Paguyuban Tukang Becak: Kejujuran itu membawa berkah
Merdeka.com - Di zaman yang serba uang, nilai kejujuran menjadi sangat mahal. Masyarakat kerap memelesetkan kalimat jujur dengan istilah: 'Jujur Bubur Kacang Ijo,' yang artinya, masyarakat sudah tidak percaya lagi masih ada kejujuran di negeri ini.
Nah, untuk membangun kembali nilai-nilai kejujuran di masyarakat yang hidup di zaman serba uang, Paguyuban Tukang Becak Giant Rajawali, Surabaya, Jawa Timur, mencoba bertahan dengan nilai-nilai kejujuran yang berangsur-angsur pudar.
"Ya kalau kita nggak bisa menanamkan sifat jujur, bagaimana kita bisa hidup. Apakah kita akan selamanya hidup dengan kebencian orang karena melihat kita yang suka mengambil hak orang lain," kata Achmad (45), pengayuh becak di Giant Rajawali, Surabaya, Jawa Timur saat mengobrol santai bersama merdeka.com.
-
Kenapa pengemis kaya raya ini menyembunyikan kekayaannya? Pengemis juga identik dengan kemiskinan. Akan tetapi, setidaknya ada lima pengemis yang sempat viral lantaran ternyata mereka punya banyak harta. Terlebih harta dan aset para pengemis kaya ini tidak mewakili kondisinya.
-
Apa saja ciri kepribadian yang berhubungan dengan kekayaan? Jadi, apa saja lima ciri kepribadian utama yang dinilai oleh para peneliti, dan bagaimana ciri-ciri tersebut dikaitkan dengan kekayaan?
-
Bagaimana orang berpura-pura kaya? Mereka sering kali terlihat membeli barang-barang mewah, seperti pakaian dari desainer terkenal, gadget terbaru, atau mobil mahal, meskipun pendapatan mereka tidak cukup untuk menutupi semua pengeluaran tersebut.
-
Apa ciri orang pura-pura kaya? Salah satu indikasi paling jelas dari individu yang berpura-pura kaya adalah kebiasaan mereka dalam membeli barang-barang bermerek yang melebihi kemampuan keuangan mereka.
-
Siapa contoh orang kaya yang punya utang? Misalnya Elon Musk, yang punya kekayaan senilai USD187,1 miliar (setara Rp2,58 triliun) ternyata juga masih memiliki utang.
Mereka mengaku setiap hari hidup dari para pelanggan hypermarket Giant. Rumah mereka juga berada di sekitar hypermarket itu, daerah Rajawali, Surabaya. "Kalau kita suka mengambil barang yang bukan hak kita, lalu kita harus hidup dengan cara apa? Apa kita harus menjadi penjahat yang sering keluar masuk bui? Lantas bagaimana nasib anak dan istri kami," ujar Achmad.
Selain menjaga komitmen paguyuban tukang becak yang mereka dirikan sejak tiga tahun lalu, para tukang becak ini mengaku juga menjaga pelanggan Giant agar merasa nyaman belanja. "Kita ini juga membawa nama Giant sendiri. Sekarang kita sudah enak, tidak harus mencari pelanggan di jalanan kayak dulu. Sejak Giant ini berdiri tiga tahun lalu, kita punya pangkalan becak sendiri. Kalau kita suka ngambil barang orang lain, apakah kita-kita ini harus bersusah payah hidup di jalanan kayak dulu? Kan enak kalau punya pangkalan sendiri, rezeki bisa dibagi dengan yang lain," sahut Koniah (40), sesama tukang becak.
Kalau satu berbuat jahat (kleptomania), lanjut dia, pasti yang lain juga dicap jelek sama pelanggan. "Di sini kan paguyuban, jadi harus bisa menjaga nama baik paguyuban dan yang lain (sesama tukang becak) serta nama baik Giant sendiri."
Menurut para tukang becak ini, ketika masih mencari pelanggan di jalanan, hasil yang mereka peroleh jauh dari apa yang mereka dapat saat ini. "Dulu kita dapat Rp 15 ribu sehari, dapat Rp 50 ribu sehari jarang-jarang. Setelah mangkal di sini, rata-rata setiap hari kita bisa bawa pulang Rp 50 ribu, kadang kalau ramai bisa lebih. Padahal, kita juga mengantre. Bergantian dengan teman yang lain untuk mengangkut penumpang," ungkap Koniah.
