Pedagang Gugat Perda Kota Bogor Soal Larangan Pemajangan Produk Rokok ke MA
Merdeka.com - Sejumlah pedagang tradisional dan usaha kecil menengah (UKM) mengajukan permohonan uji materiil (judicial review) Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 10 Tahun 2018 yang merupakan Perubahan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan tersebut telah dilayangkan pada 5 Desember 2019 dan sudah tercatat dengan Nomor Perkara 4P/HUM/2020.
Mochammad Herlangga yang mewakili para pedagang menegaskan bahwa Perda KTR Bogor cacat hukum karena dalam pembentukannya tidak mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku serta mengandung ketentuan yang jauh di luar kewajaran.
"Kami berharap Mahkamah Agung dapat membatalkan Perda KTR Bogor yang bermasalah untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan para pemohon uji materiil, pemangku kepentingan dan pihak yang terdampak lainnya, serta mencegah timbul kesewenang-wenangan pejabat pemerintahan daerah di kemudian hari," kata Herlangga, seperti dikutip Antara, Rabu (29/1).
-
Dimana gugatan diajukan? 1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
-
Siapa yang mengajukan gugatan ke MK? Diketahui, ada 11 pihak yang menggugat aturan batas usia capres dan cawapres ke MK. Dengan sejumlah petitum.
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Apa yang menjadi dasar gugatan tersebut? Perselisihan hukum ini mengacu pada undang-undang Prancis yang ditetapkan pada 29 Januari 2021, yang bertujuan untuk mendefinisikan dan melindungi warisan sensorik pedesaan Prancis.
-
Siapa yang mengajukan gugatan praperadilan? Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman mengabulkan permohonan gugatan sidang praperadilan oleh pihak pemohon yakni Pegi Setiawan terhadap Polda Jabar.
Dia menjelaskan secara khusus persoalan terdapat pada Perda KTR Nomor 10/2018 pasal 16 ayat 2 mengenai larangan pemajangan (display) produk rokok. Aturan ini dinilai merupakan ketentuan yang sama dengan Perda KTR Bogor Nomor 12/2009 pasal 16 yang keliru dan melanggar hukum sudah diakui Pemerintah Kota Bogor.
Pengakuan kekeliruan dan pelanggaran hukum itu telah dicantumkan dalam Berita Acara Kesepakatan Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Non-litigasi tanggal 20 September 2018 yang digagas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Ini menunjukkan Pemerintah Kota Bogor telah melakukan pembangkangan konstitusi serta melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik selaku pejabat pemerintahan daerah," kata Herlangga.
Keberadaan Perda KTR telah memicu polemik dan berbagai permasalahan bagi masyarakat Kota Bogor. Apalagi, lanjutnya, selain menabrak Kesepakatan Non-Litigasi, Perda KTR Bogor juga bertentangan Perda KTR Provinsi Jawa Barat yang notabene adalah aturan yang berada langsung di atasnya.
Akibatnya, muncul keresahan para pelaku usaha akibat ketidakpastian usaha. Berbagai kontroversi, reaksi-reaksi negatif serta kecaman serta kritik dari para pemangku kepentingan dan berbagai lapisan masyarakat juga turut mengemuka. Langkah judicial review sejalan dengan upaya Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hendak melakukan harmonisasi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang saling tumpang tindih sehingga menimbulkan hambatan investasi.
Sebelumnya, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) telah melakukan kajian di enam daerah, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Sidoarjo.
Hasilnya terdapat 347 perda dinyatakan bermasalah dan salah satunya mengenai Perda KTR. Perda bermasalah diduga menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan investasi di daerah. Pertama, karena proses pembentukan perda minim partisipasi publik. Kedua, dari segi muatan regulasi yang menimbulkan dampak ekonomi negatif seperti biaya produksi dan ketiga penanganan perda oleh Kementerian Dalam Negeri yang dinilai belum optimal karena tidak adanya alat yang ditetapkan pemerintah pusat untuk menyusun perda.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah diingatkan untuk tidak mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan apabila masih terdapat pasal-pasal yang merugikan para pedagang.
Baca SelengkapnyaSelama ini pembeli rokok dari para peritel adalah para konsumen dewasa yang berada di sekitar kawasan koperasi maupun pedagang ritel.
Baca SelengkapnyaDia menilai aturan tersebut sebagai masalah besar karena menitikberatkan pelarangan hanya kepada pelaku usaha perseorangan.
Baca SelengkapnyaPetugas telah menggagalkan peredaran 58.000 rokok ilegal
Baca SelengkapnyaMenurut Menkes, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
Baca SelengkapnyaSelama ini rokok menjadi komoditas penyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar.
Baca SelengkapnyaKetua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.
Baca SelengkapnyaPenindakan tersebut berawal dari informasi yang diterima petugas
Baca SelengkapnyaPetugas menemukan dua bangunan tempat produksi rokok ilegal dengan potensi kerugian Rp233 Juta
Baca SelengkapnyaHari ini kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, bahkan omzet pedagang turun dampak daya beli rakyat.
Baca SelengkapnyaBea Cukai kembali menindak ribuan batang rokok ilegal
Baca SelengkapnyaPenggagalan distribusi rokok ilegal tersebut berawal dari laporan intelijen
Baca Selengkapnya