Pakar Hukum Sebut SKB Larangan FPI Legitimasi Politik Agar Aparat Bertindak
Merdeka.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti ikut menyoroti Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri yang melarang aktivitas organisasi Front Pembela Islam (FPI). Menurutnya, ada dua aspek yang menjadi titik perhatian yakni dari aspek undang-undang dan hak asasi manusia (HAM).
"Terlepas dari pada ini FPI atau bukan. Sekali saja prinsip (HAM) ini dilanggar, dibuat perangkat hukumnya, maka siapapun yang nanti berseberangan dengan penguasa, yang paling berhak menggunakan perangkat hukum ini akan terkena," kata Bivitri saat dihubungi merdeka.com Kamis (31/12).
Walaupun, dalam pembuatan SKB yang dikeluarkan pemerintah dari aspek hukum adalah suatu hal yang lazim dalam praktiknya. Hal ini tertuang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011.
-
Siapa saja yang wajib patuhi hukum? Menurut Aristoteles hukum tidak hanya memiliki arti kumpulan aturan yang bisa mengikat dan berlaku kepada masyarakat saja. Namun juga berlaku kepada hakim itu sendiri. Dengan kata lain, hukum tak diperuntukkan dan ditaati oleh masyarakat saja, namun juga wajib dipatuhi oleh para pejabat negara.
-
Siapa yang terdampak larangan? Dilansir laman TRT World, keputusan Pengadilan Tinggi Allahabad ini berdampak pada sekitar 2,7 juta siswa dan 10.000 guru di 25.000 sekolah madrasah.
-
Bagaimana contoh penerapan HAM? Contoh hak-hak asasi pribadi yaitu:Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat. Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat. Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
-
Bagaimana hukum mengatur pergaulan? Hukum sendiri merupakan aturan yang mengikat dan berlaku untuk semua warga negara. Seluruh kalangan masyarakat, baik para petinggi atau bahkan pemerintah harus tetap menaati hukum yang berlaku di sebuah negara.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
-
Apa saja jenis pelanggaran HAM yang ada? Jenis pelanggaran HAM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM berat.
"Tetapi masalahnya kemudian dampak dari pembuatan SKB ini, memang SKB ini cukup rapih dalam pembuatan perundang-undangan. Dalam arti, dia tidak menyatakan melarang, tidak secara tegas. Memang ada kata melarang, tapi tidak secara tegas betul," paparnya.
"Dia juga tidak menggunakan kata membubarkan seperti halnya waktu ada peraturan soal HTI yang membubarkan HTI. Tapi dia mengatakan bahwa FPI sudah bubar secara de jure sejak dia tidak lagi mendaftarkan diri (memperpanjang izin) pada 2019, secara de jure," tambahnya.
Dari situlah, Bivitri menyebutkan berdasarkan poin kedua SKB yang menyatakan secara de jure FPI telah bubar, pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum.
"Karena dengan kacamata itu, anda (FPI) itu sudah tidak eksis, kok anda masih melakukan hal-hal yang melanggar hukum seperti ini? Intinya kalau dalam bahasa sehari-hari, itu yang dikatakan dalam SKB," jelasnya.
Padahal, lanjutnya, nilai dikeluarkan SKB ini hanya semata untuk menguatkan tindakan larangan yang dilakukan aparat penegak hukum, namun tidak punya nilai peraturan perundang-undangan. Walaupun di dalamnya mencantumkan undang-undang, tetapi tak bisa mengatur norma baru, termasuk larangan pembubaran FPI.
"Dia itu seperti bilang pada semua jajaran aparat penegak hukum dan kementerian lembaga yang menandatangani keputusan bersama itu, yok kalian silakan bertindak. Mereka sudah bubar secara de jure itu yang dikatakan," terang dia.
Konstruksi Hukum Makin Kacau
Bivitri menambahkan, jika penerbitan SKB memang tidak melarang dan membubarkan FPI secara tegas, namun itu efektif untuk melarang kegiatan FPI. Akan tetapi, pada aspek HAM, negara tidak boleh membubarkan organisasi melalui peraturan perundang-undangan.
Karena organisasi berbadan hukum sebenarnya bisa dibubarkan oleh negara, namun harus melalui putusan pengadilan.
"Ini yang sudah diruntuhkan konstruksi hukumnya dengan UU Ormas yang tahun 2013, yang kemudian diubah lagi tahun 2017 tentang perubahan UU Ormas yang asalnya adalah Perppu yang kita kenal dulu namanya Perppu HTI yang tanda kutip sudah menjadi UU yaitu perubahan UU Ormas tadi," jelasnya.
