Pakar Ungkap Penyebab Masyarakat Tidak Percaya Dengan Covid-19
Merdeka.com - Sudah enam bulan Covid-19 mewabah di Indonesia. Pemerintah telah mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk mengurangi aktivitas di luar rumah sebagai upaya menghentikan penyebaran virus Corona. Sebagian orang pun merasa sudah sangat bosan di rumah, bahkan tidak sedikit yang mengakui bahwa dirinya sudah tidak percaya lagi dengan wabah virus Corona.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengatakan ada lima provinsi yang warganya paling tidak percaya dengan wabah Covid-19. Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan. Mereka beranggapan dirinya tidak akan terjangkit virus Corona. Hal ini Doni ungkapkan saat rapat dengan Komisi VIII DPR RI, Kamis (3/9).
Seorang mahasiswi salah satu Universitas Negeri di Bandung, DA mengaku sudah mulai ragu dengan adanya wabah Covid-19. Meskipun pemerintah menganjurkan untuk tetap di rumah, namun ia mengakui bahwa setiap harinya, ia selalu ke luar rumah. Ia merasa sangat bosan bila hanya berdiam diri di indekosnya.
-
Bagaimana cara melihat virus? Ukuran dan bentuk virus sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron, ukuran virus lebih kecil daripada bakteri.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Siapa yang terkena dampak penyakit? Lebih dari 95 siswi di SMU St. Theresa's Eregi Girls Ibu Kota Nairobi, Kenya menderita penyakit misterius sehingga sekolah terpaksa ditutup sementara.
-
Apa saja gejala yang dialami pasien pertama Covid-19? Setelah kembali ke Depok, NT mulai merasakan gejala seperti batuk, sesak, dan demam selama 10 hari. Ia berobat ke RS Mitra Depok dan didiagnosis mengidap bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia yang menyebabkan peradangan pada paru-paru.
-
Apa gejala yang dirasakan dari Covid Pirola? Gejala Covid Pirola Lantas, seperti apa gejala covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
-
Mengapa isu hoaks kesehatan banyak ditemukan? Berdasarkan kategori, sejak Agustus 2018 hingga Desember 2023, isu hoaks paling banyak berkaitan dengan sektor kesehatan. Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan sebanyak 2.357 isu hoaks dalam kategori kesehatan. Isu yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19 masih mendominasi dalam kategori ini. Selain itu ada banyak informasi yang menyesatkan berkaitan dengan obat-obatan dan produk kesehatan.
"Iya aku sering banget ke luar rumah, indekos tepatnya. Aku juga sekarang jadi volunteer salah satu event. Jauh dari orangtua soalnya, jadi bosan. Mau ngapain lagi di indekos. Makan saja aku ke luar, ya bisa setiap hari aku ke luar," ujar DA saat dihubungi merdeka.com, Jumat (4/9).
Saat Covid-19 baru mewabah di Indonesia, DA sebenarnya sangat percaya dengan virus Corona, namun seiring berjalannya waktu, rasa percaya itu pun memudar. Bahkan ia berpikir, ada pihak-pihak di balik wabah Covid-19 ini. Ia merasa, Covid-19 hanyalah buatan manusia. Persis seperti di film-film yang ia tonton.
"Kalau Covid-19 sendiri, awalnya aku percaya, tapi lama kelamaan aku berpikir 'Kok Covid-19 sepertinya buatan manusia ya'. Kesimpulan itu muncul setelah aku banyak cari tahu lewat film, podcast, vlog, artikel dan sebagainya," kata DA
Virus Corona Seperti Rekayasa
Hal yang membuatnya semakin yakin bahwa wabah virus Corona buatan manusia karena ia kerap kali menerima banyaknya informasi terkait Covid-19 yang masih simpang siur. Meskipun belum dipastikan kebenarannya, namun DA mengakui bahwa informasi tersebut semakin menambah keraguannya terhadap wabah virus Corona.
"Aku juga percaya kalau pandemi ini buatan soalnya banyak banget berita yang aku baca mengarah ke situ. Aku ingat soal pasien-pasien yang meninggal di RS bukan karena Covid-19, tapi isunya keluarga pasien dibayar dengan syarat dinyatakan positif Covid-19. Itu masih simpang siur sih, tapi jadi menambah keraguanku," ujar DA.
Mahasiswi semester 7 jurusan Ilmu Komunikasi ini pun tambah yakin bila Covid-19 ini buatan manusia karena sebelumnya, biaya rapid test maupun swab test terbilang cukup tinggi. Menurutnya, pemerintah harus menggratiskan test Covid-19 karena negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi warganya. Ia berkaca pada negara-negara lain yang menggratiskan test Covid-19 untuk warganya, Korea Selatan misalnya.
"Sampai sekarang aku mikir 'Covid-19 kenapa jadi diduitin? Kan tanggung jawab negara' Kemarin kan pas awal-awal, harga rapid test mahal banget. Apalagi swab test sampai jutaan," kata DA.
"Kalau biaya rapid test dan swab test masih mahal juga, berarti hanya orang-orang kaya saja yang bisa tahu dia positif Covid-19 atau tidak," pungkasnya.
Meski banyak hal yang membuat ragu terhadap Covid-19, DA mengaku dirinya selalu memakai masker saat berada di luar. Orang tuanya juga sering mengingatkannya untuk menerapkan protokol kesehatan. Hal ini juga yang membuatnya berada di tengah-tengah. Di antara percaya dan tidak percaya dengan Covid-19. Selain karena orang tua yang sering kali mengingatkan, paman DA yang tinggal di Jakarta dinyatakan positif Covid-19.
"Orangtua aku wanti-wanti untuk selalu menerapkan protokol. Jadi gimana ya, sebenarnya aku percaya, soalnya ada buktinya. Om aku positif (Covid-19). Beliau sesak napas, demam, dan gejala lainnya, tapi di satu sisi aku juga tidak percaya karena hal yang aku sebutkan tadi," ungkap DA.
Penyebab Masyarakat Tidak Percaya Covid-19
Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengungkapkan penyebab seseorang tidak percaya dengan wabah Covid-19. Alasan yang pertama, kata Devie, karena masyarakat cenderung lebih percaya dengan penyakit yang dampak maupun gejalanya bisa dilihat oleh indra penglihatan. Seperti cacar misalnya.
©2020 Merdeka.com
Penulis cerita sejarah, Iksaka Banu, menceritakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus variola itu pertama kali mewabah di Indonesia pada tahun 1644. Bahkan saat itu juga belum ditemukan vaksinnya. Sehingga cacar menjadi penyakit yang paling banyak merenggut nyawa kala itu. Diceritakan, pada awalnya masyarakat menganggap cacar merupakan kutukan dari roh halus. Namun masyarakat tetap percaya dengan adanya penyakit tersebut karena ketika menderita cacar efeknya bisa dilihat oleh mata manusia.
"Sebagian warga tidak percaya Covid-19 soalnya mereka tahunya, yang namanya penyakit itu nampak. Bisa dilihat oleh mata gejalanya. Cacar misalnya. Keduanya sama-sama dari virus, menular, dan mematikan, tapi bedanya kalau cacar kan kelihatan di kulit," kata Devie saat dihubungi merdeka.com, Jumat (4/9).
Devie juga mengatakan bahwa banyaknya hoaks yang beredar di masyarakat menjadi salah satu alasan yang membuat masyarakat tidak percaya dengan Covid-19. Ditambah lagi dengan teori konspirasi yang beredar di masyarakat. Menurutnya, hoaks dan bentuk penyesatan informasi lainnya sangatlah berbahaya karena bisa menyerang siapa saja. Bahkan ke orang-orang yang berpendidikan sekalipun.
"Permasalahannya sekarang siapa saja bisa terpapar hoaks. Doktor, profesor sekalipun. Soalnya hoaks menyebar dengan cepat dan luas sekali," ungkapnya.
Sebelumnya, pada 5 Agustus lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melaporkan telah menemukan lebih dari 1.000 isu hoaks terkait Covid-19. Hoaks tersebut tersebar hampir ke 2.000 platform digital.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Pakar Sosiologi Universitas Indonesia, Prof Paulus Wirutomo. Paulus mengatakan, sebagian masyarakat tidak percaya Covid-19 karena mereka hanya percaya dengan penyakit yang dampaknya bisa dilihat langsung oleh mata. Padahal kata Paulus, kasus positif Covid-19 banyak menyerang Orang Tanpa Gejala (OTG) sehingga gejalanya tidak tampak. Paulus pun menceritakan pengalamannya saat seorang supir taxi menanyakan soal pandemi virus Corona kepada dirinya.
"Saya pernah naik taksi, supirnya tanya ke saya 'Pak, Covid-19 benar tidak sih? Saya tidak percaya soalnya saya tidak pernah lihat ada orang di tengah jalan lalu jatuh, pingsan' Nah karena mereka tidak pernah melihat hal-hal itu, jadi mereka tidak percaya," ujar Paulus kepada merdeka.com, Jumat (4/9).
Meskipun pemberitaan terkait Covid-19 terbilang cukup marak, namun Paulus mengatakan, pemberitaan tersebut tidak menyasar kepada orang-orang seperti supir taksi yang Paulus temui. Apalagi data statistik jumlah korban Covid-19 yang setiap hari dirilis oleh Satgas Covid-19 sejak bulan Maret lalu. Guru Besar FISIP UI ini mengatakan, masyarakat menengah ke bawah cenderung tidak peduli dengan data tersebut. Sehingga ia yakin bila sebenarnya masih banyak warga Indonesia yang tidak percaya dengan Covid-19.
"Meskipun sudah disajikan jumlah kasusnya setiap hari, memang mereka peduli? Mereka tidak peduli statistik bahkan tidak mengerti cara bacanya. Kalau kita, dikasih lihat jumlah kasusnya kan langsung takut. Kalau mereka tidak," ujarnya. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sains punya jawaban untuk menjelaskan peristiwa ini.
Baca SelengkapnyaAda beragam alasan yang menurut sains manusia disebut kerap melihat penampakan.
Baca SelengkapnyaTingginya kepercayaan masyarakat terhadap hantu bisa menjadi salah satu petunjuk terkait hubungan tingginya tingkat skizofrenia.
Baca SelengkapnyaSebagian besar orang-orang percaya hantu. Namun ada pendapat secara ilmiah yang bisa menjelaskan perkara ini.
Baca SelengkapnyaHal ini yang menurut ilmuwan menjadi alasan manusia takut hantu.
Baca SelengkapnyaHantu adalah topik yang cukup populer dan banyak orang menganggapnya menarik, kendati menyeramkan.
Baca SelengkapnyaBanyak orang mempercayai pseudoscience, bahkan walaupun ketika dia cukup terdidik.
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaPara ahli teori konspirasi disebut justru memiliki alasan logis dari keyakinan terhadap kepercayaan suatu masalah.
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaKonspirasi mengacu pada kesepakatan rahasia di antara individu untuk terlibat dalam kegiatan ilegal atau merugikan.
Baca SelengkapnyaBeredar penyebaran virus mpox merupakan efek samping vaksin Covid-19
Baca Selengkapnya