Pembelaan dan Permintaan Keluarga Pengasuh Ponpes di Jombang Tersangka Pencabulan
Merdeka.com - Upaya paksa yang akan dilakukan polisi terhadap MSA, Pengasuh sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di Jombang, tersangka kasus dugaan pencabulan santriwati, ditanggapi pihak keluarga.
Juru bicara keluarga Ponpes Shiddiqiyyah, Nugroho Harijanto berharap polisi tidak melakukan upaya paksa. Ada beberapa alasan keluarga meminta itu.
Pertama, keluarga meyakini jika sebenarnya MSA dapat bersikap kooperatif. Namun, hal itu belum dapat dilakukan mengingat sang ayah yang juga kiai di ponpes tersebut, kini tengah sakit.
-
Di mana kasus pencabulan pengasuh Ponpes terjadi? Kasus pencabulan kembali terjadi di lingkungan pondok pesantren. Kali ini seorang pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar diduga mencabuli enam orang santriwati.
-
Apa yang dilakukan pengasuh Ponpes kepada santriwati? Dari enam santriwati yang dicabuli, beberapa di antaranya bahkan diminta untuk melayani kebutuhan biologisnya.
-
Kapan terakhir kali pengasuh Ponpes mencabuli santriwati? Terakhir kali, terduga pelaku mencabuli salah satu santrinya pada 17 Agustus 2023.
-
Apa bentuk pelecehan yang dilakukan pelaku? Dia mengatakan korban sempat takut untuk mengaku hingga akhirnya pihak keluarga membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengecekan.'Yang bersangkutan menyampaikan takut. Setelah itu keluarga korban mengecek ke rumah sakit dan ternyata betul korban hamil, dan diakui oleh korban bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri,' kata dia, seperti dilansir dari Antara.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Siapa yang diduga mencabuli santriwati? Seorang ustaz inisial FS (34 tahun) yang mengajar di salah satu dayah (pesantren) di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, ditangkap polisi. Dia diduga mencabuli santriwatinya.
"Jadi MSA selama ini lah yang merawat dan mendampingi pak kiai yang sedang sakit. Kalau beliaunya tidak ada, itu sama pak kiai selalu dicari. Hal itu lah yang membuat MSA tidak dapat memenuhi panggilan polisi selama ini," ujarnya, Kamis (6/2).
Kedua, keluarga berencana mengajukan permohonan pada polisi agar MSA dapat diperiksa di rumahnya. Ini bukannya tanpa alasan. Sebab, dia harus merawat sang ayah.
"Kita akan ajukan permohonan itu secepatnya dalam pekan ini. Bukannya tidak mau kooperatif, tapi pak kiai sedang sakit dan MSA lah yang selama ini merawatnya," tambahnya.
Pembelaan Keluarga
Nugroho menjelaskan duduk persoalan kasus dugaan pelecehan seksual yang membelit MSA, putra mahkota dari Pondok Shiddiqiyyah itu. Dia menyebut perbuatan asusila seperti yang dituduhkan oleh pelapor terhadap MSA tersebut merupakan fitnah dan rekayasa.
"Para santri dan pengurus pondok berani memberikan jaminan bahwa tuduhan itu tidak benar. Pondok Shiddiqiyyah bersih dari perbuatan asusila," ujarnya.
Nugroho mengungkapkan kasus tersebut bermula dari seleksi santri untuk mengikuti program pelayanan kesehatan masyarakat desa dan pedalaman hutan yang selenggarakan Pondok pada Maret 2017. Pelapor merupakan salah satu santriwati yang ikut seleksi itu.
Menurut Nugroho, di tengah sesi tes wawancara tiba-tiba pelapor menangis di hadapan MSA. Saat ditanya oleh MSA, pelapor mengatakan dirinya merasa kotor karena telah dinodai oleh mantan pacarnya.
"Pelapor mengaku bersalah dan berdosa. Itu terjadi di teras rumah terapi, tempat wawancara berlangsung, disaksikan semua santri yang mengikuti seleksi. Para santri yang mengikuti seleksi dan menyaksikan siap menjadi saksi dalam kasus ini," jelasnya.