"Nah jadi konstruksi hukumnya di Indonesia sudah dibuat demikian longgar, dan sesungguhnya melanggar kebebasan berorganisasi. Nah berangkat dari situ ke belakangnya jadi makin kacau menggunakan SKB untuk secara efektif melarang suatu organisasi," tambahnya.
Oleh sebab itu, ia mengkritik pengeluaran SKB ini yang secara efektif membubarkan FPI melalui alasan de jure karena tak mendaftar SKT. Akan tetapi, dalam SKB ini mengakui adanya putusan Mahkamah Konstitusi No 82 Tahun 2013 yang menyatakan SKT itu tidak wajib bagi suatu ormas melakukan kegiatan.
"Nah SKB ini juga mengakui putusan MK itu sekali lagi bisa dikatakan bahasa sehari-hari SKB ini bilang, ya silakan anda beraktifitas. Tetapi anda tidak boleh melanggar hukum, tapi itu menjadi pernyataan yang sia-sia karena memang tidak ada siapapun di negara ini yang boleh melanggar hukum," ujarnya.
"Tapi secara efektif di lapangan seperti yang kita lihat bermodalkan SKB ini sebagai legitimasi untuk melakukan pelarangan-pelarangan. Kemarin sudah dilakukan secara semena-mena. Menurut saya kemudian beberapa orang ditangkap, digeledah dompetnya dan lain sebagainya. Memang tidak ditangkap secara KUHP, tapi paling tidak diletakkan tempat terpisah, digeledah dan sebagainya yang seharusnya tidak bisa dilakukan di luar kitab UU Acara Pidana," tambahnya.
Oleh sebab itu, ia merasa keluarnya SKB ini serasa menjadi alasan legitimasi politik aparat penegak hukum dalam melarang keberadaan FPI. Dengan tidak menyebutkan FPI sebagai organisasi terlarang, namun melarang kegiatan, aktifitas, simbol, artibut FPI.
Tak Salah Ganti Nama
Bivitri juga menanggapi keputusan FPI yang akan mengubah namanya yang semula Front Pembela Islam menjadi Front Persatuan Islam. Karena model pelaranganya yang dinilai kurang tepat dengan mekanisme SKB enam menteri tersebut.
"Lalu idealnya bagaimana? Ya harus melewati pengadilan, ya misalnya dengan melakukan model pelarangan seperti ini. Ya tentu tidak salah kemudian beberapa anggota FPI bilang. Oh kalau gitu kami buat saja organisasi baru, ya tidak salah," jelasnya.
"Karena itulah makanya konstruksi hukum maupun norma itu biasanya tidak melarang pemikiran organisasi dan lain yang sifatnya abstrak. Karena biasanya yang diatur perilaku tindakan, itu yang dikatakan biasanya dibilang tindakan, jadi tidak akan efektif bentuk peraturan seperti ini (SKB)," lanjutnya.
Pemerintah Bubarkan FPI
Pemerintah telah mengumumkan status hukum Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi massa (Ormas). Hal ini diungkapkan langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD.Mahfud mengatakan, bahwa FPI sejak tanggal 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas. Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktifitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum."Tindak kekerasan, sweeping atau razia secar sepihak, provokasi dan sebagainya,” jelas Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12).Mahfud MD mengutip Peraturan UU dan sesuai putusan MK nomor 82 PUU11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014. Dia pun menegaskan, pemerintah melarang aktivitas FPI."Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa," terang Mahfud MD.Sebelum memutuskan hal ini, Mahfud MD memimpin rapat bersama dengan sejumlah menteri dan kepala lembaga negara. Di antaranya, Mendagri Tito Karnavian, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menkominfo Johnny G Plate.Hadir juga Kapolri Jenderal Idham Azis, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kepala BNPT Boy Rafli Amar serta Kepala BIN Budi Gunawan. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ali memastikan tugas KPK sebagai lembaga pencegahan tindak pidana korupsi berjalan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Baca SelengkapnyaMabes TNI memastikan tetap mengirim personel pengamanan dari Puspom TNI kepada KPK
Baca SelengkapnyaMasyarakat diimbau agar tidak perlu khawatir untuk bersikap kritis.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini, Firli belum ditahan meski sudah jadi tersangka kasus pemerasan.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota TNI-Polri hingga pejabat negara bisa dipidana bila melanggar netralitas di Pilkada 2024
Baca SelengkapnyaGaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI
Baca SelengkapnyaKemendagri siap menjalankan putusan MK tersebut sebab bersifat final dan mengikat (final and binding).
Baca SelengkapnyaSulis menyinggung pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah akan dihadapkan dengan hukum.
Baca Selengkapnya