Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pemerintah berupaya selesaikan 12 kasus pelanggaran HAM di Papua

Pemerintah berupaya selesaikan 12 kasus pelanggaran HAM di Papua Sertijab Kapolda Metro Jaya. ©2016 Merdeka.com/imam buhori

Merdeka.com - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan ada sekitar 12 kasus pelanggaran HAM yang harus diselesaikan dengan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Dari 12 kasus yang ada akan dikelompokkan menjadi enam bagian.

"Sehingga hari ini kami melakukan pemetaan kemudian tindak lanjutnya apa yang harus dilakukan. Dan itu siapa yang bertanggungjawab," kata Badrodin usai rapat penyelesaian pelanggaran HAM di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (25/4).

Menurutnya, penyelesaian kasus HAM tersebut melalui pendekatan politis dan pendekatan hukum. Pendekatan hukum akan langsung diselesaikan oleh Polda Papua dan Komnas HAM yang bekerjasama dengan Kejaksaan Agung

"Tadi sudah saya sampaikan bahwa ada yang memerlukan keputusan politik karena pelanggaran itu terjadi sebelum tahun 2000. Ada juga yang memang kita sudah anggap selesai seperti penyerangan Polsek Abepura. Itu sudah selesai karena pelakunya juga sudah diproses di peradilan HAM dan juga dibebaskan di Mahkamah Agung, sehingga itu dikatakan selesai," kata dia.

Lanjut dia, penyelesaian kasus yang terkait kriminal akan diserahkan kepada Polda Papua. Dia mencontohkan kasus hilangnya Aristoteles, kini telah diselidiki oleh Polda Papua dan Kodam Cenderawasih.

"Ada yang memang harus dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dan juga dengan kejaksaan agung agar bisa ditindaklanjuti sampai ke proses peradilan," jelasnya.

Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan pihaknya akan menyelesaikan tiga kasus pelanggaran HAM. Yaitu kasus di Makotabumi, Nabire dan terkait Kongres Rakyat Papua III.

"KRP III, karena itu pasca-kejadian pembubaran ada mayat pada besoknya. Itu nanti kami akan lakukan olah TKP dan penanganannya dengan sungguh-sungguh," ucap Paulus.

Menurutnya, pihaknya akan menyelidiki kasus ini dengan pemerintah pusat. Kasus ini telah terjadi perbedaan pendapat yang membuat opini di luar negeri.

"Jadi saya pikir perlu ada tindak lanjut yang cepat. Terutama yang sudah terjadi opini publik baik di dalam Papua sendiri maupun di luar negeri," ujar Paulus.

(mdk/did)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP