Pantangan-pantangan dalam tradisi masyarakat Indonesia
Merdeka.com - Perawan jangan duduk di tengah puntu, atau jangan menyapu di malam hari, mungkin dua larangan itu kerap kita dengar di kalangan masyarakat Jawa. Tidak jelas apa maksud larangan tersebut, namun nyatanya sebagian masyarakat Jawa mengindahkan larangan-larangan tersebut.
Kenapa hal-hal tersebut di atas dilarang? Orang Jawa menyebutnya 'Ora Elok'. Ora Elok merupakan istilah Bahasa Jawa yang berarti tidak baik, tidak bagus, tidak etis dan arti lainnya yang berisi larangan.
-
Kenapa orang Jawa di Malaysia tetap lestarikan tradisi? Namun mereka tak ingin meninggalkan identitas asal. Walaupun berada di negeri orang mereka tetap lestarikan budaya Jawa.
-
Apa ciri khas rumah jadul modern ala Jawa? Atap limasan atau atap bergaya Jawa memberikan sentuhan budaya yang khas. Dinding putih dengan fondasi berbatu mempertahankan penampilan klasik, sementara jendela geser besar di bagian depan rumah menambahkan gaya modern. Menggunakan kusen jendela dari kayu akan menyatukan keseluruhan desain dengan harmonis.
-
Apa tradisi di Kampung Jawa Malaysia? Selain itu, bila ada warga kampung itu yang menikah, mereka juga melaksanakan tradisi rewang.
-
Contoh akulturasi apa di Jawa Tengah? Adanya rumah-rumah dengan arsitektur nuansa China Kuno yang terdapat di daerah Tembang dan Lasem, Jawa Tengah.
-
Apa larangan utama sebelum pernikahan Jawa? Salah satu mitos yang paling terkenal adalah larangan bagi calon pengantin untuk bertemu atau berkomunikasi sebelum hari pernikahan.
-
Siapa yang terdampak larangan? Dilansir laman TRT World, keputusan Pengadilan Tinggi Allahabad ini berdampak pada sekitar 2,7 juta siswa dan 10.000 guru di 25.000 sekolah madrasah.
Ungakapan 'Ora Elok' pada masyarakat Jawa merupakan suatu tradisi atau budaya yang unik dan masih berkembang sampai saat ini.
Ungkapan tersebut dimaksudkan agar seseorang tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau melanggar unggah-ungguh. Unggah-ungguh dalam masyarakat Jawa merupakan aturan kesopanan yang tidak tertulis tetapi dipegang sangat kuat.
Bagi orang Jawa, khususnya orang tua, ungkapan 'Ora Elok' menjadi salah satu ungkapan yang digunakan untuk mengingatkan sesuatu hal kepada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Kalimat-kalimat yang mengikuti ungkapan 'Ora Elok' mengandung nasihat-nasihat berisi pelajaran unggah-ungguh, etika, atau budi pekerti.
Ungkapan 'Ora Elok' dalam Bahasa Jawa beragam macamnya. Seperti 'Ora elok nglungguhi bantal, engko wudunen' (Tidak baik menduduki bantal, nanti bisa bisulan), 'Ora elok dolanan beras, engko tangane kithing' (Tidak baik bermain beras, nanti jari tangannya bertumpang tindih). Kemudian 'Ora elok perawan lungguh ngadek neng ngarep lawang, mengko iso dadi perawan tuwa (Tidak baik anak gadis duduk atau berdiri di tengah pintu, nanti bisa jadi perawan tua), 'Ora elok ngidoni sumur, mengko lambene guwing (Tidak baik meludahi sumur, nanti bibirnya sumbing), dan masih banyak lagi istilah 'Ora Elok' lainnya.
Setiap orang Jawa yang 'njawani' pun akan menahan diri sebelum melangkah atau melakukan kegiatan. Sebab, banyak sekali pantangan-pantangan orang Jawa yang menjadi paugeran atau aturan terhadap beragam hal.
Pantangan yang dimaksud, tidak lain bertujuan agar anak-anaknya dan keluarganya menjunjung tinggi etika atau sopan santun. Pantangan tersebut umumnya diungkapkan dengan tambahan kata 'Ora elok' dan tidak dijelaskan secaa detail alasannya. Apalagi hal tersebut sudah merupakan tradisi budaya yang turun temurun.
Pantangan-pantangan tersebut, ada pesan moral yang ingin disampaikan. Apalagi orang Jawa identik dengan sanepan atau ibarat bila ada hal yang dimaksud. Tidak langsung pada pokok dan inti permasalahannya.
Seperti halnya orang hamil, dalam adat Jawa ada istilah ngapati (3 bulan 10 hari atau empat bulan), tingkeban 6 bulan menuju 7 bulan dan lain sebagainya. Ada juga istilah mitoni, 7 bulan setelah bayi lahir diadakan selamatan dan dimandiin di sungai.
Tak cuma di masyarakat Jawa, pantangan-pantangan atau hal tabu yang dilarang dilakukan juga berlaku bagi masyarakat suku lain, semisal Sunda. Merdeka.com kali ini akan mengangkat tematik terkait hal ini. Selamat membaca.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pantangan ini biasanya dilestarikan sebagai sebuah kearifan lokal.
Baca SelengkapnyaWalaupun berada di negeri seberang, sehari-hari mereka berkomunikasi dengan bahasa Jawa
Baca SelengkapnyaPantang larang berisi ajaran-ajaran apa yang tidak boleh dilakukan.
Baca SelengkapnyaPamali sudah dipegang sebagai kebiasaan dari nenek moyang, terutama di masyarakat Sunda, dalam menerapkan batasan di kehidupan.
Baca SelengkapnyaBeberapa cerita rakyat mitos di Indonesia masih dipercaya masyarakat.
Baca SelengkapnyaDi masa kini, bahkan masyarakatnya masih seringkali menggunakan pakaian adat hingga melestarikan sejumlah kebiasaan kuno.
Baca SelengkapnyaMitos kehamilan Jawa seringkali menggambarkan hubungan antara ibu hamil, janin yang dikandung, dan lingkungan sekitarnya.
Baca SelengkapnyaBegini penampakan masyarakat Islam Bonokeling di Banyumas Jawa Tengah. Masih memegang kepercayaan Jawa Kuno.
Baca SelengkapnyaDalam kepercayaan masyarakat Jawa, bulan Safar dikenal memiliki energi yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.
Baca SelengkapnyaTradisi Rebu, budaya sopan santun dan larangan yang berkembang di masyarakat Tanah Karo.
Baca SelengkapnyaMakanan tradisional yang ada di sekitar kita memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap dan bisa membantu memenuhi kebutuhan nutrisi.
Baca SelengkapnyaPihak cenderung menolak praktik budaya dan kearifan lokal seringkali belum memahami agama dengan komprehensif.
Baca Selengkapnya