Diceritakan dua pengayuh becak ini, sejak tiga tahun silam, ketika Paguyuban Tukang Becak Giant Rajawali didirikan, jumlah anggotanya mencapai 50-an lebih. "Tapi sekarang tinggal 25 orang. Banyak yang merantau, mengadu nasib ke tempat orang," kata Achmad lagi yang kemudian disahuti Koniah dengan Bahasa Madura yang sangat kental: "Nggak ada 25, yang bertahan cuma ada 15 orang," hitung dua pengayuh becak ini bersahut-sahutan dengan logat Madura.
"Rata-rata yang narik becak di sini, asli Madura. Tapi sudah lama tinggal dan punya rumah sendiri di Surabaya. Jadi kami masih suka nggomong pakai Bahasa Madura. Tapi ada juga teman kita yang tinggal di Malang, tidurnya ya di sini, seminggu sekali kadang satu bulan dia pulang ke Malang," kata Achmad menjelaskan aksi sahut-menyahut dirinya dengan Koniah yang berbahasa Madura.
Selang beberapa jam kemudian, datang Mat Choiri baru saja mengantar penumpangnya di daerah Dupak, Surabaya. Dia langsung memarkir becaknya berjajar dengan milik teman-temannya. Ketika ditanya terkait barang milik penumpangnya yang dia kembalikan, dia menjawab santai. "Barang itukan bukan milik saya, jadi ya saya kembalikan ke yang punya. Buat apa membawa uang banyak, tapi tidak barokah. Sebab uang atau barang itu, bukan milik kita," katanya santai.
Bukan cuma sekali Pak Choiri mengembalikan barang penumpang, sahut Achmad, tapi dua kali. "Terakhir bulan kemarin (Desember), malah yang punya barang angkatan laut (TNI AL)," terang Achmad yang kemudian disahuti lagi oleh Koniah: "Pak Achmad ini juga pernah. Tapi sudah lama sekali, sebelum Pak Choiri giliran mengembalikan barang penumpang. Kita memang sering menemukan barang penumpang yang ketinggalan, tapi selalu kami titipkan ke petugas Giant," katanya yang kemudian ditimpali Achmad: "Buat apa, wong bukan milik saya. Kita cari rezeki ya di sini, kalau ingin awet ya cari rezeki yang barokah," sahut bapak lima anak ini lagi.
Mereka juga mengatakan, karena mereka tidak pernah tahu alamat pasti para penumpang, ketika barang-barang penumpangnya tertinggal, mereka selalu menitipkan kepada keamanan Giant Rajawali yang biasa mereka panggil Pak Mahdi. "Beliau itu yang bertanggung jawab sama semua tukang becak di sini," kata bapak empat anak itu.
Namun, sifat jujur dan ogah menikmati uang atau barang yang bukan miliknya ini, sangat bertolak belakang dengan Ketua Paguyuban Tukang Becak Giant Rajawali, Surabaya, Sipul, yang kini pergi entah ke mana.
Sipul adalah tukang becak yang tiga tahun lalu mengumpulkan para pengayuh becak, termasuk Choiri dan Achmad, yang biasa mencari penumpang di Jalan Rajawali, Jembatan Merah, Perak serta daerah-daerah di sekitar Giant Rajawali. Sejak Giant Rajawali berdiri tiga tahun lalu, bersama rekan-rekan sesama tukang becaknya, dia mendirikan paguyuban tukang becak dan mendirikan pangkalan becak di depan hypermarket tersebut. Dan komitmen mereka terhadap paguyuban adalah, menanamkan nilai-nilai kejujuran, baik sesama teman seprofesi maupun dengan para penumpang.
Selama paguyuban itu berdiri, setiap anggotanya diwajibkan membayar iuran harian Rp 1.000, yang digunakan untuk membantu anggotanya jika mengalami musibah atau mengadakan hajatan. Namun, Sipul inkonsisten dan melanggar komitmennya, untuk menanamkan kejujuran. Dia pergi dan membawa lari semua uang hasil iuran yang mereka kumpulkan setiap hari.
"Nggak tahu sekarang ada di mana dia (Sipul). Itu orang bermasalah. Dia pergi membawa kabur uang iuran," keluh Achmad menceritakan sikap Sipul yang tidak konsisten dengan organisasi yang dia dirikan sendiri. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tolak bantuan usai menolong temannya yang stroke, sikap bapak tukang becak ini bikin warganet salut.
Baca SelengkapnyaBang Jabo menggratiskan pempeknya untuk kalangan duafa.
Baca Selengkapnya