Pemerintah jangan cari-cari alasan buat minta maaf ke korban 65

Merdeka.com - Tragedi 1 Oktober 1965 menjadi sejarah misterius bagi negeri ini. Sebab, 51 tahun berlalu peristiwa berdarah yang diduga melibatkan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) itu belum juga terungkap dengan jelas.
Pemerintah dalam membuka tabir tragedi 65 ini telah melalui beberapa langkah. Simposium Nasional dengan tema 'Membedah Tragedi 1965' yang dihelat di Bogor pada 18-19 April 2016 merupakan salah satu cara untuk mengungkap tragedi tersebut.
Dalam Simposium itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah tidak akan meminta maaf kepada korban peristiwa 1965. Namun pemerintah tetap berniat menyelesaikan dengan cara yang lain.
"Tidak pernah terpikir oleh kita untuk meminta maaf, mungkin wording nya penyesalan yang mendalam peristiwa-peristiwa yang lalu yang menjadi sejarah kelam di bangsa ini dan kita berharap ini tidak terulang lagi. Kita masih cari yang pas," kata Luhut.
Menindaklanjuti Simposium itu, kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Luhut ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/4) pagi. Presiden Jokowi menginstruksikan mencari kebenaran perihal kuburan massal dari korban tragedi 1965 yang disebut-sebut berjumlah ribuan.
Menanggapi instruksi Jokowi, Luhut mengaku meminta LSM maupun pihak lainnya yang mengklaim mengetahui adanya kuburan massal, untuk memberitahu kepada pemerintah. Luhut bahkan berjanji akan langsung mendatangi lokasi kuburan massal yang dimaksud.
Namun sejarawan JJ Rizal mengatakan, pemerintah tengah mencari cara dan waktu yang tepat untuk meminta maaf terhadap keluarga korban tragedi 65. "Pemerintah untuk meminta maaf secara langsung mungkin belum sekarang," kata Rizal saat dikonfirmasi merdeka.com, Senin (25/4) malam.
Sikap pemerintah Jokowi saat ini berbeda dengan pemerintah sebelumnya. Di mana, pemerintah sebelumnya tidak pernah mau membuka diri dan duduk bersama untuk mendengar seraya mendiskusikan wacana peristiwa 1 Oktober 1965.
"Simposium itu adalah sejarah baru dalam sejarah penjernihan sejarah 1 oktober 1965," kata dia.
Rizal mengatakan, penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu bagian dari janji kampanye Presiden Jokowi bahkan sudah tercantum dalam Nawa Cita. Dengan demikian upaya pemerintah saat ini merupakan cara untuk merealisasikan Nawa Cita tersebut.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya