Pemerintah Kembali Gunakan Vaksin AstraZeneca Bets CTMAV547 Mulai Hari Ini
Merdeka.com - Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah kembali menggunakan vaksin Covid-19 AstraZeneca bets CTMAV547 hari ini. Penggunaan ini berdasarkan hasil kajian mutu vaksin yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Hasil kajian BPOM, kandungan vaksin AstraZeneca bets CTMAV547 aman dan tidak memiliki keterkaitan dengan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) yang dilaporkan. Salah satu KIPI yang dilaporkan yakni kematian pemuda asal Jakarta bernama Trio Fauqi Virdaus.
"Sudah bisa dimulai hari ini (penggunaan vaksin AstraZeneca bets CTMAV547)," kata Nadia kepada merdeka.com, Jumat (28/5).
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
-
Bagaimana cara orang tua melanjutkan imunisasi anak yang terlambat? Orang tua tetap bisa melanjutkan imunisasi anak dengan langkah-langkah yang tepat sesuai panduan dokter. Dengan demikian, menjaga kesehatan anak tetap menjadi prioritas utama, dan imunisasi adalah salah satu cara efektif untuk mencapainya.
-
Apa itu vaksin HPV? Vaksin HPV merupakan vaksin untuk mencegah infeksi human papillomavirus (HPV). HPV adalah virus yang dapat menyebabkan kutil kelamin dan berbagai jenis kanker di organ kelamin dan reproduksi, seperti kanker serviks, kanker penis, kanker anus, dan kanker tenggorokan.
-
Siapa yang mengumumkan penemuan vaksin kanker? Presiden Vladimir Putin mengungkapkan bahwa mereka kini selangkah lebih dekat untuk penemuan vaksin kanker.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menghentikan sementara pendistribusian dan penggunaan vaksin AstraZeneca bets CTMAV547. Penghentian dilakukan karena BPOM sedang melakukan pengujian toksisitas dan sterilitas.
Nadia mengatakan, keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara penggunaan dan distribusi vaksin AstraZeneca bets CTMAV547 merupakan bentuk kehati-hatian terhadap KIPI.
"Penghentian sementara bets tersebut merupakan upaya kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin ini," katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan ini menyebut, pemerintah menerima 3.852.000 dosis vaksin AstraZeneca pada 26 April 2021 lalu melalui skema Covax Facility/WHO. Bets yang dihentikan sementara hanya 448.480 atau 11,64 persen dari total vaksin AstraZeneca.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Belakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.
Baca SelengkapnyaBadan Pengawas Obat Eropa juga telah melarang peredaran vaksin ini.
Baca SelengkapnyaMaxi berujar, kelompok pertama yang bisa mendapatkan vaksin gratis adalah yang belum pernah menerima vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca SelengkapnyaVaksin booster masih gratis dan dapat ditemukan di puskesmas atau faskes terdekat.
Baca SelengkapnyaKomnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Baca SelengkapnyaMenkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca
Baca SelengkapnyaHinky mengatakan, vaksin AstraZeneca sudah melewati tahap uji klinis tahap 1 hingga 4.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaPemerintah berupaya mencegah penyebaran Mpox dengan melakukan vaksinasi yang sudah disetujui WHO dan BPOM.
Baca SelengkapnyaJamie Scott, seorang pria beranak dua mengalami cedera otak serius setelah mengalami penggumpalan darah dan pendarahan di otak usai mendapatkan vaksin itu p
Baca SelengkapnyaMulai 1 Januari 2024, vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat umum berbayar.
Baca SelengkapnyaIndonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19.
Baca Selengkapnya