Nugroho yang juga Ketua DPW Shiddiqiyyah Yogyakarta ini menambahkan, dalam kasus ini MSA menganggap masalah itu selesai. Tapi tiba-tiba datang panggilan Polres Jombang tertanggal 25 November 2019 yang menyatakannya sebagai tersangka.
"Belum pernah diperiksa polisi kok tiba-tiba statusnya tersangka. Ini kan aneh, ujar Nugroho.
Terpisah, Kuasa Hukum Pelapor, Palupi Pusporini mengatakan tidak mempersoalkan tuduhan rekayasa kasus yang tengah didampinginya itu. Menurutnya, pihaknya hanya mengacu pada alat bukti yang sudah dikumpulkan hingga membuat penyidik kepolisian menetapkan MSA sebagai tersangka.
"Yang jelas kami mengacu kepada laporan korban, alat bukti yang sudah dikumpulkan serta prespektif penyidik yang sudah menetapkan MSA sebagai tersangka, katanya.
Dikonfirmasi soal tudingan keluarga MSA soal pelapor yang telah dinodai oleh mantan pacarnya, pihaknya enggan berkomentar banyak. "Semua itu terserah keluarga tersangka, itu juga harus dibuktikan di pengadilan," tegasnya.
Sebelumnya, seorang pengasuh sebuah pondok pesantren (Ponpes) berinisial MSA (39), asal Kecamatan Ploso, Jombang, dilaporkan ke polisi. Ia dilaporkan oleh seorang santrinya lantaran diduga telah melakukan perbuatan cabul.
Laporan terhadap seorang pengasuh Ponpes di Jombang ini ditandai dengan adanya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) perkara yang telah dikeluarkan oleh Polres Jombang.
Berdasarkan data yang didapat, SPDP telah dikirim Polres Jombang kepada Kejaksaan Negeri Jombang. Surat tersebut tertanggal 12 Nopember 2019 bernomor: B/175/XI/RES.1.24/2019/Satreskrim. SPDP tersebut merupakan rujukan dari Laporan polisi nomor: LPB/392/X/Res.1.24./2019/JATIMRES JBG Tanggal 29 Oktober 2019.
Penyidikan kasus ini sendiri telah ditarik oleh Polda Jatim. Polisi pun mengancam akan melakukan upaya paksa, setelah MSA mangkir dari dua kali panggilan pemeriksaan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Atas laporan massa tersebut, sebanyk 20 personel dikerahkan polisi. Yakni, untuk mengamankan massa yang 'mengepung' pondok pesantren.
Baca SelengkapnyaDari keterangan yang didalami polisi, korban pelecehan bertambah.
Baca SelengkapnyaPelaku berinisial ME ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Baca SelengkapnyaPelapor merupakan ayah kandung dari anak yang dinikahi tersebut.
Baca SelengkapnyaKasus itu bermula ketika anak perempuan MR, warga Kecamatan Candipuro dikabarkan hamil oleh warga setempat.
Baca SelengkapnyaNazal mengatakan, para pelapor dalam kasus itu merupakan keluarga dari para korban.
Baca SelengkapnyaKepolisian juga akan memeriksa kejiwaan pelaku apakah memiliki kelainan atau atau penyimpangan dalam memenuhi hasrat seksualnya.
Baca SelengkapnyaKasus ini terungkap setelah salah satu orang tua korban melapor ke Kepolisian.
Baca SelengkapnyaSekurangnya terdapat enam santriwati yang mengaku dilecehkan pemimpin pondok pesantren ini.
Baca SelengkapnyaPelaku adalah M (72) selalu pemilik pondok pesantren dan F (37) anaknya. Saat diminta keterangan, bapak-anak itu mengakui perbuatannya.
Baca SelengkapnyaModus tersangka melakukan tindak asusila dengan memberikan iming-iming uang Rp100 ribu. Uang tersebut untuk uang jajan korban.
Baca SelengkapnyaA diancam dipermalukan di depan teman-teman sekolahnya.
Baca Selengkapnya