'Pembebasan tapol dan napol bagus, ini bukan zaman Soeharto'

Merdeka.com - Ketua DPRD Kabupaten Asmat, Papua, Thomas Eppe Safanpo inginkan tahanan politik di Papua dihapuskan. Menurutnya perbedaan pandangan politik bukanlah suatu jenis kejahatan.
"Harus dibebaskan. Penjara ini bukan untuk berbeda ideologi atau berbeda pilihan politik dengan pemerintah. Penjara itu untuk para kriminal mereka bukan penjahat, hanya berbeda pandangan politik," kata Thomas setelah mengikuti Program Sekolah Calon Kepala Daerah PDIP di Kinasih Resort, Cimanggis, Depok, Jumat (3/7).
Calon Bupati Papua Kabupaten Asmat tersebut mendukung pemberian amnesti bagi para tahanan politik di Papua. Baginya perbedaan pendapat tak harus dibungkam, melainkan didengar.
"Saya mendukung kebijakan presiden membebaskan tapol dan napol. Ini bukan zaman Soeharto yang beda pandangan bisa dibungkam. Ini tidak masuk akal, harus ada proses yang benar," tegasnya.
Upaya-upaya pembebasan tahanan politik itu gencar dilakukan pemerintah Jokowi karena ingin melihat Papua sebagai tanah yang damai. Untuk diketahui, pada Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Sementara Pasal 14 ayat (2) UUD 45 menyebut pemberian amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebelum amandemen UUD 1945, grasi, rehabilitasi, abolisi dan amnesti menjadi hak absolut Presiden. Namun Pasal 14 ayat (2) itu kemudian diubah. Ketentuan perubahan terhadap Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 tentang amnesti dan abolisi tersebut bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan peran DPR dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden. Dengan ketentuan pertimbangan itu, maka pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, abolisi tidak seluruhnya menjadi hak absolut Presiden, melainkan harus memperhatikan pertimbangan dari MA atau DPR. (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya