Pemerintah siapkan dua opsi terkait pasal LGBT
Merdeka.com - Pasal Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) rencananya diatur dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU RKUHP). Aturan tersebut masuk dalam pasal pencabulan.
Pasal pencabulan yang juga mencantumkam perilaku LGBT masuk dalam salah satu isu krusial yang belum tuntas dibahas. Terkait pasal ini pihak pemerintah telah menyiapkan dua alternatif.
Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP, Enny Nurbaningsih mengatakan, alternatif pertama, pada pasal 495 ayat 1 mereka mengusulkan penambahan jumlah hukuman bagi para pelaku LGBT di bahwa umur. Kemudian ditambah denda sebesar dikategori V yakni Rp 2.000.000.000.
-
Kenapa pelaku mengancam korban? Isi pesannya berisi kalimat ancaman bahwa akan memviralkan video-video asusila tersebut, jika korban tidak mau diajak berhubungan badan.
-
Mengapa pelaku mengancam korban? Korban sebenarnya sempat kabur kembali ke Kota Salatiga. Namun korban tidak berdaya karena diancam pelaku akan menyebarkan video dan foto hasil hubungan intim mereka. Karena takut korban kembali ke Solo dan disekap hingga Januari 2023.
-
Apa dampak kekerasan pada anak? Menurut American Psychological Association (APA), anak-anak yang mengalami kekerasan lebih rentan terhadap depresi, kecemasan, agresi, dan perilaku antisosial di kemudian hari.
-
Apa dampak hukuman fisik pada anak? Hukuman fisik dapat menyebabkan dampak negatif baik secara fisik maupun psikologis, serta dapat mengganggu hubungan yang seharusnya harmonis antara orang tua dan anak.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Bagaimana wasiat bisa menyiksa anak? 'Habis ngomong begitu, mati beneran. Lihatnya bagus, cuman tak tahunya apa? Nyiksa anak,' tegasnya.
"Setiap orang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang sama jenis kelaminnya diketahui atau patut diduga belum 18 tahun dipidana dengan penjara paling singkat 5 tahun paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak kategori V," katanya dalam rapat Komisi III, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/2).
Sedangkan, dia menambahkan, ayat 2 dari pasal 495 mereka usulkan untuk di hilangkan. Sebab, dianggap terlalu vulgar.
"Kemudian ayat 2 ada usulan agar dihapus saja karena dinilai terlalu vulgar bagaimana juga menyebutkan ini kan disebutkan juga cara melakukannya. Kita tahu persis bahwa kalau homosexual itu pasti melakukannya dengan cara demikian," ujarnya.
Di alternatif kedua pasal 495 ayat 1 terbagi menjadi tiga huruf. Masing-masing memuat jenis pelanggaran terkait LGBT dan hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran dan tanpa batasan umur.
Ayat 2 di pasal 495 juga memperberat pelaku pencabulan sesama jenis pada anak di bawah umur. Di ayat tersebut mengancam pelaku dengan hukuman penjara 12 tahun.
"Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang sama jenis kelamin yang diketahui atau patut diduga belum berusia 18 tahun dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak kategori IV kemudian," ungkap Enny.
Pada alternatif kedua ada penambahan ayat yakni ayat 3. Di ayat tiga memberikan ancaman yang cukup berat jika pelaku melakukan tindakan pencabulan terhadap anak sebagaimana tercantum di ayat 2.
"Kemudian ayat 3 perbuatan sebagaimana dimaksud ayat 2 terhadap anak-anak dilakukan atau dengan ancaman kekerasan dipidana paling lama 15 tahun atau denda kategori V," tutup Enny.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nasib tragis dialami dua kakak beradik disabilitas di Purworejo. Keduanya jadi korban pencabulan oleh tiga pelaku.
Baca SelengkapnyaKubu pelaku geram tak seharusnya ketiga terdakwa mendapat tuntutan tersebut. Mereka akan melakukan pembelaan.
Baca SelengkapnyaBerikut alasan yang disampaikan pemerintah merevisi UU ITE yang kedua.
Baca Selengkapnya