Pasukan Gerilya Istimewa, pasukan elite TNI eks tentara Jepang
Merdeka.com - Semasa perang kemerdekaan, TNI pernah memiliki pasukan elite bernama Pasukan Gerilya Istimewa. Seluruh anggotanya adalah mantan tentara Jepang yang memihak Indonesia.
Adalah Abdul Rahman Tatsuo Ichiki yang mengusulkan pada Komandan TNI di Jawa Timur, Kolonel Sungkono mengenai usulan pasukan istimewa ini. Usulan itu disetujui, eks tentara Jepang yang tersebar di dalam pasukan lain dikumpulkan menjadi satu. Tercatat jumlahnya 28 orang. Rahmat Shigeru Ono ikut menjadi anggota PGI.
Kisah hidup Ono kemudian dituliskan menjadi buku oleh Eiichi Hayashi. Di Indonesia buku ini berjudul Mereka Yang Terlupakan, Memoar Rahmat Shigeru Ono. Diterbitkan Ombak tahun 2011.
-
Apa yang dikorbankan? Anak laki-laki dan perempuan menjadi sasaran pembunuhan ritual pada masa itu, namun karena sebagian besar korban adalah remaja, para peneliti kesulitan untuk menentukan jenis kelamin yang tepat.
-
Kenapa tangan kanan Jenderal Bambang Utoyo diamputasi? Bambang yang saat itu masih berpangkat Letkol melakukan uji coba granat tangan buatan pejuang rakyat di Jambi. Saat granat yang diuji coba hendak dilemparkan, justru meledak sebelum waktunya. Akibatnya, tangan kanan Bambang mengalami luka serius. Bambang akhirnya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
-
Mengapa para pahlawan rela berkorban? Mereka sadar bahwa selama mereka bersatu tidak ada yang tidak bisa dikalahkan. Bersatu saudara-saudara sekalian. Sama seperti yang dilakukan oleh para pahlawan kita dahulu.
-
Siapa yang menyerah di Pertempuran Okinawa? Penyerahan diri resmi Jepang di Okinawa ditandai oleh bunuh diri massal sejumlah komandan tinggi militer Jepang.
-
Mengapa Bung Karno bilang perjuangan tanpa pengorbanan tidak berarti? Apabila dalam perjuanganmu tidak ada pengorbanan, maka tidak ada keagungan dalam kemenangan itu.
-
Siapa yang menyelamatkan uang gaji prajurit Siliwangi? Kepala Staf Keuangan Siliwangi Bertindak Cepat Agar Uang itu Tidak Jatuh ke Tangan Musuh Dia membagikan uang pada stafnya, yang langsung memasukkan uang ke dalam kantong dan segera melompat menyelamatkan diri.
Komandan pertama PGI adalah Arif Tomegoro Yoshizumi, sementara Ichiki menjadi wakilnya. Namun dalam sebuah pertempuran, Yoshizumi tertembak dan tewas di Blitar.
Ichiki kemudian memimpin pasukan elite itu berkali-kali menyerang pos Belanda. Dalam sebuah serangan tanggal 30 Agustus 1948 di Pajaran, mereka berhasil menghancurkan sebuah pos Belanda. 20 Prajurit Belanda tak ada yang selamat. Sementara sama sekali tak ada korban di pihak PGI.
Serangan-serangan berikutnya juga menghasilkan kemenangan gemilang. PGI juga dipercaya membantu melatih dan menyusun strategi pasukan-pasukan lain yang berada di kaki Gunung Semeru. Nama mereka harum karena prestasi.
Hal ini membuat marah Belanda. Mereka selalu memburu pasukan elite ini. Pasukan Belanda keluar masuk kampung mencari orang Jepang. Untungnya tak ada seorang pun yang berhasil ditangkap.
Saat bertugas di PGI inilah Rahmat Shigeru Ono kehilangan lengan kirinya. Tanggal 27 September 1948, Rahmat Ono mencoba mengutak-atik tekidanto atau pelontar granat. Karena peluru asli habis, Rahmat Ono mencoba mencari penggantinya. Namun ternyata peluru tekidanto meledakkan tangan kiri Rahmat hingga terpaksa diamputasi.
Rahmat Ono tak pernah menyesal. Dia bahkan sudah siap berkorban nyawa untuk Indonesia.
"Saya sudah putuskan rela mati untuk kemerdekaan Indonesia. Saya masih punya satu tangan lagi, jadi masih bisa memakai tangan ini. Saya akan selesaikan tujuan saya sampai akhir atau sampai benar nyawa saya hilang untuk memberikan yang telah dijanjikan oleh Tanah Air saya," ujar Ono dalam buku hariannya.
Saat terbaring sakit itulah Rahmat Ono menerima kabar pahit. Salah satu tokoh PGI, Hasan Toshio Tanaka memutuskan keluar. Tanaka yang berasal dari Kenpetai (polisi militer Jepang) merasa Abdul Rahman Tatsuo Ichiki tak pantas memimpin PGI.
Ichiki memang hanya seorang penerjemah, dan bukan anggota militer. Tapi kemampuan tempur dan intelijen Ichiki sebenarnya tak kalah dengan tentara Jepang lain. Ichiki juga memiliki kepemimpinan dan kecerdikan tinggi. Rahmat Ono selalu menganggap Ichiki sebagai gurunya.
Pria gagah berani ini gugur dalam sebuah pertempuran di Dampit, Malang Selatan. Jenazahnya ditemukan di tebing sebuah jurang. Dia dimakamkan secara Islam dan didoakan seluruh penduduk desa.
"Papi datang mengunjungi makam tersebut hampir setiap tahun. Akhirnya tulang belulang Pak Abdul Rahman dibawa kembali ke Jepang. Mimpi Papi semasa hidup adalah membangun monumen di sana untuk menghormati komandannya. Tapi belum disetujui," kata putri dan putra Rahmat Ono, Erlik Ono dan Agoes Soetikno Ono saat berbincang dengan merdeka.com.
Sisa-sisa Pasukan Gerilya Istimewa kemudian dilebur dalam Pasukan Untung Suropati (PUS-18). Yang menarik, seharusnya mereka bernama PUS-17 sesuai urutan kesatuan. Tapi banyak eks Tentara Jepang yang menolak.
"Angka 7 dalam Bahasa Jepang shinci, mengandung kata shi yang artinya mati. Akhirnya pimpinan TNI setuju dan menggantinya dengan angka 18," kisah Rahmat Ono.
Pasukan Untung Surapati 18 ini kembali menorehkan banyak prestasi di medan pertempuran. Pimpinan TNI di Malang mengakui jasa-jasa mereka sangat banyak dalam perang kemerdekaan.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mayjen Kunto Arief dibuat terharu mendengar cerita dari ayah mendiang Serda TNI Rizal, tentara AD yang gugur tertembak KKB.
Baca SelengkapnyaMenteri Pertahanan Prabowo Subianto diketahui menjalani operasi besar hingga melibatkan sejumlah dokter profesional.
Baca SelengkapnyaMomen prajurit Kostrad tetap bantu perbaiki truck milik TNI yang rusak meski dalam keadaan tangan patah.
Baca SelengkapnyaDirinya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Baca SelengkapnyaPangkostrad Langsung Bereaksi Anak Buahnya Tertembak di Papua: Kamu Sudah Teruji!
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaPara purnawirawan Brimob kenang masa lalu saat menjalankan tugas di daerah operasi Timor Timur, penuh kenangan dan ancaman yang mencekam.
Baca SelengkapnyaMenurut Mega, prajurit TNI masa kini sudah 'melempem'.
Baca Selengkapnya