Pengadilan Tinggi Jakarta Perberat Vonis Irwandi Yusuf Jadi 8 Tahun
Merdeka.com - Pengadilan Tinggi Jakarta memvonis Gubernur Aceh Nonaktif Irwandi Yusuf dari 7 tahun menjadi 8 tahun kurungan penjara. Hal ini termuat dari putusan banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dan pihak Irwandi.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp.300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," demikian bunyi putusan Majelis Hakim sebagaimana dikutip dalam website Mahkamah Agung, Rabu (14/8).
Bukan hanya itu saja, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ester Siregar itu, juga memberikan pidana tambahan, berupa pencabutan hak politiknya selama 5 tahun.
-
Siapa yang divonis 4 tahun penjara? Siska Wati divonis penjara empat tahun dalam kasus korupsi pemotongan dana insentif aparatur sipil negara BPPD Sidoarjo senilai Rp8,5 miliar.
-
Apa yang membuat hukuman SYL bisa ditambah? 'Potensi hukuman 20 tahun penjara itu baru untuk tindakan pemerasan, kalau nanti ada tambahan dakwaan TPPU dan terbukti berarti ditambah lagi,' ucap dia.
-
Kapan hukum Izhar Syafawi berlaku? Izhar Syafawi adalah salah satu hukum tajwid, yang terjadi ketika huruf mim sukun bertemu dengan huruf hijaiyah kecuali huruf mim dan ba.
-
Siapa yang dituntut 4 tahun penjara? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Siapa yang sebut hukum di Indonesia terguncang? Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim menyebut, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres menjadi persoalan serius terkait hukum di Indonesia.
-
Kenapa Si Impeh dihukum? Ia membunuh seorang anak perempuan dan orang tuanya yang juga keturunan Tionghoa karena tidak diberikan cerutu.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun, sejak Terdakwa selesai menjalani pidana," begitu bunyi vonis tambahan Majelis Hakim.
Irwandi pun diminta Majelis Hakim untuk tetap berada di dalam tahanan. "Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," demikian bunyi putusannya.
Perlu diketahui, majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta, sebelumya memvonis Irwandi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, hakim juga mencabut hak politiknya selama 3 tahun usai menjalani pidana pokok.
Irwandi dinilai terbukti menerima suap Rp 1,05 miliar bersama dengan staf khususnya, Hendri Yuzal dan orang kepercayaannya, Teuku Saiful Bahri.
Suap berasal dari mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Irwandi menerima Rp 1,05 miliar dari Ahmadi. Suap diberikan agar Irwandi menyetujui usul Ahmadi supaya kontraktor di Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan proyek infrastruktur yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
Tahun 2018, Aceh mendapat DOKA sebesar Rp 8,02 triliun. Dari dana tersebut, Kabupaten Bener Meriah mendapat porsi anggaran sebesar Rp 108,7 miliar.
Menurut hakim, Irwandi melalui Hendri dan Saiful Bahri disebut mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh agar menyetujui usulan Ahmadi. Uang Rp 1,05 miliar diberikan Ahmadi kepada Irwandi secara bertahap melalui Teuku dan Hendri.
Tahap pertama diberikan Rp 120 juta, tahap kedua Rp 430 juta dan tahap ketiga diberikan senilai Rp 500 juta. Sebanyak uang Rp 500 juta yang diberikan di tahap ketiga dipakai Irwandi untuk kegiatan Aceh Marathon tahun 2018.
Perbuatan Irwandi bersama Hendri dan Teuku Saiful dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Irwandi juga terbukti menerima gratifikasi selama menjabat gubernur sebesar sebesar Rp 8,7 miliar. Gratifikasi itu diterima selama Irwandi menjabat menjadi Gubernur Aceh pada periode 2007-2012 dan periode 2017-2022.
Gratifikasi itu diterima Irwandi terkait paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh. Di kasus grarifkasi, Irwandi dianggap telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Vonis Irwandi lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam berkas yang sama, Hendri divonis tahun 4 penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Teuku Saiful Bahri divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sebelumnya Hendri dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Teuku Saiful dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hal yang memberatkan tuntutan Irwandi, Hendri, dan Teuku yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan yakni ketiganya bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.
Reporter: Putu Merta Surya PutraSumber: Liputan6.com (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menambah hukuman denda terhadap SYL
Baca SelengkapnyaPengadilan Tinggi Bandung memangkas hukuman Sudrajad Dimyati, Hakim Agung nonaktif yang terjerat perkara suap, dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaSelain pidana kurungan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga mengubah pidana denda terhadap Kasdi Subagyono, yakni menjadi Rp400 juta.
Baca SelengkapnyaSYL terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Baca SelengkapnyaHakim juga mengenakan SYL membayar uang pengganti Rp44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
Baca SelengkapnyaKPK menegaskan tidak ada yang bisa melarang pihak untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim dalam suatu persidangan, khususnya tindak pidana korupsi.
Baca Selengkapnya