, selain yang telah disebutkan di atas, adalah pemerkosaan, kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan juga traffiking.
"Kondisi ini menggambarkan bentuk kekerasan terhadap perempuan mengalami perubahan dengan fampak yang lebih berat," jelasnya.
Sementara itu istri Gubernur Aceh, Darwati A Gani, menyebutkan kekerasan yang menimpa perempuan di Aceh salah satunya karena faktor ekonomi. Masih banyak masyarakat miskin di pedalaman hingga terjadilah kekerasan.
"Kebanyakan masyarakat masih minim kesadaran dan untuk menyelesaikan kasus itu, mereka lebih suka menyelesaikan secara kekeluargaan agar aib mereka tidak tersebar ke masyarakat luas. Padahal kasus tersebut harus diberikan hukum yang seberat-beratnya," jelas Darwati A Gani.
Darwati A Gani yang juga pembina P2TP2A Rumoh Putroe Aceh mengatakan, kondisi ini semakin membuat korban kekerasan samkin menderita. Bahkan kejahatan itu berulang kali terjadi, apa yang melakukan orang terdekat hingga menambah beban psikologis pada korban.
Ditambah lagi penegakan hukum yang masih lemah, sebutnya, banyak pelaku kekerasan terhadap perempuan dihukum minimal. Bahkan ada yang bisa keluar masuk penjara, pelaku yang masuk sel. Sehingga beban psikologis korban semakin buruk.
"Ditambah lagi kita belum memiliki rumah aman untuk korban kekerasan. Kalau ada rumah aman, korban bisa bercerita dan merasa aman di rumah aman tersebut," tegasnya.
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh komponen masyarakat, lintas stakeholder untuk bersama-sama mencegah kekerasan menimpa perempuan di Aceh.
"Keluarga korban juga jangan malu melaporkan kejadian kekerasan, ini penting agar bisa dicegah, karena mencegah itu lebih baik dari pada mengobati," jelas dia.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tindak kejahatan seksual dengan anak sebagai korban adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaPaling tinggi yang dilaporkan adalah KDRT. Kemudian di posisi kedua kasus pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaSetidaknya tiga perempuan di Indonesia yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di setiap jamnya.
Baca SelengkapnyaKomnas Perempuan mencatat dalam semester pertama 2024, telah ada 2.343 kasus yang dilaporkan langsung ke mereka.
Baca SelengkapnyaKemenPPPA mencatat korban kekerasan didominasi oleh anak perempuan
Baca SelengkapnyaPenangkapan teroris itu berjalan linier dengan menurunnya aksi terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaParlemen Indonesia masih mengalami ketertinggalan untuk kesetaraan gender dengan negara-negara di kawasan ASEAN.
Baca SelengkapnyaTerdapat 199 aksi KKB, Sedangkan untuk aksi KKP tahun 2023 terdapat 234 aksi
Baca SelengkapnyaPolitisi Rieke DIah Pitaloka bahas soal korban KDRT yang memutuskan kembali ke pasangannya.
Baca SelengkapnyaDeretan kasus di atas hanya segelintir. Tentu kondisi tersebut sungguh miris. Pelajar seorang tak lagi menunjukkan sikap sebagai seorang anak terpelajar.
Baca SelengkapnyaKasus dengan jam kerja yang lebih panjang juga banyak dialami oleh para pekerja rumah tangga.
Baca SelengkapnyaPeringati Hari Perempuan Internasional, Pemerintah dan PBB Soroti Peran Penting Perempuan dalam Solusi Konflik
Baca Selengkapnya