Pakar Kesehatan: Indonesia Harus Rem Darurat Nasional untuk Tekan Kasus Covid-19
Merdeka.com - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra meminta pemerintah mengambil langkah tegas untuk menekan laju penularan Covid-19. Caranya, melakukan rem darurat nasional.
"Rem darurat itu apakah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) nasional atau lockdown. Tetapi istilah lockdown kan tidak dikenal di kita, yang dikenal istilah PSBB. Nah, kalau PSBB tidak bisa dilakukan parsial harus nasional dan kompak. Itu baru efektif," katanya saat dihubungi merdeka.com, Kamis (10/12).
Dia mengingatkan, vaksin Covid-19 tidak bisa menekan laju penularan Covid-19. Vaksin Covid-19 baru efektif menekan kasus Covid-19 bila telah disuntikkan kepada 70 persen dari total populasi di Indonesia.
-
Kapan kasus Covid-19 meningkat? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Kapan gelombang puncak Covid-19 di Indonesia? Data Satgas Penanganan Covid-19 mencatat ada dua kali gelombang puncak yang menghantam Indonesia selama kurun 3 tahun terakhir ini.Gelombang pertama pada 15 Juli 2021 akibat varian Delta dengan rata-rata laporan positif harian 16.041 kasus, dan 16 Februari 2022 oleh varian Omicron sebanyak 18.138 kasus.
-
Bagaimana Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa kasus TB di Indonesia masih tinggi? Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kasus TB di Indonesia antara lain kepadatan penduduk di kota-kota besar, seperti Jakarta, yang memudahkan penyebaran bakteri.
-
Kenapa Covid Pirola dikhawatirkan? Varian baru virus corona bernama Pirola tengah menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia. Varian BA.2.86, yang dijuluki 'Pirola', adalah varian baru Omicron yang bermutasi dan memicu lonjakan kasus baru. Pirola memiliki lebih dari 30 mutasi penting, menurut Scott Roberts, spesialis penyakit menular Yale Medicine dikutip dari Al-Jazeera.
Bila jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 270 juta jiwa, maka vaksin Covid-19 harus diberikan kepada 189 juta jiwa baru efektif menekan kasus Covid-19.
"Itu baru kita katakan punya daya ungkit untuk pengendalian Covid-19. Tapi sejauh ini (Covid-19) hanya wacana, belum realitas. Jadi itu belum bisa dijadikan punya dampak," ujarnya.
Hermawan melihat saat ini penularan Covid-19 di lingkungan masyarakat sangat tinggi. Bahkan, ada sejumlah kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi dan tidak terlaporkan ke pemerintah.
Penularan ini diprediksi masih akan terus terjadi usai Pilkada dan libur akhir tahun 2020. Sementara kemampuan pemerintah dalam melakukan testing (pemeriksaan) dan tracing (penelusuran) masih rendah.
"Jadi memang kapasitas testing kita masih terbatas, kemampuan telusur bermasalah karena terbatasnya testing, kemudian area di kehidupan semuanya terbuka," jelasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito, mengatakan kasus Covid-19 meningkat tajam dalam sepekan terakhir. Bahkan, pada 3 Desember 2020 kasus Covid-19 bertambah 8.369 dalam sehari.
Padahal, jumlah testing (pemeriksaan) Covid-19 pada pekan pertama Desember mencapai 96,35 persen. Ini menunjukkan, penularan Covid-19 di Indonesia semakin sulit dikendalikan.
"Seharusnya, angka testing yang tinggi tidak diikuti dengan peningkatan kasus positif. Ini artinya, tingkat penularan makin tidak terkendali," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (8/12).
Menurut Wiku, peningkatan kasus positif Covid-19 disebabkan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, yakni menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun menurun.
"Data terakhir menunjukkan tingkat kepatuhan memakai masker turun dari 83,6 persen pada bulan September menjadi 57,78 persen pada awal Desember," ujarnya.
Kedisiplinan masyarakat menjaga jarak juga menurun. Pada September 2020, kepatuhan masyarakat menjaga jarak mencapai 59,57 persen. Pada awal Desember 2020 turun menjadi 41,75 persen.
Wiku meminta masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan. Dia menegaskan, protokol kesehatan merupakan kunci memutus penyebaran Covid-19.
"Tolong pengertiannya, tolong kerja sama yang serius. Jangan sampai kerja sama kita selama ini hilang percuma," tandasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Informasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaMasyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi Covid-19, khususnya pada kelompok berisiko.
Baca Selengkapnyamengonfirmasi tren kasus mingguan Covid-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kasus Covid-19 terlihat di Depok, Jawa Barat, dan sejumlah wilayah lainnya.
Baca SelengkapnyaBudi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diminta lakukan pola hidup bersih dan sehat
Baca SelengkapnyaImbauan ini untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca Selengkapnya"Dalam anggaran penyelenggara pemilu itu ada anggaran pemilu untuk situasi Covid," kata Hasyim
Baca SelengkapnyaAdapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaMeskipun Covid-19 yang muncul saat ini sudah tidak berbahaya seperti dulu.
Baca Selengkapnya